— Adventures with a
Curious Leader
«القرآن الكريم سورة النحل : ٩٧»
This
is Surotul Ilmiyah, A Leader for My Time! [sumber: Ilmy]
|
Beberapa saat lalu, Ilmy baru kuhubungi melalui pesan
pendek terkait urusan dengan bukunya. Seni Pertunjukan Wayang, judul
buku yang diterbitkan kembali pada November 2017 ini dikirimkan oleh Ilmy
melalui jasa pengiriman barang pada 8 Desember 2017 lalu.
Terus terang, sejak buku itu di tanganku, aku belum
membaca sepenuhnya, lantaran sudah selesai membaca melalui blog pribadi Ilmy. Hanya
beberapa bagian saja yang kulihat sekilas, untuk memeriksa barangkali terdapat
pembaruan pada buku yang pernah diterbitkan oleh Media Santri Publishing pada Oktober
2012 ini. Sayangnya nyaris tidak terdapat pembaruan berarti pada buku ini.
Malahan pembaruan tanggal yang tertulis pada Kata Pengantar menjadi blunder lantaran tak diikuti dengan update umur Ilmy pada
2017. Mungkin hal ini bisa disebut dengan, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.”
Terus terang juga, buku ini dibeli lebih berat karena
faktor penulisnya, walaupun memang sedang membutuhkan bacaan mengenai wayang
buat mitra pembelajaranku (siswa). Saat ini aku sedang menjalankan peranku
sebagai pengajar Basa Jawa, yang antara lain berisi materi tentang wayang (Era
Mahabarata). Kalau ada satu buku karya sahabat buat bahan pembelajaran, mengapa
tidak digunakan? Bukankah hal ini menjadi bentuk apresiasi—mulai dari memberi
sitasi hingga menyediakan kesempatan bersedekah jariyah.
Mengapa Ilmy Bisa Berarti?
Ilmy
sewaktu balita [sumber: Ilmy]
|
Ilmy mungkin hanya manusia biasa, cuma Ari Hardi yang
bakal bilang lantang bahwa dia segalanya. Walakin ada beberapa hal yang membuat
Ilmy buatku menjadi sosok special [1]. Beberapa hal itu
terutama terkait dengan kegemaranku dalam menulis. Jauh sebelum berjumpa Ilmy,
aku sudah gemar menulis catatan. Kegemaran yang mengantarkanku pada banyak
angan, merekam bermacam perjuangan, dan meninggalkan beragam kenangan. Orang
yang kutemui, tempat yang kukunjungi, buku yang kubaca, hingga peristiwa yang
kurasa bermakna, menjadi bahan utama dalam setiap catatan.
Perjumpaanku dengan Ilmy yang terjadi di kawasan Pesantren
Bahrul Ulum, Jombang, pada malam Ahad Kliwon[2], 18 Muharram
1434 H/1 Desember 2012 M silam adalah salah satu peristiwa yang kurasa
bermakna. Saat itu, Ufiq Faishol Ahlif memintaku menjadi delegasi dari UPI
(Universitas Pendidikan Indonesia, kampusku) sebagai anggota tim redaksi Majalah
SANTRI. Walau tak punya pengalaman yang masuk akal, aku tak bisa menolak
tawaran mengesankan ini. Pasalnya gairah menulisku sedang membuncah. Dengan
menerima tawaran Ufiq, aku bisa mendapat kesempatan agar kegemaranku bisa
terasah. Bagian lebih rinci tentang peristiwa ini ada di catatan Godly
Nationalism: tribute to Santri Scholar Press yang diterbitkan pada
milad Ufiq[3].
Setelah masuk menjadi tim redaksi yang akhirnya
dipimpin oleh Ilmy, aku ditempatkan pada posisi editor (dalam arti
penyunting, bukan redaktur). Ilmy menempatkanku ke dalam posisi seperti yang
kuminta, walau aku merasa saat itu dia ragu untuk memutuskannya. Kalaupun Ilmy
ragu, itu merupakan perkara yang wajar saja. Soalnya tak ada rekam jejak
berarti dariku, bahkan tak tahu menahu bahwa to write is human, to edit is
divine[4].
Sampai saat kami berjumpa di Semarang pada Jumu'ah
Kliwon, 4 Rabiul Akhir 1434 H/15 Februari[5] 2013 M dalam
rapat kerja tim, aku masih menyaksikan dan merasakan keraguan yang terpancar
dari wajah perempuan bernama lengkap Surotul Ilmiyah. Namun, aku tak menganggap
hal ini menjadi masalah.
Aku tak menganggap hal itu menjadi masalah karena aku
yakin bahwa pengalaman tidak lebih penting dibanding kesiapan[6].
Saat itu, dari banyak posisi yang bisa ditempati, editor adalah posisi
yang paling kuinginkan. Editor adalah posisi yang selaras dengan alasan
utamaku menerima tawaran dari Ufiq untuk menjadi tim redaksi Majalah SANTRI,
ialah mengasah kegemaran menulis.
Tentu saja saat satu hal diinginkan, sudah ada kesiapan
untuk melakukan. Tentu saja juga, ketika sebuah kesiapan mendapat kesempatan
untuk dilakukan, hal ini memberikan kebahagiaan. Kebahagian yang membuat
kesempatan itu digunakan dengan perasaan ceria dan gembira. Apalagi aku bisa
berinteraksi dengan Ilmy, saat dirinya sebagai penulis sedang begitu prima.
Santri ketika aku masuk adalah arena pertarungan
cendekia[7] yang seru. Sementara Ilmy adalah salah satu pemeran
utama, dengan esai yang kaya rujukan sebagai senjata. Segenggam kekuasaan[8]
yang mulai dimiliki Ilmy di Santri akhirnya bisa dimanfaatkan sebagus-bagusnya.
Kemauan Ilmy memutuskan diriku menjadi editor di timnya adalah salah
satu hal yang membuatnya special. Sebuah keputusan yang membuatnya
selalu terkenang, meski interaksi bisa jadi tidak kekal.
Sisi Ironi dari Ilmy
Ahad
Kliwon [sumber: Ilmy]
|
Ilmy adalah salah satu sosok yang sangat kukagumi,
seorang yang menjadi panutan dalam beberapa hal. Walau begitu, tak selalu kami
bisa memiliki pendapat yang sama, apalagi pendapatan. Ada beberapa perbedaan
antara kami yang mungkin tak akan terus tetap lestari.
Salah satu perbedaan sekaligus menjadi hal yang paling
tak kusuka dari Ilmy ialah terkait nama yang dipilihnya. Saat pertama kukenal,
dia menggunakan nama Ilmy Kareemz, yang diambil dari nama ayahnya. Saat ini,
dirinya memasang nama Ilmiyah Ari, yang diambil dari nama suaminya. Secara
pribadi, aku lebih suka menulis Surotul Ilmiyah sebagai namanya.
Mengapa hal itu tak kusuka? Pasalnya Ilmy termasuk
sosok utama yang mengajarkanku tentang kesetaraan lelaki dan perempuan dalam
menjalin relasi. Ajaran yang bisa kuterima karena sesuai dengan nurani, walau
sebagai lelaki seharusnya menikmati semangat patriarkhi. Malahan catatan yang
kubuat sebagai gift miladnya tahun ini menunjukkan kesetaraan peran
penting perempuan dalam membangun kajian ilmu alam—satu cabang keilmuan yang
biasanya didominasi oleh lelaki[9].
Melalui penamaan Ilmy Kareemz maupun Ilmiyah Ari,
terselip sisi ironi berupa semangat patriarkhi yang begitu kentara. Pilihan seperti
ini tampak menjadi budaya Timur Tengah maupun Barat, walakin bukan tradisi
lazim di Indonesia.
Di Timur Tengah, terdapat sosok seperti Asma Fawwaz (أسماء فواز). First lady dari Syria tersebut dulunya bernama Asmā
al-Akhras (أسماء الأخرس) kemudian menjadi Asma al-`Asad (أسماء الأسد) sesudah menikah dengan Baššār Ḥāfiẓ al-`Asad (بشار حافظ الأسد) (Desember 2000-…). Di Barat, terdapat sosok seperti
Nicholai Olivia. Peragawati sekaligus perancang busana ini dulunya dikenal
sebagai Nicky Hilton, kemudian Nicky Meister saat menjadi istri Todd Meister
(15 Agustus 2004-9 November 2004), dan kini Nicky Rothschild setelah menikah
dengan James Rothschild (2014-...).
Dalam konteks masyarakat Indonesia, menyandingkan nama
sendiri dengan nama bapaknya bukanlah tradisi yang lazim. Nama istri pun tidak
wajib ditemani nama suami. Nama kedua pada orang Indonesia biasanya bukan milik
si bapak atau suami, tapi masih juga milik sendiri. Misalnya nama Ienas
Tsuroiya, tak ada satupun nama yang dimiliki oleh bapaknya Musthofa Bisri
maupun suaminya Ulil Abshar-Abdalla.
Tapi itu tak jadi soal. Lantaran mata yang cinta akan
tumpul terhadap semua cela[10]. Walau tak suka dengan pilihannya,
tentu aku tetap menghormati Ilmy. Dia tentu lebih mengerti daripada aku. Apa
yang dilakukan Ilmy tak bisa disebut dengan kontradiksi antara ajaran dan
perbuatan.
Pilihan Ilmy mungkin didasari dengan hadis nabi yang
menyebutkan nama terbaik menurut beliau, di disitu disebutkan nama Abdullah dan
Abdulrahman sebagai contohnya. Tak bisa dimungkiri bahwa melalui penyebutan itu
terselip semangat patriarkhi yang menempatkan sosok lelaki sebagai sentral.
Dari sini Ilmy mengajarkan pada kita untuk mengamalkan hadis nabi.
Secara pribadi, Ilmy juga mengajarkan pada kita untuk
menghormati ayah yang telah menjadi ‘sumber’ kelahiran maupun suami yang telah
menjadi ‘sumber’ keturunan. Meyda Sefira memang menyebutkan, “Ada 3 peran yang
tidak dapat digantikan oleh Ayah kita tersayang, yaitu mengandung, melahirkan,
dan menyusui.”[11] Namun Meyda perlu menyadari ada 1 peran yang
hanya bisa dilakukan Ayah, ialah menghamili. Dalam satu hadis, Rasulullah
memang lebih dulu menyebutkan ibu sebanyak tiga kali, baru kemudian dilanjut
satu kali menyebut ayah. Tahu nggak kenapa? Secara tersirat, seperti di
film-film gitu, ini menunjukkan bahwa lakon metune keri (Jawa: pahlawan
datang belakangan). Hoam.
15
Februari [sumber: Ilmy]
|
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ
الْغَاوُونَ ۞ أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ ۞ وَأَنَّهُمْ
يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ ۞ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا وَانْتَصَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا
ظُلِمُوا وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ ۞
«القرآن الكريم سورة الشعراء :٢٢٧-٢٢٤»
Catatan Tambahan:
[0] Judul Surely You're Joking, Mrs. Ilmy!:
Adventures with a Curious Leader ditiru judul buku autobiography Richard
Phillips Feynman Surely You're Joking, Mr. Feynman!: Adventures of a Curious
Character yang diterbitkan pada 1985. Buku ini berhasil membuka gelombang
protes terhadap Feynman terkait sikap fisikawan paling mbandel ini terhadap
perempuan. Feynman dianggap bersikap diskriminatif lantaran dirinya memandang
bahwa martabat lelaki lebih tinggi ketimbang perempuan. [lihat]
[1] Kata ‘special’ kupakai di sini untuk meniru
kalimat pembuka di paragraf penutup dalam catatan Ilmy yang berjudul My
Journey. [lihat]
[2] Selain menjadi debut pertemuan dengan Ilmy, Ahad
Kliwon merupakan hari pernikahannya. Dua pertemuan terakhir antara kami juga semuanya
terjadi pada Ahad Kliwon (27 Maret 2015 & 27 Desember 2015).
[3] Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Godly nationalism. Kirana
Azalea, 10 Desember. [lihat]
[4] Kutipan ini merupakan ungkapan dari Stephen King
dalam buku nonfiksiknya On Writing: A Memoir of the Craft (Desember
1999) yang ditulis oleh Clara Ng sebagai cara mengapresiasi peran tim editor
buku fiksinya Dimsum Terakhir (cetakan pertama April 2006/versi saya
cetakan keempat Mei 2012). Profil Clara Ng lihat di sini.
[5] Peristiwa lain yang terjadi pada 15 Februari ialah
pernikahan Ilmy, tepatnya 15 Februari 2015.
[7] Kata ‘cendekia’ lebih dipilih daripada ‘pandai’ berdasarkan
penjelasan dari Remy Sylado dalam makalahnya yang berjudul Ngeri Jadi Orang
Indonesia. Makalah disampaikan oleh Remy pada Mimbar Selasar: “Menggugat
Indonesia” diadakan di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung 27 Januari 2017. [lihat].
Kata ‘cendekia’ juga digunakan oleh Google Scholar untuk mengalihbahasakan Scholar
dalam bahasa Indonesia.
[8] Frasa ‘segenggam
kekuasaan’ diambil dari larik lirik lagu Bukan Rahasia dari album Cintailah
Cinta dari DEWA yang dirilis pada 5 April 2002. [lihat]
[10] Perkataan ‘mata yang cinta akan tumpul terhadap
semau cela’ dialihbahasakan dari perkataan berbahasa Arab, ‘وعينُ الرِّضا عن كلَّ عيبٍ
كليلة’. Perkataan ini tertulis dalam bagian akhir volume kedua Ulasan
ash-Shawi terhadap Tafsir Jalalain (حاشية الصاوي على تفسير
الجلالين) yang berisi harapan penulis agar pembaca harus kristis membaca
karyanya. Sayang penulis bukunya tak menyebut nama penyusun perkataan tersebut,
perlu dikritisi~eaakkk.
[10] Sefira, Meyda. (2017).
Rindu ayah ibu. Dalam Sefira, Meyda dan Hayati, Lutfi, Harmoni semesta,
hlm. 38. Jakarta Pusat: Elex Media Komputindo, 27 Maret. [lihat]
Godly
Nationalism [foto pribadi]
|