— hot in between the best damn thing minutes to midnight
Sebelum menyadari kalau saya perokok,
saya tak pernah bicara dengan Jeffa Lianto Van Bee. Maksudnya, tak pernah
mengobrolkan perkara penting bagi saya dengannya. Kami memang biasa saling menyapa
walakin terlibat obrolan sampai menjamah ranah pribadi adalah hal berbeda.
Walau Jeffa termasuk orang pertama yang segera saya jumpai di Bandung, sebelum
Maryam Musfiroh malah.
Satu waktu ketika matrikulasi, dia
mendapati saya sedang menikmati rokok di kamar selepas adzan Isya’. Jeffa
sempat terpana dan segera tertawa melihat peristiwa yang disaksikannya ini.
Lalu dia mulai bercerita kalau dia juga perokok, meski diam-diam. Diam-diam
yang gagal, lha wong kebiasaannya
saya bacotin terus ke lingkungan.
Perlahan malar Jeffa dan saya menjadi
bersahabat lekat. Bertahan saling menghormati dan mengapresiasi setiap
keseharian yang dijalani masing-masing. Hanya saja setelah sepaket adik
kelasnya bilang pada saya bahwa mereka diminta oleh Jeffa untuk diam saja pada
saya, hubungan Jeffa dan saya tampak sudah patah.
Saya memang sulit menerima sikap yang
demikian. Alih-alih mengatakan pada saya untuk jaga jarak dengan anak-anak,
Jeffa lebih memilih mengatakan kosokbalinya. Ya sudah. Tak ada yang perlu
disesali, suka dan duka yang dialami tak istimewa karena semua manusia
mengalaminya. Setelahnya, saya terus merasa sulit untuk kembali berinteraksi
seperti sebelumnya, bebas bercakap dari perkara yang disangka remeh sampai peristiwa
yang dianggap penting.
Siapa yang menjauhi bukan hal
penting. Bisa jadi saya yang menjauhi karena memang sakit hati. Mungkin juga
dia yang menjauhi karena saya memang bukan orang baik dan diciptakan untuk
mengalahkan kesombongan Iblis. Atau Jeffa dan saya memang tak bisa berjalan
bersama melainkan hanya sempat berpapasan di perempatan saja.
Interaksi intim mengungkap sisi
terbaik dan terburuk manusia karena taruhan perasaannya sangat besar. Dalam
interaksi intim, saya biasa mengungkapkan segala yang dirasa tanpa peduli
dengan dampaknya. Tak semua manusia siap terlibat suasana demikian. Hingga
menciptakan suasana baru saat saling memendam rasa dalam diam.
Tak jarang rasa yang dipendam dirasakan
sebagai getaran pembanting suasana. Dalam keadaan seperti ini, asyik rasanya
mementaskan satu set perilaku yang
mengesankan saya layak dibenci. Kesan yang bisa membuat suasana menjadi sarana katup
pelepasan rasa yang dipendam. Sembari memancing amarah sekerumunan orang untuk
memudahkan saya dalam mengoreksi diri sendiri.
Hubungan Jeffa dan saya mungkin
memang sudah patah. Walau demikian, saya mengenang
masa-masanya bersama saya dengan rasa bangga dan syukur. Beruntung bisa kenal
baik dengan laki keren ini. Setidaknya dia yang menemukan saya ketika saya mulai rapuh di tahun penebalan. Saat saya belum sadar bahwa
akan memasuki masa-masa terdampar di keruhnya satu sisi dunia pada tahun penajaman.
Jeffa saat itu muncul
dengan kesadaran diri.
Dia memahami kekuatan, kelemahan, dan pandangan. Interaksi dia dengan saya
mulai terbangun erat. Meski tak ada garansi bisa kuat, dia berinteraksi disertai
rasa empati. Rasa empati yang mewujud pada kemauannya meluangkan waktu untuk
terlibat obrolan.
Jeffa dan saya perlahan mulai
terlibat obrolan sejak saat itu. Entah obrolan yang dianggap serius maupun yang
dipandang picisan. Obrolan selalu penting bagi
saya, salah satu cara untuk tak
mem-‘benda’-kan akal. Sang Pencipta menganugerahkan akal pada manusia bukan
hanya sebagai property belaka
melainkan untuk di-‘pekerja’-kan terus menerus.
Wajar kalau akal tak sekalipun muncul
sebagai kata benda [اسم] di dalam al-Quran [القرآن] walakin berulang kali
muncul dalam bentuk kata kerja [فعل]. Wajar juga kalau perintah belajar dan
membangun lingkungan dituturkan dalam bentuk kata kerja present dan future [الفعل
المضارع], bukan kata kerja past [الفعل
الماضي]:
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟
كَآفَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟
فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
۞ [القرآن الكريم سورة التوبة : ١٢٢]
Melalui obrolan juga saya bisa menemukan kesamaan
antara Jeffa dan saya. Rasa sama itulah yang memantik keharmonisan antara dia
dan saya. Tak dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam
ketidaksamaan. Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa
mempermasalahkan titik-titik lain yang menceraikan?
Pada masanya, Jeffa berkilau seterang kirana. Waktu
luang yang dia berikan merupakan anugerah megah tersendiri bagi saya. Saya
masih mengenang saat mengalami under
pressure November sewindu silam. Saat itu, hanya ada satu makluk Tuhan yang
mau berada di sisi saya. Bersedia meluangkan waktunya untuk terlibat obrolan
dengan saya sebagai cara paling cocok untuk bisa mengendalikan diri.
Belakangan saya baru mengerti kalau satu masalah saat
06 Agustus 2015 berdampak domino. Satu masalah muncul menghantam sisi lain yang
ikut bermasalah. Salah satu sisi yang bermasalah ialah tak ada ruang bagi saya
untuk melakukan déjà vu 2008, atau
minimal 2014.
Generasi lawas sebelum 2011 menawarkan uluran tangan,
namun saya tolak meski sempat kecolongan. Saat ada kesempatan untuk membuat
catatan baru, buat apa saya lepaskan? Lagipula kalau memang saya mengalami
peristiwa seperti dulu, bukankah menjadi masa-masa mekarnya bunga baru? Walau
banyak bunga layu
sebelum berkembang.
Masa-masa itu saya memang sedang ambruk. Nyaris saja
kehilangan my faith andai Mbak Hida
tak tiba-tiba menghubungi saya melalui telepon tepat 14 tahun setelah Freddie
Mercury wafat. Saya juga merasa kesulitan untuk bisa bercengkerama dengan orang
lain dalam suasana empat mata, termasuk Jeffa.
Selalu saja ada mata lain yang terlibat dan bukan
keadaan menyenangkan untuk mengobrolkan perkara pribadi dalam suasana seperti
ini. Sialnya, saat saya mendapat kesempatan langka yang sedang dicari ini,
muncul obrolan tak penting seperti agama, negara, dsb. dst.. Bahkan tak
sekalipun muncul obrolan yang penting berupa industri entertainment.
Entertainment yang sudah menjelma menjadi jajanan industri memang
satu sisi penting bagi saya. Entertainment
memiliki sisi yang bisa menggembirakan rasa. Saat agama, negara, dan kebiasaan
lingkungan sulit menggembirakan rasa, entertainment
menjadi sarana paling enak melepas rasa lara. Entertainment memiliki unsur yang dapat menyentuh sisi al-insan [الإنسان].
Wajar
kalau Park Bom [박봄] (Bom) yang tak di-reken
oleh sebagian orang sebagai sosok agung memiliki daya dorong
luar biasa pada saya. Kebetulan juga banyak sisi personalitas maupun identitas
dari kami yang memiliki keselarasan. Bom sanggup membawa batin saya larut
terhadap beberapa perkara
dan peristiwa. Saking hanyut emosi itu sampai pementasan perilaku tak bisa
durunut dengan nalar biasa.
Puan
Aries ini seperti ‘Alī bin Abī Thālib [علي بن أﺑﻲ طالب] dan Ā’ishah bint Abī
Bakr [عائِشة بنت أبي بكر], dua penghibur bahadur yang biasa terlibat bacot-bacotan pada masanya. Mereka
sama-sama menjadi sosok yang
sangat dicintai oleh sekerumunan
dan begitu dibenci oleh sekerumunan lain. Yang jelas, apapun perlakuan yang
diterima Bom, dia tetap bisa membuat banyak orang ceria
meski dia sendiri bilang dirinya tidak happy.
Segala
perkara maupun peristiwa yang memberikan manfaat pada rasa manusia pasti
berguna bagi keberlangsungan keseharian ummat
manusia. Kebergunaan yang biasanya mewujud
dalam rasa gembira menimbulkan kekaguman hingga memberi semangat untuk
melakukan peniruan. Peniruan adalah wujud pujian abadi paling luhur yang
dilandasi dengan kekaguman.
Meniru bikin asbak dari kaleng bekas minuman misalnya
(selanjutnya Asbak Bee saja biar enggak
makan karakter). Sebagai perokok, mengakali keadaan untuk tetap merokok sambil
menciptakan kebersihan lingkungan dengan membuat asbak dari kaleng bekas adalah
hal yang biasa, tak istimewa. Menjadi
mubdi’ (pelaku bid’ah,
orang yang kreatif, creator) dalam
membuat asbak bukanlah
catatan mengagumkan karena tidak di-reken oleh negara.
Jeffa pertama kali membuat Asbak Bee menggunakan
kaleng bekas Larutan Cap Badak rasa apel. Saat itu saya sudah biasa menggunakan asbak dengan
bahan yang sama, kaleng bekas minuman, Bintang
pasnya, cuma beda pembuatannya. Saya membuatnya dengan memotong kaleng menjadi
dua bagian, mirip seperti gelas minum. Sementara Jeffa membuat dengan memotong
bagian pinggir.
Menurut saya lebih bagus buatan Jeffa, jadilah saya
menirunya dengan sedikit perubahan. Potongan Jeffa berbentuk persegi panjang.
Sedangkan saya lebih suka memotong dengan bentuk oval, lebih dekat dengan lingkaran. Satu peristiwa lucu terjadi
saat saya hendak melakukan peniruan pertama.
Mulanya satu siang saya melihat AM Fajar minum Cincau Cap Panda rasa grass jelly, saya memesan kaleng
bekasnya. Fajar ini, entah pas diciptakan Allah dulu antrian keberapa, setiap makan dan minum lama sekali. Seperti
lamanya Manchester City mengejar gelar juara UEFA Champions League!
Saking lamanya menunggu Fajar menghabiskan minuman
kaleng itu, saya sempat tertidur. Begitu bangun, saya mendapati kaleng tersebut
sudah gepeng.
“Lha, kok gini Nek (diambil dari Bone, sapaan wajar
Fajar)?” tanya saya.
“Oh, lupa, tadi di-mainin
Jeffa,” jawabnya datar, sedatar gebetan di-deketin
olehnya.
“Oh, ya sudah kalau gitu, besok kalau beli lagi kasih ke aku ya,” tanggap saya.
“Sip,” tukas Fajar.
Lalu saya pindah ke kamar, melanjutkan tidur.
Sebelum mata benar terlelap, suara percakapan Jeffa
dan Fajar terdengar. Entah apa yang mereka bicarakan, saya tak bisa menyimak
dengan rapi dan rinci. Jadi ingatan saya melesat jauh di sini. Yang jelas,
selepas maghrib pada hari itu, tiba-tiba Jeffa memberikan kaleng bekas seperti
yang di-mainin siang harinya.
Terbayang?
Jeffa dianugerahi talenta bisa ngemong. Ngemong yang saya maksud adalah tahu diri bahwa manusia adalah an-naas [الناس].
Sisi manusia yang bisa merasa tidak mampu melakukan segala-galanya sendiri
sehingga merasa perlu untuk terlibat dalam kerumunan. Kelebihan dan kekurangan
dipadukan agar menciptakan keteraturan dalam kebersamaan.
Singkatnya, Jeffa dianugerahi talenta
menjadi pengemong. Sebagai pengemong, Jeffa memang tak melulu tampil sebagai
yang terdepan, namun perannya bisa dirasakan. Mirip Andra Junaidi Ramadhan
(Darjoen) kalau di DEWA19 maupun Park Sandara [박산다라]
(Dara) kalau di 2NE1
[투애니원].
Saat waktu merentang, interaksi dengannya bisa jadi
berkurang. Walau begitu, rekaman kebersamaan elalu memberi rasa senang. Pengalaman
bersama Jeffa adalah masa-masa istimewa. Satu keberuntungan saat sedang rapuh terdampar
di keruhnya satu sisi dunia. Satu perjumpaan fenomenal, meski relasi di
dalamnya mungkin tidak kekal.
Reticent — hot in between the best damn thing minutes to midnight |