The Pelantan Society


from personal to personal and profesional

Pelantan; The Pelantan Society; Pelantan Club; Alobatnic; Adib Rifqi Setiawan; AdibRS;

Salah satu impian saya ialah membangun lembaga penelitian sendiri. Mendirikan lembaga penelitian secara langsung lalu mengisinya dengan berbagai aktivitas selaras dengan tujuan didirikannya lembaga penelitian tersebut. Lembaga penelitian tersebut digunakan sebagai alat untuk membangun masyarakat. Untuk membangun masyarakat, tak melulu harus menjadi pejabat.

Walau begitu bukan berarti lembaga penelitian ini bakal men-thalaq tiga pada pejabat. Kita bisa bekerja sama dengan siapa saja selama kerja sama selaras dengan tujuan, dilakukan secara profesional, dan tanpa disertai sikap oportunis-sadis. Atas hal ini, saya juga tak mengklaim bahwa lembaga penelitian yang dibangun tak bakal masuk battle dalam arena politik. Akan tetapi ketika masuk ke dunia politik, tentu brand yang dipakai bakal berbeda meski gairahnya sama.

I’m hyper-egoistic personality. Sebagai orang berkepribadian sejenis demikian, lebih elok kalau saya membangun sendiri ketimbang masuk ke lembaga penelitian yang telah ada. Meski bukan mustahil kalau saya masuk juga bisa berbuat banyak di sana. Kalau saya membangun lembaga penelitian sendiri, saya memiliki saham penuh di sana untuk mengendalikannya.

Dengan mendirikan lembaga penelitian sendiri, kita bisa mengelolanya secara mandiri. Mandiri di sini ialah tujuan yang diperjuangkan tak harus dikolaborasikan dengan kepentingan oportunis-sadis yang kadang-kadang menghambat bahkan menghentikan perjuangan. Jadi mandiri yang dimaksud bukanlah dikelola seorang diri. Untuk mencapai tujuan panjang, kita harus berkolaborasi bersama.

If you wanna go far, go together. Supir truk kalau pergi jauh jarang ada yang berani tanpa didampingi kernet. Namun pondasinya saya bikin sendiri dengan meminta bantuan beberapa pihak untuk diperbaiki. Meski melibatkan pihak lain, namun tak diklaim kolaborasi lantaran keputusan ada pada saya, bukan bersama. If you wanna go fast, go alone.

Yohanes Surya, fisikawan asal Indonesia, membangun lembaga penelitian sendiri yang konsep dasarnya berasal dari pemikirannya. Padahal dengan kualitas bagus yang dimilikinya, ia bisa saja masuk ke lembaga penelitian yang telah ada kemudian berbuat banyak di sana.

Nurcholis Madjid, juga serupa. Ia mendirikan lembaga penelitian sendiri yang konsep dasarnya berasal dari pemikirannya. Padahal Cak Nur, sapaan karibnya, turut terlibat dalam beragam lembaga penelitian lainnya.

Sri Mulyani Indrawati beda lagi. Ia tak mendirikan lembaga penelitian sendiri namun masuk ke lembaga penelitian tertentu yang kemudian dirawatnya. Sayang upaya bagus yang dilakukan Sri kadang mogok sebelum finish lantaran ia tak bisa bertahan lama-lama, malah kadang berhenti sama sekali.

Saya belajar pada mendiang Lee Kuan Yew dalam membangun Singapura. Ia memang tak membangun Singapura dari awal atau biasanya disebut dari nol. Lee hanyalah yesterday afternoon boy kalau diletakkan dalam linikala Singapura yang dulunya bernama Tumasik/Temasek. Namun Singapura yang dibangun di atas pondasi konsep Lee, berhasil berkembang From Third World to First, kalimat yang kemudian menjadi judul salah satu bukunya. Lee memang otoriter, tak demokratis, namun apa salahnya? Lagipula orang bisa melihat hasilnya ke-“otoriter”-an Lee sekarang.

Lembaga penelitian impian saya diberi nama The Pelantan Society. Baru sekedar nama, hal-hal lain yang berkaitan (seperti logo dan penjabaran tentangnya), belum tersusun sekarang. Namun namanya sudah pasti ini, menggunakan alihbahasa kata Rabbi dalam Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi arti Pelantan dengan : perawat, pengasuh, pembina, pengayom, pengembang, pemberi hati, dan pencipta.

Saya memilih menggunakan nama Pelantan ketimbang yang lain. Dalam satu kata yang diimbuhi depannya ini tersirat makna sebagai lahan untuk ditanami. Mirip seperti simbol Rabbi, yang kalau disejajarkan dengan Ilah berpotensi memberi imajinasi vulgar. Kecenderungan penempatan kata Rabbi dalam Alquran ialah berkaitan sisi kelembutan ketimbang kekerasan. Secara serampangan bisa disebut Rabbi adalah gambaran feminin Allah, yang kalau diterapkan dalam gambaran manusia menyerupai sisi yang perlu dibuahi (melalui hubungan seks).

The Pelantan Society terinspirasi dari The Royal Society. Meski ada lembaga penelitian lain yang bernama The ... Society, namun inspirasi utama memang dari sana. The Royal Society merupakan salah satu lembaga penelitian yang berdiri megah di Britania Raya. Britania Raya termasuk tempat yang saya kagumi. Mereka bisa terus berkembang dengan segala dinamika yang terjadi namun sambil berkembang menyelaraskan zaman, mereka masih bisa merawat tradisi yang leluhur wariskan. Misalnya tetap mempertahankan sistem kerajaan dalam urusan kenegaraan. Bukan hanya mempertahankan posisi kerajaan, namun kerajaan di Britania Raya masih memiliki fungsi yang tak sekedar posisi seremonial belaka. Britania Raya juga yang menjadi referensi saya dalam mengelola The Pelantan Society, dengan pemimpin lembaga penelitian dan pemimpin pengelola lembaga penelitian dipegang oleh orang yang berlainan.

Referensi lain dari Nahdlatul Ulama (NU). NU merupakan organisasi sekaligus komunitas yang sanggup bertahan dan berkembang seiring zaman. Ketulusan yang menjadi pondasi dalam pendiriannya. Dalam mempertahankan dan mengembangkan, disertai adanya kesinambungan antar generasi. Kesinambungan merupakan hal yang penting. Kadang ada lembaga penelitian yang tetap bertahan namun tak memiliki kesinambungan dalam perjalanannya. Ada keterputusan generasi ketika satu saat terdapat generasi yang pindah haluan. Pindah haluan merusak perjuangan lantaran yang dilakukan tak sesuai dengan tujuan awal. Sedangkan kesinambungan terus memperjuangkan tujuan awal dengan beragam cara yang bisa dilakukan. NU juga memiliki pemimpin lembaga penelitian (Rais Aam) serta pemimpin pengelola lembaga penelitian (Ketua Umum). Rais Aam inilah yang bertanggung jawab terhadap kesinambungan setiap generasi.

The Pelantan Society berpusat di Kudus, lebih tepatnya di tanah kelahiran saya. Tempat yang indah dan terkenang meski kerap saya tinggalkan—untuk sekadar jalan-jalan atau bermukim di tempat lain. Dengan memusatkannya di tanah kelahiran, saya tak perlu meninggalkan tempat tersebut di masa depan. Pura Group menjadi contoh di sini. Mereka bisa menjadi perusahaan besar namun pusatnya di Kudus. Meski mereka juga memiliki kantor di Jakarta Selatan, namun kantor tersebut merupakan kantor perwakilan, bukan kantor pusat.

The Pelantan Society bergerak di bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni, for improving science and art, dengan semboyan Ilmiah dan Indah. Ilmu Pengetahuan bisa berupa natural science atau social science. Tak hanya mengembangkan secara praktis, misalnya dengan produk teknologi, melainkan juga mengembangkan secara teoretis, misalnya mengembangkan teori fisika.

Sebagai orang yang menekuni bidang natural science terutama fisika, tentu berangkat awalnya dari fisika. Dari fisika saja kalau ditekuni malar bisa menjalar ke berbagai bidang. Namun tak menutup pintu untuk bidang ilmu sosial. Apalagi latar pendidikan formal saya Pendidikan Fisika, yang masuk ke dalam rumpun ilmu sosial. Saya pun sangat meminati sejarah dan ekonomi yang juga masuk ke dalam rumpun ilmu sosial. Seni bisa berupa sastra, musik, tari, drama, seni rupa, dan seni lukis. Produk seni bisa masuk ke ranah entertainment yang karena keadaan sekarang mulai tercemar oleh industri tak sehat.

Ilmu Pengetahuan dan Seni, saat ini, tampak terpisah. Padahal di masa lampau, tak sedikit sosok ilmuwan yang juga seniman. Semboyan Ilmiah dan Indah juga memberikan pesan bahwa yang dilakukan bisa dipertanggung jawabkan dengan jelas, bisa ditiru bahkan dikembangkan, serta bisa dinikmati sehingga bisa memuaskan pikiran dan perasaan.

Seiring gencarnya perkembangan kajian ilmiah di Eropa dan Amerika Serikat, kata ilmiah seringkali diidentikkan dengan kedua wilayah geografis yang biasa disebut barat tersebut. Dengan barat yang dicitrakan negatif, kata ilmiah kadang ikut tercemar pula. Hal ini tentu tak tepat. Karena kajian ilmiah bersifat bebas. Begitu pula indah yang seolah menjadi trade mark-nya seni. Seni kadang dianggap sebagai sarana yang melenakan orang dengan Pelantan semesta alam (baca: Tuhan). Sehingga pada seniman yang gemar dengan keindahan dituduh yang tidak-tidak.

Sadar atau tak, sebenarnya hal-hal ilmiah dan indah telah konsisten diajarkan di pesantren Indonesia. Melalui pengajaran manthiq dan balaghah, pelajar pesantren dididik agar senantiasa bersikap ilmiah dan indah.

Manthiq mengajarkan tentang alur berpikir logis. Sebagai makhluk yang berakal budi, manusia tidak lepas dari aktivitas berpikir. Namun, saat berpikir, manusia sering kali dipengaruhi oleh berbagai kecenderungan, emosi, subjektivitas, dan lainnya sehingga tak dapat berpikir jernih, logis, dan objektif. Manthiq memandu seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar.

Berpikir merupakan proses pengungkapan sesuatu yang belum diketahui dengan mengolah pengetahuan yang sudah mengendap dalam benak, sehingga yang belum diketahui itu menjadi diketahui. Faktor yang membuat seseorang salah dalam berpikir adalah: hal-hal yang dijadikan dasar (premis) tak benar dan formula yang menyusun premis tak sesuai dengan kaidah manthiq yang benar.

Proses berpikir atau argumentasi di alam pikiran manusia bagaikan sebuah bangunan. Sebuah bangunan akan terbentuk sempurna jika tersusun dari bahan-bahan dan konstruksi bangunan yang sesuai dengan teori-teori yang benar. Apabila salah satu dari dua unsur itu tidak terpenuhi, maka bangunan tersebut tak akan terbentuk dengan baik dan sempurna.

Dua istilah terpenting dalam manthiq adalah ilmu dan idrak. Dua kata itu membahas aspek terpenting dalam pikiran manusia. Para ahli manthiq mendefinisikan ilmu sebagai gambaran tentang sesuatu yang ada dalam benak, sesuatu yang kontradiktif: tahu dan tidak tahu. Sementara idrak merupakan pengetahuan yang didapat secara “tak disengaja”.

Sementara itu, balaghah belajar bagaimana mengungkapkan pikiran dengan ungkapan yang maknanya jelas dan strukturnya benar. Balaghah sering dipadankan dengan retorika, teknik pemakaian bahasa sebagai seni, lisan maupun tulisan, yang didasarkan pada pengetahuan yang tersusun dengan baik. Susunan pengetahuan berupa penggabungan aturan-aturan keserasian dan keindahan kalimat itulah yang dalam bahasa Arab disebut balaghah. Balaghah punya tiga cabang, ialah ma’ani, bayan, dan badi’. Ketiganya punya objek kajian masing-masing yang saling melengkapi.

Cabang ma’ani menjelaskan pola kalimat berbahasa Arab agar bisa disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang dikehendaki penutur. Tujuannya adalah menghindari kesalahan dalam pemaknaan yang dikehendaki penutur yang disampaikan kepada lawan tutur. Cabang ini ingin menyelaraskan antara teks dan konteks. Maka, objek kajiannya pun berkisar pada pola-pola kalimat berbahasa Arab dilihat dari pernyataan makna dasar yang dikehendaki oleh penutur.

Sedangkan cabang bayan membahas tentang penyingkapan, penjelasan, dan keterangan. Lebih luas, berarti dasar dan kaidah-kaidah yang menjelaskan keinginan tercapainya sebuah makna dengan bermacam-macam metode (gaya bahasa), bertujuan menjelaskan kerasionalan dari makna tersebut.

Adapun cabang badi’ merupakan kreasi yang dicipta tidak seperti ilustrasi yang telah ada. Lebih jauh, ia mempelajari beberapa model keindahan beberapa ornamen perhiasan kalimat yang menjadikan kalimat indah dan bagus, menyandangi kalimat dengan kesantunan dan keindahan setelah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Mempelajari manthiq dan balaghah sangat menyenangkan. Kemampuan komunikasi dan refleksi bisa semakin terasah. Manthiq dan balaghah memberikan keterampilan berpikir dan berkomunikasi. Mampu berpikir rasional  dan piawai berkomunikasi dengan berbagai kalangan, dan. Bisa ilmiah dan juga indah. Penerapannya tak hanya dalam kata-kata semata, tapi bisa sampai ke segala hal.

The Pelantan Society juga perlu memiliki media penerbitan tertulis, seperti majalah, situs daring, dan jurnal. Tak lengkap kalau lembaga penelitian tak memiliki media penerbitan. Melalui media penerbitan kita bisa berbagi sekaligus menghidupi diri. Untuk itulah media penerbitan tak sekadar media yang melaporkan kegiatan serta menghimpun karya orang dalam, namun juga terjun ke arena lapangan industri media massa. Dengan demikian, tak salah langkah ketika membuat media massa yang memberitakan dan menghimpun karya orang luar.

Selain berbagai dan menghidupi diri dari media penerbitan, juga terdapat bidang yang khusus untuk menyuplai dana melalui beragam usaha. Usaha non-profit untuk berbagi, seperti membangun lembaga penelitian pendidikan, klinik kesehatan, dan lembaga bantuan hukum, maupun usaha profit seperti perdagangan dan manufaktur.

Baru dibuat konsep mentah sebagai pondasi seperti ini saja sudah banyak bidang yang terambah. Belum lagi sumber daya manusia yang bisa terserap. Pembentukan lembaga penelitian ini juga ingin saya jadikan tempat berkarir bagi sahabat-sahabat saya, orang-orang yang memiliki ikatan intim dengan saya yang bukan siapa-siapa dalam waktu lama. For long life relationship, from personal to personal and profesional.

Dalam pengelolaannya, seperti disebut sebelumnya, terdapat pemimpin lembaga penelitian serta pemimpin pengelola lembaga penelitian. Hal ini seperti sistem pemerintahan parlementer, dengan kepala negara dan kepala pemerintahan diisi oleh orang yang berlainan. Namun tak sepenuhnya sama, hanya saja tampak serupa.

Britania Raya menjadi contoh bagus dalam menggemabrkan pengelolaannya. Satu kepala negara didampingi empat kepala pemerintahan. Memang Britania Raya memiliki satu Perdana Menteri, namun empat negara yang tergabung, Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara, memiliki masing-masing Menteri Utama. Khusus Inggris, Perdana Menteri Britania Raya sekaligus berperan sebagai Menteri Utama Inggris.

Cara tersebut diterapkan di The Pelantan Society, dengan satu orang saja sebagai pemimpin lembaga penelitian dan beberapa orang sebagai pemimpin pengelolaan lembaga penelitian, namun terdapat satu posisi yang memimpin seluruh pemimpin pengelolaan lembaga penelitian tersebut. Bisa disebut analogi Menteri Utama merupakan Ketua Bidang sedangkan analogi Perdana Menteri merupakan Sekretaris Umum.

Karena sudah kadung dianalogikan dengan pemerintahan negara, sekalian saja. Tak ada analogi parlemen, peran yang dianalogikan sebagai parlemen menyelaraskan dengan konsep pengelolaan negara yang diberikan Tan Malaka, agar pengelola bisa menjadi satu badan yang tak perlu pemisahan. Lagipula sudah ada pemimpin lembaga penelitian sebagai goal keeper (penjaga tujuan).

Bisakah angan ini mewujud menjadi kenangan nanti? Entahlah. Saya memulainya dengan berserah pada Allah, lalu berusaha untuk mewujudkannya dengan cara apa saja. Tanpa menyuratkan kata melibatkan Allah, dengan menggunakan kata Pelantan yang dicatut dari alihbahasa Rabbi, sebenarnya sudah senantiasa berusaha menempatkan Allah sebagai gantungannya ‘kan?