Author: Nong Darol Mahmada
April lalu, Irshad Manji berkunjung ke Indonesia. Kedatangannya ini dalam
rangka penerbitan bukunya dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat
Islam Saat Ini. Buku yang dalam bahasa Inggrisnya berjudul The Trouble with Islam Today: A Muslim’s
Call for Reform in Her Faith ini sudah diterjemahkan dalam 30 an bahasa di dunia. Karyanya ini mengguncang jagad
pemikiran keislaman dan dianggap mengancam para otoritas keislaman karena
gayanya yang blak-blakan tentang persoalan-persoalan Islam.
Hal ini diakui oleh Dr. Khaleel Mohammed, seorang Imam yang belajar Ilmu
Syari’ah di Muhamad bin Saud University Riyadh dan sekarang menjadi Professor
Islam di San Diego State University. Dia mengatakan dalam pengantar buku Irshad
Manji: The Trouble with Islam Today: A
Muslim’s Call for Reform in Her Faith bahwa semestinya dia membenci Irshad
Manji. Karena Manji telah mengancam posisi dia sebagai Imam lewat
pemikiran-pemikiran yang kritis tentang Islam. Bila umat Islam menerima
pemikiran Manji maka peran dia sebagai Imam yang mempunyai peran penting dalam
menggawangi dan merumuskan ajaran Islam, akan selesai dan tidak berguna lagi.
Selain itu, kata Mohammed, Manji juga mengancam posisinya sebagai laki-laki
karena Manji terang-terangan mengakui kalau dirinya adalah seorang lesbian,
yang menurutnya, status itu jelas-jelas dilaknat Allah.
Namun Mohammed buru-buru menyadari kalau ia tak sepatutnya membenci Manji.
Lewat proses kegelisahan yang cukup panjang akhirnya Mohammed mengakui kalau
apa yang dilakukan Manji selama ini lewat gebrakan pemikirannya yang selalu
mengajak umat Islam untuk bersikap terbuka, toleransi, mengkritik kalangan
Islam radikal, dan menentang penindasan, termasuk penindasan-penindasan yang
dirasionalisasikan oleh para imam, sheikh, mullah, professor dan siapapun
dengan berani berijtihad, adalah benar adanya.
Meski Mohammed menegaskan bahwa dia sendiri tak sepenuhnya setuju dengan
pemikiran Manji, namun karena ajaran Islam itu sangat menghargai kebebasan
berpikir maka usaha dan pemikiran Manji harus dipahami sebagai salah satu
bentuk ijtihad dirinya yang meski dipuji dan dihargai. Apalagi tindakan Manji
selama ini karena didasarkan pada ayat Alquran yang mengatakan: “Wahai orang-orang yang beriman! jadilah kamu penegak
keadilan, menjadi saksi Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap
ibu bapa dan kaum kerabatmu...” (Quran, 4:135)
Pada dasarnya Manji bukanlah berlatar belakang studi Islam. Tetapi ia mempunyai
riwayat hidup yang menarik dalam keluarganya yang mempengaruhi pemikiran dan
pilihan hidupnya. Sebagai seorang lesbian, ia tidak merasa “berdosa” atas
pilihan orientasi seksualnya meski ia tahu bahwa agamanya tidak memberi tempat
pada pilihannya itu. Pertanyaannya: jika Tuhan yang Maha Tahu dan Maha berkuasa
tidak ingin menjadikan aku seorang lesbian, kenapa Tuhan tidak menciptakan
orang lain untuk menggantikan posisiku? Bukankah Tuhan sangat bisa dengan
keMaha Kuasaanya menjadikanku untuk tidak menjadi seorang lesbian?
Manji menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas British Columbia
dalam bidang Sejarah Ide. Di tahun 1990, dia mendapatkan penghargaan Governor
General's Silver Medal untuk lulusan bidang kemanusiaan. Kemudian bekerja di
Parlemen Kanada menjadi asisten legislatif, sekretaris media di Pemerintah
Ontario dan menjadi penulis naskah pidato untuk pemimpin New Democratic Party.
Di usia 24 tahun, ia menjadi editor nasional untuk Ottawa Cittizen, dan menjadi anggota termuda sebagai editor di Canadian Daily. Ia juga menjadi host dan produser untuk beberapa acara
televisi dan memenangkan Gemini, penghargaan bergengsi televisi di Canada.
Tahun 2002, ia menjadi penulis di Hart House Universitas Toronto, dari sinilah
Manji mulai menulis buku The Trouble with
Islam Today yang membuatnya kontrovesial. Sekarang ia menetap di New York
dan memegang Moral Courage Project, sebuah lembaga non profit yang
diperuntukkan untuk pemberdayaan anak-anak muda seluruh dunia.
Dalam pencarian keislamannya, Manji menemukan banyak kesalahpahaman yang
terjadi di dalam umat Islam saat ini dalam memahami ajaran Islam yang
semestinya. Hal ini, menurut Manji, dikarenakan penafsiran Islam yang literer
dan dogmatis yang diajarkan oleh para imam dan otoritas keislaman lainnya.
Inilah yang membuat, istilah dia, The
Trouble with Islam today. Karena itu Manji berseru keras agar umat Islam
harus berani berijtihad, membuka & menafsirkan ajaran Islam kembali dengan
pemikirannya sendiri yang sesuai dengan konteks dan persoalan yang dihadapi
sekarang ini.
Sebagai seorang pemikir dan aktivis Islam, Manji sangat nyaring
menggaungkan pentingnya ijtihad di kalangan umat Islam saat ini. Meski Manji
bukanlah seorang sarjana muslim yang sengaja dan secara spesifik belajar
tentang Islam namun keberhasilan dia adalah dia telah dengan jujur dan berani
serta bersikap untuk mengungkapkan sesuatu yang salah yang dirasakan seorang
muslim tentang Islam yang “dipraktikkan” dalam masyarakat saat ini.
Karena itu, ia menyebut dirinya sebagai Muslim Refusenik. Identitas ini
bukan berarti ia menolak untuk menjadi muslim tapi ia menolak bergabung dengan
sebuah pasukan robot atas nama Allah, menentang penjajahan otoritas dan
pemahaman serta penafsiran Islam yang dominan sekarang ini yang disebarkan oleh
para mullah, imam, sheikh dan lain-lain. Islam yang menyebarkan kebencian
kepada yang lain, Islam yang menghalalkan kekerasan hanya karena berharap bertemu
bidadari dan masuk surga, Islam yang tidak ramah dengan perempuan untuk
melanggengkan patriarkhi, Islam yang menolak hak asasi manusia dan
sekulerasiasi untuk menegakkan teokrasi dan lain-lain.
Istilah Refusenik berasal dari kalangan Yahudi-Soviet yang memperjuangkan
kebebasan pribadi dan kebebasan beragama. Pemerintah Komunis saat itu menindas
dan menghalagi perjuangan dan hak mereka. Mereka menolak untuk pindah ke Israel
dan akhirnya dihukum berat bahkan ada yang dibunuh. Namun perjuangan mereka mendapatkan
kemenangan dengan tumbangnya kekuasaan Soviet.
Manji meyakini bahwa apa yang dilakukannya selama ini akan mendapatkan
hasilnya. Hal ini terbukti dengan karyanya telah diterbitkan dimana-mana dan
Manji pun diundang ke pelbagai belahan dunia. Ia berharap umat Islam tidak akan
terbelenggu lagi dengan pemahaman-pemahaman literer yang membuat Islam ini
terpuruk dan tidak beradab. Manji masih lantang bersuara sampai sekarang.
Sangat jarang menemukan orang yang berani seperti Manji di tengah
konstelasi umat Islam saat ini. Karena pemikirannya yang dianggap mengancam
itulah ia mendapat banyak cercaan dan ancaman termasuk diancam dibunuh dari
kalangan Islam yang tidak setuju dengannya. Bahkan The New York Times menyebut Manji sebagai “mimpi buruk Osama bin
Laden”. Namun Manji tidak takut mati karena ia punya keyakinan bahwa meski
raganya mati tapi gagasan dan pemikiran tetap akan hidup dan tetap diteruskan
oleh orang-orang yang setuju dengannya. Selamat datang Irshad Manji!
Note