Author: Nong Darol Mahmada
Namanya Hartoyo, ia seorang gay.
Hari-hari ini ia sibuk diwawancara media baik cetak, online, bahkan
sering muncul di televisi terkait ramainya isu LGBT saat ini. Toyo, begitu kami
memanggilnya, latar belakang pendidikannya sebagai sarjana peternakan di sebuah
perguruan tinggi di Medan. Ia seorang Muslim yang taat. Saya bersaksi, ia rajin
solat dan puasa. Bahkan saking solehnya, ia pernah cerita, selepas kuliah ia
ditawari kerja di peternakan babi, ia tolak meskipun ditawari gaji tinggi.
Alasannya, bagi dia, babi itu haram. Makanya saya berani mengatakan Toyo ini
adalah Muslim yang soleh.
Ya, saya sudah bilang, Toyo seorang
gay. Ia tidak takut menunjukkan ke publik tentang identitasnya. Mungkin ia
sudah melewati tahap itu. Seperti kebanyakan teman-teman LGBT lainnya, di
awal-awal kehidupannya ia juga gelisah dan sering mempertanyakan kondisinya
karena “berbeda” dengan yang lain. Dari awal muncul rasa tertarik, ia tidak
pernah merasakan desiran istimewa dengan perempuan, sebaliknya ia merasa nyaman
dan deg-degan dengan lelaki. Ini membuatnya gundah dan takut. Sebagai
seorang Muslim, ia hapal cerita tentang Nabi Luth, ia mengerti kalau kaum gay
tidak punya tempat dan dianggap “dosa” di agama yang dipeluknya. Ia tidak mau
berdosa, ia takut masuk neraka, maka ia berusaha mati-matian menjadi lelaki
normal dan sejati, tapi tetap tidak bisa. Akhirnya Toyo menjalani kondisinya
sebagai gay dan tetap memilih Islam, agama yang mencap “dosa” pada kediriannya.
Saya sering mengoloknya, inilah alasan kuat ia menjalani Islam dengan taat,
menutupi rasa berdosanya. Ia hanya tertawa kalau saya berkomentar seperti itu.
Toyo pernah mengalami kekerasan,
kekerasan dalam pengertian yang sebenarnya. Ketika sedang “berduaan” dengan
pacarnya, ia digrebek masyarakat dan diserahkan ke kantor polisi. Mereka
dipermalukan dan dihina serendah-rendahnya derajat sebagai manusia oleh aparat.
Ya, sama seperti remaja lainnya, Toyo pun punya pacar. Seperti yang saya tadi
sudah bilang, Toyo seorang gay, pacarnya berjenis kelamin laki-laki. Karena
kejadian itu, pacarnya trauma dan kemudian “menghilang” sampai sekarang.
Berbeda dengan pacarnya, kejadian yang menyakitkan itu malah membuat Toyo
seperti lahir kembali: Ia menjadi pribadi yang kuat, menuliskan kisah pahitnya
menjadi buku dan disebar luas, dan akhirnya bersama teman-teman yang satu visi
dengannya membuat lembaga yang membantu dan menemani orang-orang seperti
dirinya, berani membuka diri dan mendampingi korban kekerasan karena dianggap
tidak jelas identitasnya oleh keluarganya atau masyarakat. Di situlah terbentuk
lembaga Suara Kita.
Teman-teman LGBT lainnya yang saya
kenal juga punya banyak kisah seperti Toyo. Ada Widodo Budidarma, juga seorang
gay pendiri dan aktivis Arus Pelangi, yang ringan tangan membantu siapa saja
yang membutuhkan bantuannya. Setiap bulan Ramadhan, Ia berkeliling bersama
teman-temannya membagikan makanan sahur untuk anak-anak jalanan & miskin di
seluruh Jakarta. Saya tahu karena saya sering diajak untuk ikut. Ada beberapa
teman saya, pasangan lesbian yang berjilbab dan juga yang tak berjilbab
mengadopsi anak dari keluarga miskin untuk dibiayai pendidikannya. Juga ada
pesantren waria di Jogja yang diasuh ibu Shinta, seorang waria senior, menjadi
pengayom untuk teman-teman waria yang didiskriminasi. Dan masih bertebaran
banyak cerita baik lainnya.
Saya sering bertanya, apakah
teman-teman saya ini akan diazab karena LGBT sementara mereka ini sangat baik,
baik secara personal maupun sosial, dan taat dengan agamanya? Saya sebagai
muslim yang katanya normal karena saya hetero, merasa tidak sebaik teman-teman
ini dalam beragama. Saya tidak terima bila orang-orang ini dicap berdosa,
diazab, harus dihancurkan, harus disembuhkan, akan masuk neraka.. bla bla
bla, sementara kondisinya itu adalah given. Buat saya, jahat sekali
orang-orang yang selalu lantang berteriak itu dengan mengatasnamakan agama.
Karena itu, saya terluka dan marah
ketika Mahfud MD, guru besar FH-UII Yogyakarta yang juga mantan ketua Mahkamah
Konstitusi di akun twitternya menulis bahwa "LGBT itu menjijikkan dan
berbahaya." Tak berhenti di situ, dengan posisinya sekarang sebagai ketua
KAHMI, ia bikin pernyataan pers yang menegaskan sikapnya tersebut. Saya bergaul
akrab dengan teman-teman LGBT dan saya bersaksi kalau yang menjijikkan dan
berbahaya itu adalah orang-orang seperti Mahfud MD, yang menghasut dan menyebar
kebencian terhadap teman-teman LGBT.
Bukankah dalam Al Quran tegas
dikatakan “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang
bertakwa”. Jelas dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa tak ada pembedaan
orang-orang yang mulia di sisi Allah, siapapun itu, baik perempuan, laki-laki,
LGBT, kulit hitam, kulit putih, dan lain-lain. Yang paling penting adalah umat
bertakwa padaNya. Buat saya, Toyo dan teman-teman LGBT lainnya lebih mulia
daripada orang-orang seperti Mahfud MD.
Note