— tak lelah meniti tatanan, tak jengah menata titian
If
words could describe how a person become successful, then why is there such
quote saying that “Action speak louder than words?” Wouldn’t it be easier if he
express his feelings just by saying “I love you” rather than wasting his time
proving? .. Think deeper.
— Venice Min [陈慧敏]
Manusia adalah makhluk berperasaan, sehingga rasa bagi manusia menjadi
landasan yang kuat. Segala benda maupun peristiwa yang memberikan manfaat pada
rasa manusia pasti berguna bagi keberlangsungan keseharian ummat manusia. Rasa kasih sayang misalnya, sanggup
membawa kita pada rasa sama hingga segala yang dilakukan memberikan
kegembiraan. Sama-sama merasakan
adanya kesamaan, kesetaraan, maupun keserupaan rasa antara diri sendiri dengan
seluruh penghuni Semesta Raya. Rasa kasih sayang menahan kita untuk
tak melakukan segala hal yang merisak rasa liyan. Rasa inilah yang
dengan lemah lembut menghantam hingga sukma terdalam yang, ketika sudah
tersentuh, bisa membikin segala rasa yang tertuang menjadi terkenang.
Sebagai makhluk berperasaan, berunjuk rasa merupakan pementasan yang wajar
dilakukan dalam keseharian. Entah
melalui rupa, gerakan, nada, hingga tulisan, dsb. dst. termasuk bergeming. Unjuk rasa
yang yang bisa menggembirakan rasa ataupun menjadi sarana melepas rasa lara
menimbulkan kekaguman pada pengunjuk rasa. Kekaguman membikin manusia yang dikagumi
mewujud sebagai panutan.
Semua orang tentu memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga,
sahabat, guru, teman, hingga sosok lainnya termasuk sosok yang dikenal sebagai public figure. Panutan, baik seorangan atau sekerumunan, memberi
semangat terhadap langkah yang dijalani dalam melakoni keseharian. Panutan
memiliki peran psikis, yang dapat memengaruhi pandangan (cara, sudut, jarak, sisi, dan
resolusi) terhadap sesuatu bahkan bisa
memengaruhi seseorang sepenuhnya.
Seorang panutan biasanya menjelma sebagai sosok agung bagi pengagumnya.
Sosok yang memiliki daya dorong luar biasa hingga sanggup membawa batin
pengagumnya larut terhadap beberapa perkara dan peristiwa. Saking hanyut batin
itu sampai pementasan perilaku keseharian tak bisa dirunut dengan nalar biasa.
Setiap manusia layak menjadi panutan. Entah manusia tersebut dipandang
sebagai sosok besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang
sebagai sosok kecil karena sedikit orang yang mengenalnya. Sepanjang orang menampilkan kesungguhan dalam
menjalani keseharian, pasti ada orang yang menjadikannya sebagai panutan, meski
diam-diam.
Salah satu sosok yang menjadi panutan tersebut adalah 陈慧敏 [Venice
Min], peragawati kelahiran 09 Maret 1993 asal Malaysia. Jauh sebelum mulai menekuni panggilan nurani sebagai peragawati,
Venice banyak menghabiskan masa kecilnya sebagai penari. Sejak masih berusia
empat tahun, dirinya sudah mulai berkelana sebagai ballerina. Ketekunan sebagai penari sempat membuatnya diminta
menjadi pelatih balet yang dilakukan selama kurang lebih empat tahun.
Selepas lulus sekolah menengah, Venice melebarkan sayapnya sebagai
peragawati. Selain menekuni modelling,
sesekali Venice menerima tawaran sebagai pemain drama. Venice bukanlah seorang dramatic girl, namun sebagai hardworker, dirinya cukup ... lumayan lah ... dalam memainkan
peran yang harus ditampilkan.
Walau sudah merambah pentas hiburan, Venice tak serta
merta meninggalkan pendidikan formalnya di sekolah. Selain peduli pada kepantasan penampilan
badan, Venice juga peduli pada pendidikan. Kuliahnya di program studi Public
Relations and Broadcasting berhasil diselesaikan melalui serentetan
perjuangan yang ... ya begitulah ...
Maret 2016 silam.
Venice memang serakah, banyak ranah perlahan malar dia jamah. Seperti tak mau berdiam diri, Venice
selalu mencoba lalu memperjuangkan sesuatu yang baru. Tak terpaku dengan semat sebagai penari, peragawati, dan pemeran, dia juga rajin memperlihatkan sisi lain dirinya
sebagai penulis.
Catatan yang ditulis untuk dibagikan melalui media yang dikelolanya
merupakan paduan catatan keseharian sebagai manusia biasa dan seorang yang
menarik banyak perhatian kerumunan. Saya suka cara Venice berunjuk rasa melalui
catatan. Penuturannya runut, rapi, dan rinci disertai dengan bahasa—sebut
saja—picisan.
Venice juga tampak menghayati catatannya, sehingga penuturannya enak dibaca
serta bertenaga dirasa. Dalam berunjuk rasa terutama melalui catatan, dia
termasuk salah satu sosok utama yang memotivasi dan menginspirasi. Sejauh ini
sosok utama dari public figure dengan
usia paling muda, lebih muda dari Lee Chae-lin [이채린] (CL).
Venice tak ragu untuk berunjuk rasa dengan beragam cara
yang bisa dilakukannya sejak masih balita. Kemauan berunjuk rasa menjadi satu
hal yang memang selayaknya dilatihkan sejak masa balita. Kemauan berunjuk rasa
memberi semangat agar tak ragu mengungkapkan perasaan dengan penuh keyakinan.
Melatihkan kemauan berunjuk rasa sedari dini juga
menamamkan benih keberanian agar tak merasa rendah diri ketika terlibat
pergaulan dengan lingkungan serta pondasi rendah hati. Manusia yang biasa
berunjuk rasa memiliki dua sisi berkelindan itu: berani dan rendah hati. Meski
seringkali keberanian dilihat sebagai arogansi dan rendah hati dinilai sebagai
wujud rendah diri.
Walau unjuk rasanya menggembirakan rasa manusia lainnya,
puan yang baru mulai memakai miniset
sejak 01 Agustus 2011 ini tetaplah manusia biasa. Venice butuh makan, minum,
maupun tidur. Dia juga bisa bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah, merasa bad mood, minder, dsb. dst. layaknya manusia pada umumnya.
Meski demikian, sah-sah saja kalau Venice menjadi sosok yang dikagumi
oleh manusia lainnya. Bukankah salah satu perkara yang membuat persembahan dari surga Muhammad [محمد] shallallahu’alaihiwasallam asyik
dikagumi adalah karena dirinya mementaskan keseharian sepertihalnya manusia
biasa?
Sebagai kirana azalea pemula
Semesta Raya serta seorang nabi
sekaligus rasul, Muhammad jelas makhluk
istimewa. Namun kekaguman saya pada Muhammad lebih banyak terletak pada
pementasan kesehariannya yang wajar-wajar saja dalam peran dan posisinya yang
istimewa sekaligus penerima innuendo
bagi manusia berupa buku mulia bernama al-Quran [القرآن الكريم].
Sebagai laki yang beristiri, Muhammad bisa kesulitan mengendalikan istrinya
yang paling genius dan rewel, Princess ‘Ā’ishah bint Abī Bakr [عائشة
بنت أبي بكر]. Malah tak bisa menyelesaikan perseteruan berkelanjutan antara Princess ‘Ā’ishah dan Prince ‘Alī bin Abī Thālib [علي بن أﺑﻲ طالب].
Sebagai Master Mister Immortal
Commander, Muhammad pun masih bisa kecolongan dengan rusaknya garis
koordinasi saat perang Uhud, yang membuat pasukan yang dia pimpin kalah di
penghujung perang Maret 652.
Venice juga demikian. Kepiawaian Venice dalam berunjuk rasa dengan berbagai
cara tetap disertai apresiasi maupun penghormatan terhadap banyak peristiwa dan
perkara. Satu bentuk pementasan keseharian sepertihalnya manusia biasa.
Venice tak pernah merasa muruahnya merendah dengan mengungkapkan bahwa
dirinya adalah penggemar berat Amber Chia [谢丽萍], penghibur
legendaris asal negerinya. Dia juga biasa saja saat berinteraksi dengan orang
lain yang menyatakan sebagai penggemar beratnya.
Di luar sisi sebagai seorang penghibur, Venice tetap bersemangat saat
terlibat obrolan, membaca buku, serta jalan-jalan. Sembari mengayuh perjalanan
selaras nuraninya, dia pun terus melantan rasa cinta pada orangtua, keluarga,
sahabat, gurunya, dan orang-orang dekatnya.
Venice memang mulai menjadi sosok yang dikagumi banyak orang. Namun dia mengerti
sepenuhnya bahwa dia dan orang lain sama-sama manusia. Wajar kalau dirinya tak
pernah merasa beda, rendah atau tinggi, dengan sesama manusia. Sepanjang
menjalani keseharian, Venice hanya berusaha untuk menghibur yang papa dan
mengingatkan yang mapan. Itu saja.
No
matter how tough life gets, accept it as a challenge to make you someone
stronger and unbreakable. I can do it, you can do it too.
— Venice Min [陈慧敏]