— meneladani sisi kepemimpinan maryam
Ketika
saya ngobrol dengan Surotul Ilmiyah terkait Badan Semi
Otonom (BSO) SANTRI yang
salah satu hasilnya adalah memaksa saya memimpin SANTRI, perasaan bimbang antara yes or no masih menghantui. Mulanya Ilmy ingin saya bertahan di SANTRI, tak ikut
pensiun seperti peer saya yang lain. Namun ia segera meminta agar saya
yang melanjutkan posisi yang ditinggalkannya. Take it or leave it. “Kamu sudah jadi Plt-ku setengah
periode lho,” ungkapnya untuk meyakinkan. Belakangan saya memilih take it.
Sebelum
memutuskan take it, ialah saat masih bimbang, saya langsung menghubungi
Maryam Musfiroh untuk mengajaknya ikut serta kalau memutuskan take it.
Ia tak akan kaget kalau saya mengajaknya, tapi cukup kaget lantaran mengajaknya
mengelola SANTRI, lembaga yang bergerak di bidang jurnalistik. Maryam merasa
tak memiliki kemampuan di bidang jurnalistik, tapi di SANTRI ia saya tempatkan
pada posisi Bendahara Umum, yang tak mewajibkan kemampuan di bidang jurnalistik
sebagai syaratnya.
Maryam
memiliki sisi kepemimpinan yang jarang diperhatikan orang lain. She have
leadership ability. Hebatnya, dengan potensi memimpin yang ia miliki, ia
mau untuk dipimpin. Hal yang jarang dimiliki orang lain yang merasa memiliki
potensi memimpin. Maryam
memiliki kepercayaan dan kepedulian, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain.
Kepercayaan
pada diri sendiri membuatnya memiliki energi dan berani mengambil keputusan.
Kepercayaan pada orang lain membuatnya mau membangun komunikasi dengan orang
lain. Kepedulian pada diri sendiri melahirkan sikap enggan ketika mendapat job
yang memberatkannya. Sedangkan kepedulian pada orang lain melahirkan sikap
menyemangati orang lain ketika kehilangan semangat serta menjaga semangat yang
telah ada.
Satu hal
paling penting yang dimilikinya, ia memiliki karisma. Karisma inilah yang
menyebarkan aura kepawangan ke luar dirinya. Melalui aura kepawangan ini, ia
membuat orang di sekitarnya menjadi takluk padanya. Apa yang diinginkan Maryam
lebih sering terwujud daripada tak. Karisma ini masih belum saya pahami, entah
bawaan dari lahir atau didapatkan kemudian. Kalau saya bisa memastikan karisma
merupakan bawaan lahir atau didapatkan kemudian, jawaban pemimpin itu
dilahirkan atau dibentuk lingkungan bisa dijawab dengan penuh keyakinan. Yang
jelas, bagaimanapun jawabannya, karisma ini dimilikinya.
Melalui leadership
ability yang dimilikinya, Maryam turut berkarya. Karya tak hanya tertulis
tapi bisa juga tak tertulis. Karya Maryam, antara lain, ialah membentuk
kebersamaan intim dengan teman-teman Pendidikan Fisika di CSSMoRA UPI 2012.
Maryam mulai membangun “gang tanpa nama” dari nol. Ia mulai dengan
mengumpulkan, menjalin komunikasi individual kemudian komunal, hingga menjaga
kebersamaan. Apa yang dilakukannya sempat mendapat cibiran mulanya, dengan
dianggap mengganggu upaya pembentukan kebersamaan di CSSMoRA UPI khususnya
CSSMoRA UPI 2012. Tapi bakal menjadi karya berharga jika terus terawat
sepanjang hayat sambil berbuat untuk masyarakat.
Sebagai founder-nya,
ia terus merawat. Ia mulai merawat melalui kumpul rutin setiap pekan, hingga
ketika sudah tampak kuat, kumpul rutin menjadi ajang setiap semester. Keputusan
waktu dan tempat kumpul sepenuhnya ada padanya, yang lain tampak selalu iya
padanya. “Gang tanpa nama” ini isinya orang-orang keras kepala dan susah
dikendalikan. Namun ia bisa memimpinnya nyaris tanpa hambatan. Hebat bukan?
Apalagi kalau sekedar memimpin orang-orang yang mudah dipimpin? Hingga
sekarang, saya juga selalu merasa ada di bawah Maryam. “Gang tanpa nama” hanya
satu contoh. Contoh lain tak perlu disebutkan seluruhnya.
Ketika ia
berposisi sebagai orang yang dipimpin, ia bisa melakukannya dengan baik. Ia tak
sekedar menjadi yes person, namun juga bersikap kritis. Kekritisannya
diungkapkan di dalam forum dan tak disebarkan keluar forum meski kadang ia bisa
kecewa. Menyampaikan kritik di dalam forum, apalagi pada yang bersangkutan
secara langsung, adalah sikap biasa namun menjadi istimewa lantaran mulai
luntur. Tak sedikit orang yang gemar menyampaikan kritik ke luar, namun tak
pernah menyampaikan sama sekali di dalam. Orang seperti ini tampaknya sedang
mencari perhatian alih-alih memberikan kritik demi perbaikan.
Bagus juga
Maryam memutuskan mau pacaran. Saya seringkali berharap sahabat saya, lelaki
atau perempuan, untuk pacaran. Entah pacarannya bakal dilanjutkan ke arena
pernikahan atau sekedar mendapatkan pengalaman, tak jadi soal. Yang penting
pacarannya bukan main-main. Saya tak pernah main-main melakukan dan memandang
sesuatu, cuma saya sering santai menyikapinya.
Sikap
santai tersebut
tak jarang disalahartikan menjadi tak
serius. Bahkan dalam pacaran pun saya serius. Namun keseriusan dalam pacaran
tak membuat saya menggaransi bakal melanjutkan pacaran ke arena pernikahan. Tak
serius atau main-main misalnya memanfaatkan pacar untuk kepentingan pribadi
tanpa peduli pasangan atau sekedar mencari sensasi bisa jadian dengan pacarnya.
Bagi saya,
pacaran menjadi ajang ujian kepribadian bagi setiap orang. Kepribadian yang
bagus kadang bisa hancur dan tak jarang bisa semakin halus ketika seseorang
berpacaran. Tergantung mentalnya kuat atau tak. Makanya saya agak memandang
sebelah mata orang yang bukan hanya tak mau pacaran namun juga anti pacaran.
Sikap
pribadi seseorang terhadap keluarga, tetangga, guru, sahabat, bahkan rival bisa
teruji melalui pacaran. Bagaimana hubungannya dengan mereka sebelum dan sesudah
pacaran? Apakah sebelum pacaran rekat atau kemudian retak setelah pacaran? Atau
sebaliknya? Atau malah sama saja? Tak jarang saya kehilangan sahabat, terutama
perempuan, setelah mereka pacaran. Orang yang pacaran boleh saja merasa dunia
milik mereka berdua, namun bukan berarti selain keduanya disingkirkan. Ironis
lagi, ada yang pernah mengabaikan sahabatnya ketika ia pacaran, kemudian
mendadak balikan dengan sahabatnya setelah putus pacaran.
Contoh
kasus ini malah baru beberapa waktu terjadi. Seorang perempuan yang sempat
bersahabat sangat dekat saya mendadak meninggalkan saya ketika ia jadian.
Bagusnya, ia jadian nyaris bersamaan dengan Maryam. Cuma beda beberapa hari
saja. Setidaknya saya bisa melihat kualitasnya sekarang. Bahkan beberapa
sahabat saya yang juga pernah bersamanya pun mengungkapkan hal yang sama. Kini
ia benar-benar menikmati “dunia yang miliki berdua” setelah jadian lantaran
nyaris seluruh sahabatnya ia singkirkan dari kehidupannya.
Ketika
pacaran juga, leadership ability teruji. Tak sedikit lho orang yang
tampak hebat dalam memimpin organisasi atau komunitas, tak berdaya menghadapi
pacarnya. Bukan hanya berlaku untuk lelaki, tapi juga perempuan.