My Peer's Last Gen


— meneladani sisi kepemimpinan maryam 
Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Godly Nationalism; Itz Spring Voice; Itz My Peer; Maryam Musfiroh; Maryam; Musfiroh; Musfi Hidayati; My Peer's Last Gen;

Ketika saya ngobrol dengan Surotul Ilmiyah terkait Badan Semi Otonom (BSO) SANTRI yang salah satu hasilnya adalah memaksa saya memimpin SANTRI, perasaan bimbang antara yes or no masih menghantui. Mulanya Ilmy ingin saya bertahan di SANTRI, tak ikut pensiun seperti peer saya yang lain. Namun ia segera meminta agar saya yang melanjutkan posisi yang ditinggalkannya. Take it or leave it. “Kamu sudah jadi Plt-ku setengah periode lho,” ungkapnya untuk meyakinkan. Belakangan saya memilih take it.

Sebelum memutuskan take it, ialah saat masih bimbang, saya langsung menghubungi Maryam Musfiroh untuk mengajaknya ikut serta kalau memutuskan take it. Ia tak akan kaget kalau saya mengajaknya, tapi cukup kaget lantaran mengajaknya mengelola SANTRI, lembaga yang bergerak di bidang jurnalistik. Maryam merasa tak memiliki kemampuan di bidang jurnalistik, tapi di SANTRI ia saya tempatkan pada posisi Bendahara Umum, yang tak mewajibkan kemampuan di bidang jurnalistik sebagai syaratnya.

Maryam memiliki sisi kepemimpinan yang jarang diperhatikan orang lain. She have leadership ability. Hebatnya, dengan potensi memimpin yang ia miliki, ia mau untuk dipimpin. Hal yang jarang dimiliki orang lain yang merasa memiliki potensi memimpin. Maryam memiliki kepercayaan dan kepedulian, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Kepercayaan pada diri sendiri membuatnya memiliki energi dan berani mengambil keputusan. Kepercayaan pada orang lain membuatnya mau membangun komunikasi dengan orang lain. Kepedulian pada diri sendiri melahirkan sikap enggan ketika mendapat job yang memberatkannya. Sedangkan kepedulian pada orang lain melahirkan sikap menyemangati orang lain ketika kehilangan semangat serta menjaga semangat yang telah ada.

Satu hal paling penting yang dimilikinya, ia memiliki karisma. Karisma inilah yang menyebarkan aura kepawangan ke luar dirinya. Melalui aura kepawangan ini, ia membuat orang di sekitarnya menjadi takluk padanya. Apa yang diinginkan Maryam lebih sering terwujud daripada tak. Karisma ini masih belum saya pahami, entah bawaan dari lahir atau didapatkan kemudian. Kalau saya bisa memastikan karisma merupakan bawaan lahir atau didapatkan kemudian, jawaban pemimpin itu dilahirkan atau dibentuk lingkungan bisa dijawab dengan penuh keyakinan. Yang jelas, bagaimanapun jawabannya, karisma ini dimilikinya.

Melalui leadership ability yang dimilikinya, Maryam turut berkarya. Karya tak hanya tertulis tapi bisa juga tak tertulis. Karya Maryam, antara lain, ialah membentuk kebersamaan intim dengan teman-teman Pendidikan Fisika di CSSMoRA UPI 2012. Maryam mulai membangun “gang tanpa nama” dari nol. Ia mulai dengan mengumpulkan, menjalin komunikasi individual kemudian komunal, hingga menjaga kebersamaan. Apa yang dilakukannya sempat mendapat cibiran mulanya, dengan dianggap mengganggu upaya pembentukan kebersamaan di CSSMoRA UPI khususnya CSSMoRA UPI 2012. Tapi bakal menjadi karya berharga jika terus terawat sepanjang hayat sambil berbuat untuk masyarakat.

Sebagai founder-nya, ia terus merawat. Ia mulai merawat melalui kumpul rutin setiap pekan, hingga ketika sudah tampak kuat, kumpul rutin menjadi ajang setiap semester. Keputusan waktu dan tempat kumpul sepenuhnya ada padanya, yang lain tampak selalu iya padanya. “Gang tanpa nama” ini isinya orang-orang keras kepala dan susah dikendalikan. Namun ia bisa memimpinnya nyaris tanpa hambatan. Hebat bukan? Apalagi kalau sekedar memimpin orang-orang yang mudah dipimpin? Hingga sekarang, saya juga selalu merasa ada di bawah Maryam. “Gang tanpa nama” hanya satu contoh. Contoh lain tak perlu disebutkan seluruhnya.

Ketika ia berposisi sebagai orang yang dipimpin, ia bisa melakukannya dengan baik. Ia tak sekedar menjadi yes person, namun juga bersikap kritis. Kekritisannya diungkapkan di dalam forum dan tak disebarkan keluar forum meski kadang ia bisa kecewa. Menyampaikan kritik di dalam forum, apalagi pada yang bersangkutan secara langsung, adalah sikap biasa namun menjadi istimewa lantaran mulai luntur. Tak sedikit orang yang gemar menyampaikan kritik ke luar, namun tak pernah menyampaikan sama sekali di dalam. Orang seperti ini tampaknya sedang mencari perhatian alih-alih memberikan kritik demi perbaikan.

Bagus juga Maryam memutuskan mau pacaran. Saya seringkali berharap sahabat saya, lelaki atau perempuan, untuk pacaran. Entah pacarannya bakal dilanjutkan ke arena pernikahan atau sekedar mendapatkan pengalaman, tak jadi soal. Yang penting pacarannya bukan main-main. Saya tak pernah main-main melakukan dan memandang sesuatu, cuma saya sering santai menyikapinya.

Sikap santai tersebut tak jarang disalahartikan menjadi tak serius. Bahkan dalam pacaran pun saya serius. Namun keseriusan dalam pacaran tak membuat saya menggaransi bakal melanjutkan pacaran ke arena pernikahan. Tak serius atau main-main misalnya memanfaatkan pacar untuk kepentingan pribadi tanpa peduli pasangan atau sekedar mencari sensasi bisa jadian dengan pacarnya.

Bagi saya, pacaran menjadi ajang ujian kepribadian bagi setiap orang. Kepribadian yang bagus kadang bisa hancur dan tak jarang bisa semakin halus ketika seseorang berpacaran. Tergantung mentalnya kuat atau tak. Makanya saya agak memandang sebelah mata orang yang bukan hanya tak mau pacaran namun juga anti pacaran.

Sikap pribadi seseorang terhadap keluarga, tetangga, guru, sahabat, bahkan rival bisa teruji melalui pacaran. Bagaimana hubungannya dengan mereka sebelum dan sesudah pacaran? Apakah sebelum pacaran rekat atau kemudian retak setelah pacaran? Atau sebaliknya? Atau malah sama saja? Tak jarang saya kehilangan sahabat, terutama perempuan, setelah mereka pacaran. Orang yang pacaran boleh saja merasa dunia milik mereka berdua, namun bukan berarti selain keduanya disingkirkan. Ironis lagi, ada yang pernah mengabaikan sahabatnya ketika ia pacaran, kemudian mendadak balikan dengan sahabatnya setelah putus pacaran.

Contoh kasus ini malah baru beberapa waktu terjadi. Seorang perempuan yang sempat bersahabat sangat dekat saya mendadak meninggalkan saya ketika ia jadian. Bagusnya, ia jadian nyaris bersamaan dengan Maryam. Cuma beda beberapa hari saja. Setidaknya saya bisa melihat kualitasnya sekarang. Bahkan beberapa sahabat saya yang juga pernah bersamanya pun mengungkapkan hal yang sama. Kini ia benar-benar menikmati “dunia yang miliki berdua” setelah jadian lantaran nyaris seluruh sahabatnya ia singkirkan dari kehidupannya.

Ketika pacaran juga, leadership ability teruji. Tak sedikit lho orang yang tampak hebat dalam memimpin organisasi atau komunitas, tak berdaya menghadapi pacarnya. Bukan hanya berlaku untuk lelaki, tapi juga perempuan.