— high off my love stars are blind
Paris Whitney Hilton merupakan sosok yang amat tak mujur mendapatkan nama
yang disandangkan padanya serta garis keturunannya. Dua personalitas ini sudah
menjadikan Paris berada di bawah bayang-bayang kebesaran yang sudah lebih dulu
ada sebelum kehadirannya.
Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama
kota yang sangat terkenal sekaligus ibu kota negara Prancis. Hilton, nama
belakang yang diturunkan dari keluarganya, sudah terlanjur menjadi brand
sendiri sesudah Conrad Nicholson Hilton, buyut Paris, membangun rantai hotel
papan atas dunia. Whitney sendiri lebih lekat pada sosok Whitney Elizabeth
Houston, penghibur bahadur yang meninggal 11 Februari 2012 silam.
Dari garis keturunannya malah lebih tak beruntung lagi. Paris lahir dari keluarga kaya,
sederhana, dan bahagia. Keberhasilan buyutnya dalam berwiraswasta menjadikan
keluarga Hilton hidup di atas garis sejahtera. Tak sulit bagi keluarga Hilton
untuk piknik ke beragam tempat di planet Bumi. Selain banyak negeri sudah
ditanami rantai hotel yang mereka miliki sehingga bisa menjadi tempat istirahat
gratis, biaya perjalanan pun tak membikin kas rumah tangga mereka terkikis.
Perlu perjuangan sungguh-sungguh agar dia bisa melakoni kesehariannya dan
dikenal sebagai Paris Whitney Hilton. Bukan dikenal sebagai bagian dari
keluarga Hilton, bukan lagi orang yang sekedar ngalap berkah pada kata
Paris, Whitney, dan Hilton.
Kini orang bisa melihat dan mengenal Paris Hilton sebagai Paris Hilton,
walakin tetap masih saja ada orang yang mencibir dia mujur lahir dari keluarga
Hilton. Wajarlah, mata yang penuh kecewa hanya akan memandang
segala yang nista. Wajar juga jika saya yang memiliki
personalitas sebagai pecinta Paris Hilton ini tampak nyaris mengabaikan sisi
suram darinya. Mata yang penuh cinta selalu tumpul dari segala cela.
Saya sangat mencintai perempuan kelahiran New York City pada 17 Februari
1981 sejak lama. Buat saya, Paris adalah sosok yang pantas dicintai, seorang
panutan yang patut dianut. Rasa cinta padanya tak pernah sirna hingga saat ini.
Didikan Keras Saat Anak-Anak
Paris lahir dari rahim Kathy Richards (Kathleen Elizabeth Avanzino,
kemudian Richards), penghibur anak-anak dan saudari dari bintang Beverly Hills,
Kyle dan Kim Richards. Paris merupakan sulung pasangan Kathy dan Richard Howard
Hilton. lelaki yang biasa disapa Rick merupakan anak dari William Barron
Hilton, anak sekaligus pewaris Conrad Hilton.
Sepanjang masa kecilnya, Paris hidup bolak-balik antara California dan
Manhattan. Kini Paris memiliki rumah di dua tempat tersebut. Hanya saja tempat
tinggalnya di Manhattan cenderung menjadi ‘museum’ Paris sebagai ikon Amerika
Serikat ketimbang rumah pribadi. Di dinding apartemen ‘museum’
tersebut, ditaruh foto paparazzi serta beberapa lukisan tentang Paris.
Botol parfumnya sendiri ditata di rak, dilengkapi dengan beragam barang lainnya
terkait Paris menghiasi ruangan tersebut. Wajar-wajar saja baginya menata
seperti ini. Dia juga seorang yang suka menata sendiri dengan rapi dan rinci.
Paris terlahir untuk menjadi sebuah brand. Bahkan tanpa brand
Paris Hilton pun dia sudah dibayangi brand Hilton. Walau begitu, sejak
kecil Paris dididik dengan keras agar tak ‘makan’ uang keluarganya. Rick dan
Kathy ingin anak-anaknya bisa hidup mandiri sejak dini. Semasa anak-anak, Paris mendapatkan banyak tekanan
untuk diharapkan berbuat lebih besar melampaui capaian keluarganya. Keluarga
ingin dirinya bisa dibanggakan keluarga, bukan seorang yang hanya puas
membanggakan keluarga.
Nicholai Olivia Hilton, adik kandung sekaligus sahabat intim yang kini
bersandang nama Nicky Rothschild, mengungkapkan bahwa Paris selalu tertarik
dengan perusahaan bapak serta cara kerjanya. Nicky
merekam dengan bagus masa kecil Paris yang rajin nginthili bapaknya
ketika bekerja, terutama di perusahaannya Hilton & Hyland.
Kebiasaan tersebut membikin Paris melihat bapak dan kakeknya sebagai mentor
alih-alih sekedar bagian keluarga. Nicky juga menuturkan Paris muda
sangat berbeda daripada Paris sekarang. Sepanjang bersama kakaknya sejak balita
hingga remaja, Nicky selalu melihat Paris sangat maskulin dan jauh dari kesan
feminin.
Paris kecil sangat membenci warna merah jambu yang identik dengan perempuan
serta lebih gemar bermain dengan binatang ketimbang boneka. Saat sekolah di Los
Angeles bahkan dia memiliki banyak binatang peliharaan, seperti reptil, anjing,
hingga musang. Kegemaran bermain dengan binatang memberinya hasrat
untuk menjadi dokter binatang.
Nicole Vorias, produser musim pertama The Simple Life, mengenang
Paris kerap bercerita binatang peliharaannya. Vorias menyebut Paris yang
memiliki ular, kura-kura, tikus, dan beragam macam binatang lainnya ini seperti
Michael Jackson.
Meski berkepribadian maskulin, untuk keperluan membeli binatang peliharaan,
Paris bertingkah sangat manja dengan menirukan suara bayi biar dibelikan
bapaknya. Tiruan suara bayi ini disadari Paris sejak masih balita dan terus
dikembangkannya hingga anak-anak. Nicky sering kesal pada kakaknya
yang mendadak tampak manis dan manja ketika menginginkan sesuatu. Seiring
waktu, Rick mulai menyadari kelakuan Paris ini dan berhenti membelikannya
binatang peliharaan. Sejak saat itu, Paris mulai menabung uang jajan untuk
melampiaskan hasrat membeli sendiri binatang peliharaan.
Untuk melatihkan kemandirian sejak dini, orangtuanya membelikan rumah di
Bel Air yang di tempatinya sendiri tanpa bersama orangtua. Orangtuanya
membelikan rumah yang semula milik bintang Charlie’s Angel, Jacqueline Smith,
yang ditinggali Paris bersama binatang peliharaan kesukaannya.
Nicky, yang sempat beberapa saat bersama Paris di sana, mengenang
saat-saat di rumah tersebut. Paris melakoni keseharian di tengah
kebersamaan dengan chinchilla, tikus, mencit, marmut, bahkan kambing. Hanya saja kambing tersebut ditaruh di tempat agak
jauh dari rumah. Pilihan ini dilakukannya agar tak ketahuan orangtua yang
kadang mengunjunginya. Rumah tersebut belakangan menginspirasi Paris untuk
membangun rumah anjing di halaman belakang rumahnya di Beverly Hills.
Fearless Berkurang, Kenes Menjulang
Nicky berpisah dalam ruang dengan Paris ketika kakaknya tersebut beranjak
remaja. Paris tinggal di California sementara Nicky tinggal di Manhattan. Pada
saat-saat tertentu, seperti biasa dilakukan liyan, Nicky nyambangi
Paris. Nicky mulai menemukan Paris remaja tampak sangat
berbeda dengan Paris anak-anak. Adik Paris tersebut mengungkapkan bahwa
kakaknya kemudian menjadi gadis ‘California’.
Nicky mengenang dalam salah satu kunjungannya, Paris hendak membawanya ke
klub malam, namun dia khawatir penjaga akan menolaknya lantaran masih di bawah
umur. Paris yang ngebet mengajak adik kandung dan
sahabat intimnya ini lalu menata badan Nicky. Garis matanya diberi eyeliner
hitam, rokok yang tak dinyalakan ditaruh di tangan, dan dilengkapi asesoris
kaca mata. Supaya tak ketahuan masih di bawah umur, Paris meminta Nicky tak
usah bicara. Paris meminta Nicky agar bersamanya saja, ikut serta seperti
pengunjung lainnya, dan pura-pura merokok.
California mengubah pilihan pementasan keseharian Paris yang mulai
membiasakan diri bertingkah dengan kepribadian berbeda bahkan kosok bali dari
aslinya dalam keadaan tertentu. Tingkah ini biasa dilakukan untuk mendapatkan
‘sesuatu’ dari lelaki, salah satu caranya ialah bertingkah lazimnya perempuan
feminin (cenderung kenes).
Paris banyak mempelajari karakteristik feminin seperti ditulis
eksistensialis Perancis, Simone de Beauvoir, dan kemudian berperilaku feminin.
Pementasan gender ini, seperti disebut oleh
teoretis feminis Judith Butler, selama bertahun-tahun berhasil membikin lelaki
luluh untuk menuruti keinginan perempuan. Paris menyadari dengan cara ini dia
bisa mudah mengendalikan keadaan, seperti meredam kemarahan lelaki padanya.
Penampilan dan jam malam yang berubah tak membikin kepribadian Paris
berubah seluruhnya. Perilaku kesehariannya masih seperti sebelum remaja. Paris
gemar memeragakan kesan feminin cenderung kenes saat di California walakin
kembali menjadi maskulin cenderung fearless ketika di Manhattan.
Sesudah melakoni keseharian di California, dia kembali ke Manhattan
melanjutkan sekolah menengahnya. Di Manhattan, kegemaran memelihara binatang
peliharaan semakin menjadi-jadi. Tak cuma menemani di rumah, bahkan bintang
peliharaan di bawa pula ke sekolah. Kebiasaan membawa binatang peliharaan tak
hanya sekali dilakoni. Paris sering mengajak sahabat intimnya, Casey Johnson,
sebagai teman pembawa bintanag peliharaan ke sekolah. Keduanya rajin sama-sama
membawa musang dengan dimasukkan ke dalam ransel.
Suasana California membuat Paris menyadari bahwa sisi feminin asik untuk
dielaborasi. Terlebih dia mendapat anugerah menirukan suara bayi. Hal ini
membuatnya berkembang dengan dua sisi yang hampir seimbang, maskulin dan
feminin. California juga membuatnya gemar bermain ke klub malam.
“I act, like, kind of childlike sometimes,
it is a fantasy,” terang
perempuan manis ini.
Fantasi Mulai Menginvasi
Fantasi yang seakan menjadi kebutuhan masyarakat urban mulai menginvasi
kehidupan Paris. Tahun 1999, New York Post mulai tertarik dengan pesona kehidupan malam dari
Paris dan Nicky. Salah satu artikel di tabloid tersebut mengulas ringkas
tentang Paris sebagai gadis pewaris Hilton paling menarik.
Dalam artikel New York Post yang terbit
pada 15 Oktober 2000, Paris disebut sebagai peragawati paruh waktu dengan gaya
berbusaha celana mengkilap. Sementara Nicky disebut sebagai remaja 16 tahun
yang terlihat seperti perempuan 30 tahun yang gemar terlihat minum sampanye dan
merokok di klub malam.
Terbitan tersebut mempromosikan keduanya untuk menggelinjang sebagai
penghibur. Paris dan Nicky kemudian berpose di majalah Vanity Fair. Keduanya dipotret oleh
David LaChapelle pada September 2000. Nicky mengenakan gaun hitam-putih dan
Paris mengenakan celana pendek dan jaket perak tanpa bagian atas.
Media massa kembali menginvasi Paris dengan menulis tentangnya sebanyak
sembilan kali sepanjang 1999 hingga 2000 dan menerbitkan tujuh belas kisah
tentang Paris pada tahun 2001. Dalam salah satu artikel, Paris digambarkan
sebagai perempuan nakal, bodoh, dan vulgar. Artikel
tersebut melukis Paris sebagai sosok tanpa muruah dan membikin nama keluarganya
menjadi rendah dengan beragam tindakannya.
Ungkapan pandir tak membikin Paris langsir. Dia malah mulai memahami bahwa
sisi feminin bisa dimanfaatkan sebagai bisnis. Peluang
tersebut benar-benar dimanfaatkan Paris. Perlahan malar dia menjadi pemeran
utama dalam tabloid lokal. Semua orang berbicara tentang dirinya hingga ingin
Paris dan Nicky datang ke pesta mereka. Promotor pesta bahkan mulai berani
membayar penampilan Paris dan Nicky. Nicky, yang selalu lugu hatta menjadi
ibu, bingung dengan hal ini. Dia tak percaya bahwa ada kerumunan orang yang mau
membayar mereka hanya dengan kehadiran mereka.
California jilid Dua
Sesudah lulus sekolah menangah, Paris kembali ke California. Paris kembali
ke California saat bertepatan dengan masa-masa industri hiburan sedang memulai
pembaruan. Banyak brand baru berhasil mentas pada masa itu, seperti
Linkin Park dan Britney
Spears.
Kesadaran akan daya tarik yang dimiliki membikin Paris berhasrat ikut
serta. Dia segera berusaha menggunakan pesonanya untuk mengambil alih perhatian
Hollywood dan media nasional. Paris memahami dirinya sendiri juga keadaan
lingkungan yang ditempati.
Perjumpaan Paris dengan Nicole Vorias adalah keberuntungan yang banyak
mengubah keseharian serta menggubah kenangan bagi keduanya. Vorias saat itu
merupakan eksekutif pengembangan sebuah perusahaan. Sementara Paris saat itu
mulai banyak tampil di media massa bahkan sempat membintangi beberapa film.
FOX Broadcasting Company memberikan tawaran pada Paris untuk membintangi
versi reality televisi dari sitcom (komedi situasi) Green Acress
pada tahun 2003. Paris menerima tawaran tersebut untuk membintangi musim
pertama. Bunim/Murray Productions, perusahaan produksi bagian
dari The Real World menjadi produser pelaksana acara tersebut.
Dari sinilah kerja sama Paris bersama Vorias bermula. Keduanya bahu membahu
menggelinjangkan tayangan hiburan bertajuk The Simple Life. Paris,
manajemennya, maupun FOX tak terlampau berekspektasi dengan keberhasilan The
Simple Life. Saat itu Survivor baru saja menjadi seri megahit reality
series di beberapa jaringan televisi.
The Real World memang sudah menguasai panggung MTV lebih dari satu dekade,
walakin acara berbau reality belum terlampau menarik di pasaran Amerika
Serikat. Hanya saja, Paris tahu diri dia bisa menggunakan tayangan ini sebagai
batu loncatan mulai lepas dari bayang-bayang keluarga.
Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri, tak hanya menerima arahan tim yang bekerja dengannya.
Sejak memula gelinjangan sebagai penghibur, Paris selalu melibatkan diri dalam kerja
sama tim yang padu. Dia ikut dalam perancangan, pelaksanaan, hingga pemasaran.
Hal ini memberinya pengalaman dalam mengelola brand.
Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri pada jalan yang dilalui untuk
menjadikannya sebagai ‘sesuatu’. Dia memanfaatkan anugerah ‘suara bayi’-nya
untuk menjadi satu pementasan untuk umum melalui tayangan The Simple Life.
Tayangan ini merupakan satu gambaran idealis (berdasarkan gagasan) melakoni
keseharian yang sumringah tanpa melacurkan muruah.
Di awal kariernya, Paris mengesankan dirinya sebagai sosok ‘hyper-feminin’
yang cenderung kelewat kenes. Dia memahami dengan bagus kecenderungan
khalayak yang mulai lebih perhatian pada kesan yang diperagakan ketimbang
kepribadian. Saat itu dia juga menyusun kalimat, “Paris talk and the
ditziness”, yang kemudian menjadi satu ungkapan terkenal.
Paris mengerti bahwa selain memiliki makna, kata juga memiliki nuansa.
Ungkapan “That’s hot” misalnya, pada saat dan dengan cara tertentu,
ungkapan seperti ini memberi nuansa rasa tersendiri. Hanya saja banyak orang
terlampau berpikiran cemar dengan pementasan kesan hyper-feminin seperti
dilakukan Paris.
Meskipun The Simple Life dirancang sebagai tayangan reality
untuk mengambil alih perhatian jaringan televisi dan tabloid, program ini
berbeda dari kebanyakan reality show. Misalnya
dibanding rancangan Keeping Up yang dibintangi oleh Kim Kardashian,
menggunakan alur cerita eksploitasi tabloid bintang untuk menunjukkan mereka
adalah sosok papan atas, The Simple Life justru di-set-up untuk
menunjukkan Paris bertingkah konyol. Jika Keeping Up adalah tayangan
tentang pengaruh ketenaran terhadap keluarga, The Simple Life adalah
tayangan tentang pertentangan kelas sosial.
Paris gemar beganti penampilan. Mulai dari gadis party yang sensual
hingga mamah muda yang anggun. Ketika berada di Ibiza, dia kerap
berpenampilan laiknya Barbie. Tapi ketika berada dalam acara resmi, dia tampil
santun dengan gaun tertutup. Tergantung situasinya saja.
Paris mengerti kepantasan penampilan, di tempat privat maupun publik.
Pengertian ini membuatnya tak melulu memeragakan fantasi tiruan suara bayi.
Manipulasi suara asli, selain diperagakan dalam industri hiburan, hanya sesekali
dipentaskan saat bersama teman-teman.
Paris bukan orang pertama yang memeragakan manipulasi suara asli mereka.
Contoh paling bagus adalah Michael Jackson, penghibur yang sangat dikagumi
Paris sekaligus sahabat ibunya sejak remaja. Jackson
berhasil memanipulasi suaranya hingga terdengar khas ketika sedang mentas.
Sementara untuk kesehariannya, suaranya bisa menjadi amat berbeda. Bedanya
kalau Michael Jackson melakukannya kemudian menjadi The King semasa Bush
Sr., Paris melakukannya kemudian menjadi The Queen sejak zaman Bush Jr.
Tiga belas juta penonton menyaksikan tayangan The Simple Life pada
Desember 2003. Sebagai perbandingan, jumlah penonton terbanyak untuk episode Keeping
Up hanyalah 4,8 juta saja.
“It's nice to inspire people,” ungkap Paris pada Yahoo Style ketika ditanya
tentang Kim Kardashian, bintang utama Keeping Up.
Pada tahun 2004, Paris menjadi orang paling diincar media massa. Namanya
sejajar dengan sahabat intimnya, Britney Spears. Apresiasi ini memberinya
semangat berlipat untuk terus riang menggelinjang menekuni industri. Nama Paris
Hilton mulai dipakai sebagai brand yang dikelolanya.
Merambah Ranah Kasidah
Suaranya yang khas membuatnya yakin diri merambah ranah musik Berbekal
suara khas serta nama yang sudah dikenal luas, Paris pun merilis langgam
tunggal berjudul Stars are Blind. Langgam tunggal ini menginspirasi
Lady Gaga yang saat itu masih menjadi pengisi suara dalam album Britney Spears
untuk tampil sebagai penyanyi solo. Wajar kalau Lady Gaga masih memendam impian
untuk berpadu bersama Paris dalam melantunkan langgam. Beberapa waktu kemudian,
langgam tunggal tersebut disusuli dengan perilisan album penuh berjudul PARIS.
Tahun 2006 adalah masa-masa ketika Paris pantas menikah, namun dia tak
buru-buru melakukan itu. Pada saat perempuan seusianya sibuk mencari atau
menanti pinangan suami atau hidup dari kekayaan keluarga, dia fokus pada
pekerjaan dan mulai membangun keraton bisnisnya sendiri. Paris tak hendak menjejak
Nicky dan Britney yang memulai kehidupan berkeluarga dan berumah tangga pada
masa-masa tersebut dengan terus berjuang untuk bisa mendapatkan segala yang
diinginkan sekaligus memberikan rasa bahagia pada keluarganya.
Paris hanya ingin kelahirannya tak menyulitkan liyan dan tak ingin
dirinya terus dibayangi kebesaran keluarganya. Dia hanya ingin mapan sebagai
dirinya sendiri, yang membahagiakan liyan
terutama orangtuanya.
“I like being able to get whatever I want, when I
want. I don't think I would feel as happy if I was just accepting things from
my family. You don't feel like you've worked for it, and it just doesn't feel
as good.” Terangnya
Paris berhasil dengan kecerdasannya dalam memanipulasi suara. Suara bisa
menjadi salah satu perantara untuk memahami kepribadian seseorang. Suara Avril
Lavigne dan Britney misalnya. Ketika kita mendengarkan suara Avril Lavigne
dalam Sk8er Boi, kita seakan terbujuk untuk menyebut kalau Avril adalah
seorang yang mbeling. Sementara suara Britney Spears dalam Toxic bisa
merangsang kita untuk menyebutnya perempuan penggoda. Suara bayi sendiri terkesan
muda, polos, dan halus. Hampir semua orang menyukai bayi bukan?
Semat sampah masyarakat diterima Paris saat memulai karier sebagai
penghibur. Banyak warga Los Angeles mengernitkan dahi menyaksikan kesan yang
dipentaskan oleh Paris. Mereka menyebut sulung pasangan Kathy dan Rick ini
hanya memanfaatkan ketenaran nama dan gelimangan harta.
The Simple Life, satu sisi
melimpah berkah. Acara yang bisa menjadi batu loncatan Paris untuk mewujudkan
impiannya untuk membanggakan sekaligus lepas dari bayang-bayang nama besar
keluarganya. Di sisi lain, The Simple Life mencederai namanya. Sesudah The
Simple Life menjadi hit, banyak orang tak ingin bekerja dengan Paris.
Paris, selain menerima semat sebagai sampah masyarakat, juga bisa membikin
orang lain seolah menjadi sampah. Dia laiknya air keruh yang ketika setetes
saja mencampuri air bening, air bening itu tak lagi bening. Lindsay Dee Lohan
sempat mengalami peristiwa ini.
Ketika Lindsay kedapatan berpesta bersama Paris, sontak dia menerima
hantaman telak. Lindsay yang sudah dikenal sebagai penghibur papan atas kala
itu, disebut telah jatuh ke dasar jurang hingga harus kembali berjuang. Perkara
ini dituturkan tertulis oleh Nancy Jo Sales dan terbit melalui Vanity Fair.
Nancy jugalah orang yang menulis profil Paris untuk majalah tersebut pada tahun 2000.
Riak risakan tak mengenakkan perasaan yang terus menghentak dari khalayak
tak membikin Paris langsir tergeletak. Justru kehadiran dan bertahannya Paris
sebagai penghibur membikin penghibur lawas papan atas mulai terkoyak. Selain
ada yang merasa terhibur dengan The Simple Life, cacian yang disematkan
pun ikut serta mempromosikan tayangan ini.
The Simple Life menjadi
pemantik program reality show yang muncul belakangan. The Hills, Real
Housewives, Moms Dance, dan Honey Boo Boo, adalah beberapa
contohnya. Paris seakan menikam jejak Oprah Winfrey yang memantik semangat
untuk merancang acara talk show.
Keberhasilan The Simple Life membikin beberapa orang terabaikan
bergairah kembali ke permukaan. Mereka ingin bertemu dengan Paris, bekerja sama
dengannya, dan berkembang bersama-sama. Saat sebagian orang melihat Paris
dengan rasa tak senang, sebagian orang melihat bahwa Paris datang membawa
peluang.
Vorias menjadi salah satu orang yang bahagia akan kedatangan Paris. Dia
merasakan dampak dahsyatnya. Kalau sebelumnya Vorias harus bersusah payah
mencari orang untuk bekerja sama dengannya, sesudah bersama Paris, dia justru
kerap diajak kerja sama orang lain. Banyak orang datang membawa gagasan
mengunjunginya secara berantai.
Membentuk Kesan, Memengaruhi Dunia Hiburan
Paris membentuk sebuah kesan yang memengaruhi dunia hiburan melalui
tayangan The Simple Life. Kesan tak sekedar merek dagang, desain,
slogan, atau gambaran yang mudah diingat belaka. Kesan merupakan sesuatu yang
sengaja dibentuk untuk mengikat yang di-‘kesan’-kan dengan sasaran.
Paris pintar memanfaatkan setiap keadaan yang terjadi padanya untuk
membentuk kesannya. perempuan kelahiran 17 Februari 1981 terampil dalam melakukan
pencitraan. Misalnya dalam satu peristiwa ketika dia sedang jalan-jalan di Robertson Boulevard.
Beberapa orang datang melemparinya dengan beragam pertanyaan yang hampir
semuanya tak digubris Paris hingga dia mendengar satu pertanyaan yang ‘bagus’
untuk dijawab.
“Siapa nama anjingmu?” Tanya salah seorang.
Paris lalu tersenyum, menarik nafas sejenak, dan
dengan nyelekit-nya dia menirukan suara bayi untuk menjawab pertanyaan
itu dengan, “Marilyn Monroe.”
Selanjutnya, Paris hanya diam saja. Melanjutkan jalan-jalan dan bertingkah
jual mahal pada kerumuman. Setelah berhenti sejenak untuk di-jeprat-jepret,
Paris bergegas masuk ke dalam mobil kemudian memutar Piece of Me-nya
Britney Spears dengan suara kencang, lalu pergi begitu saja.
Paris menjadi terkenal dengan gaya berbusana mewahnya. Dia merupakan salah
satu sosok yang memberikan terobosan jitu dalam sejarah Hollywood, namun hanya
sedikit orang melihatnya di tahun-tahun awal kariernya.
Nancy Jo Sales, melalui bukunya The Bling Ring, memosisikan Paris sebagai simbol individualis yang
merusak tatanan sosial sepanjang dekade 2000-an. Dalam salah satu bagian, Nancy
menulis keprihatinan atas fenomena ketika orangtua yang kaya raya menghabiskan
banyak uang untuk mendongkrak gengsi hingga membiayai pesta ulang tahun
anaknya.
Newsweek menerbitkan
berita utama berjudul Girls Gone Bad: Celebs
and Kids pada 02 November 2007. Dalam artikel tersebut, Paris digambarkan
sebagai sosok sangat cemar. Artikel itu sendiri mengulas tentang anak-anak yang
dibombardir dengan gambar vulgar dan jorok. Kathleen
Deveny, penulis artikel tersebut, dengan nuansa paranoid menulis, “Apakah kita
membesarkan generasi Los Angeles yang oleh ibu-ibu disebut sebagai prosti-tots,
gadis-gadis berpakaian seperti kue tar, dan hidup dengan gaya mewah?”
Celaan tersebut mengabaikan berbagai usaha membantu liyan yang
dilakukan Paris. Sepanjang menjalani keseharian, Paris telah menjadi relawan
untuk beberapa badan sosial, terutama yang bertujuan membantu perempuan dan
anak-anak.
Melalui Paris DJed, Paris menyalurkan bantuan untuk anak-anak kurang mampu.
Dia juga ikut serta dalam India School Project, sebuah organisasi yang
menyediakan akses mudah ke sekolah bagi anak-anak dan membiayai program
pemberdayaan perempuan di India. Paris juga membangun sekolah.
Membentuk satu kelompok mandiri dengan merancang ‘program ayam’. Program ini
dirancang dengan memberikan modal ayam untuk dikembangbiakkan, lalu dari
hasilnya ini digunakan untuk membantu anak-anak maupun memberikan bayaran pada
para guru.
“I feel that I have been so blessed in life that it is
my duty to give back. I love being a philanthropist and shining light on causes
I believe in. It is such a wonderful feeling to help others. There is nothing
more rewarding than giving back and making a difference in the world to those
in need.” tutur perempuan pirang periang ini.
Paris memasuki industri hiburan sebelum masa media sosial meriak
keseharian. Pada masa untuk bisa tampil di media massa masih sulit, dia justru
menarik media massa untuk terus mengikutinya. Pengalaman tersebut membuatnya
akrab dengan beragam pujian serta cacian. Walau demikian, segala pujian dan
sanjungan tak membuatnya melayang, seperti halnya hinaan dan caci maki tak
membuatnya kehilangan nyali.
“I really don't care what people think about me,” ungkap Paris.
Baginya, caci maki serasa seperti puji, sementara pujian hanya suara
sumbang terdengar merdu. Badai yang datang dia hadapi seolah hanya hujan. Terik
matahari terasa sejuk saja. Tak ada masalah yang membikinnya depresi dan
frustasi seperti pernah dialami Britney. Semua demi menjadi anak yang bisa
dibanggakan oleh orangtuanya tanpa melukai nurani manusia lainnya.
“I like being able to get whatever I want, when I
want. I don't think I would feel as happy if I was just accepting things from
my family. You don't feel like you've worked for it, and it just doesn't feel
as good.” ungkapnya.
Nicky menyebut Paris sebagai sosok mujtahid [مجتهد] dan mujaddid
[مجدد],
penjebol pakem lawas serta pencetus pakem baru. Paris bukannya tak pernah mengikuti
pakem yang berlaku, hanya saja dia tak sekedar mengadopsi walakin mengadapatasi
untuk dikembangkan sendiri.
“[Paris] is a rule breaker. She doesn't follow the
rules,” terang Nicky mengagumi kakak dan
sahabat intimnya.
Sebagai penjebol pakem, tak sedikit menyebut Paris sebagai sosok genius.
Dengan jiwa empati yang membuatnya ikut serta merasakan rasa manusia lainnya,
banyak kaum homoseksualitas memuji Paris sebagai pelopor yang radikal. Paris dengan perasaan biasa-biasa saja ikut serta
dalam pesta mereka di Lower East Side dan Bushwick (keduanya di Manhattan)
dengan menjadi DJ. Dengan santai dia memainkan lagunya Stars are Blind
di antara lagu-lagu punk-dance seperti Deceptacon-nya Le Tigre.
Paris melalui masa ketika dirinya dirisak dengan beragam cacian dan sikap
kebencian yang dialamatkan padanya. Dia menjalani kesehariannya selepas kepala
dua sebagai sosok antagonis bagi kaum moralis, intelektual, dan religius.
Secarik Lubang di Ruang Rasa
Paris nyaris lebih karib dengan pandangan negatif alih-alih positif. Walau
demikian, keberhasilannya dalam membangun keraton bisnis sendiri, menjalani
keseharian selaras nuraninya sendiri, lepas dari bayang-bayang keluarga, adalah
catatan bahwa Paris merupakan sosok mengagumkan.
Hanya saja untuk urusan asmara, Paris belum menunjukkan tanda-tanda ingin
menikah maupun segera memiliki keturunan. Dia sering tertangkap oleh paparazzi
ketika kencan dengan beberapa lelaki, namun belum sekalipun dia mengungkapkan
keinginannya memula keseharian berkeluarga dan berumah tangga.
Bahkan Paris rela dilangkahi oleh Nicky yang kini sudah menjadi ibu.
Keengganannya untuk segera menikah kosok bali dengan Kim Kardashian. Kim, bekas
asisten paling taat Paris, segera menikah sejenak setelah menjadi terkenal.
Sebagian orang memuji kelihaian Kim dalam menikam jejak Paris sepanjang
berkarier. Peniruan memang pujian abadi paling luhur nan dalam.
Hubungan Paris dan Kim semula sangat erat. Hanya saja secara misterius,
keduanya kini dianggap terlibat perang dingin. Sebagian menganggap bahwa Paris jealous
saja pada keberhasilan Kim. Hanya saja ungkapan ini rasanya tak memiliki alasan
kuat. Bukankah Paris masih merawat hubungan intimnya dengan Britney yang
notabene sangat digandrungi banyak orang?
Kim boleh saja kini memiliki tingkat keterkenalan yang seolah melampaui
Paris, namun sejak awal berkarier Paris sudah memiliki pandangan jauh ke depan.
Tanpa melanjutkan penampilannya di dunia hiburan, Paris masih bisa menjalani
keseharian seperti biasanya. Di planet Bumi, sepertinya batu kali memang lebih
melimpah ketimbang intan.
Paris sendiri lebih memilih mengerahkan segala daya dan upaya untuk
membangun keratonnya alih-alih mendapatkan keterkenalan. Dia berhasil
mendirikan toko fesyen, parfum, dan kerap menjadi DJ. Kebiasaan menabung saat masih anak-anak terus
diamalkan hingga melampaui kepala tiga. Menambang uang saat menjadi penghibur
menjadi sebagian caranya untuk membangun keraton hingga berdiri kukuh. Banyak
tempat sudah ditanami dengan rantai bisnisnya menggunakan brand Paris
Hilton.
Paris selalu berkembang dalam banyak bidang, banyak ranah memang dia
rambah. Dia tak pernah berpuas diri dengan segala perjalanan yang ditempuh
sekaligus gemar berbagi kepada sesama makhluk Tuhan. Paris mewujudkan rasa
syukur pada Sang Hyang Widhi dengan
cara memaksimalkan segala anugerah yang diberikan-Nya padanya.
Rasa kesal pada media massa dan media sosial yang menggambarkan Paris
sebagai sosok picisan, bodoh, dan sampah cukup beralasan. Dia tak selalu
seperti yang orang lain ungkapkan dengan nada sumbang.
Boleh saja orang lain mencibir semua diraih Paris lantaran dia memiliki
modal dana yang bergelimang dari keluarganya. Namun bukankah Paris mulai
menapaki tangga keberhasilannya dengan modal tahu diri dan kecerdasan yang
dimiliki? Paris memang hanya modal dengkul (lutut), lantaran sebagian
manusia menyebut bahwa otaknya di dengkul.
Paris tahu bahwa ‘suara bayi’-nya bisa dijual sebagai modal awal. Paris
cerdas dalam membaca dan mengendalikan keadaan. Sejak saat itu, dia terus berkembang
‘merentangkan sayap mencengkeramkan cakar’-nya ke beragam penjuru planet Bumi.
Paris memberikan gagasan brilian untuk bisa bekerja dengan rasa riang tanpa
meninggalkan kewajiban yang diemban. Bangun pada pukul 5 pagi dan nomaden
hampir setiap hari dengan memadukan kerja, liburan, dan kegiatan sosial ke
dalam satu waktu 24 jam sehari dan 7 hari sepekan menjadi kebiasaan Paris.
Paris juga sangat menyukai kebersihan dan keindahan lingkungan, baik fisik atau
tak fisik, hingga tak merasa muruahnya turun saat dia membersihkan
lingkungannya sendiri.
Beragam kegiatan yang memaksa Paris untuk nomaden membuatnya memanfaatkan
fasilitas telepon seluler (ponsel). Empat buah iPhone selalu dibawa sebagai
pusat pengelolaan keraton. Sementara untuk pusat pengelolaan harian dalam
bentuk fisik ditempatkan di Beverly Hills.
Apa lagi yang hendak Paris lakukan ketika dia belum berkepala empat namun
sudah mencapai lebih dari kebanyakan orang lakukan seumur hidup? Dia menghentak
khalayak jauh sebelum brand seperti Google, Microsoft, Chelsea,
dan MotoGP menginvasi keseharian lingkungan.
Dengan ketenaran nama dan gelimangan harta yang kini dimiliki, Paris
tetaplah rendah hati. Dia terus mencintai orangtua, keluarga, sahabat, dan
gurunya. Walau menjadi sosok yang dikagumi banyak orang, Paris tak pernah
merasa beda, rendah atau tinggi dengan liyan.
Paris juga selalu bersemangat saat terlibat obrolan, membaca buku, serta
jalan-jalan. Sebagai role model, dia pun dengan apresiatif dan penuh
hormat menyebut beberapa sosok lain sebagai role model-nya, semisal
Madonna. Sikap apresiatif yang dimiliki Paris juga diwujudkan pada manusia yang
menahbiskan diri sebagai pengagum Paris. Kontak saja
melalui media sosialnya. ~ehe
References
Butler, J. (1988). Performative acts
and gender constitution: An essay in phenomenology and feminist theory. Theatre
journal, 40 (4), 519-531. [lihat]
Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E.
(2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New
York City. McGraw-Hill Companies. [lihat]
Gotthelf, M. (2000, 15 Oktober). Debutantes they ain’t hot young heiresses partying up a storm. New
York Post. [lihat].
Sales, N. J. (2013). The bling
ring: how a gang of fame-obsessed teens ripped off hollywood and shocked the
world. New York City: HarperCollins Publishers LLC. [lihat]
Yow, V.R. (2005). Recording oral
history a guide for the humanities and social sciences (2nd ed.). Walnut
Creek: Altamira Press. [lihat]