— menunjukkan kekuatan persahabatan, bersama menyapa Kirana
When I met her on October 31, 2008, I never could have
imagined all of the things she’d give to me. On myself she made a great impact.
In between us there is a big mutual respect. All praise and flattery never make
her floated. All insults and contumely never make her scared.
Setiap manusia yang bersinggungan dengan perjalanan saya memberi
pengaruh tersendiri yang terus bertumbuhkembang tanpa pernah hilang. Pengaruh
yang bertumbuhkembang tak selalu sama atau serupa malahan bisa juga berlawanan.
Meskipun demikian, hanya sebagian nama saja yang cenderung cepat teringat
maupun disebutkan. Mereka lebih cepat karena beberapa hal, mulai saking kuat
mengendapnya pengaruh mereka, memilikai daya dorong luar biasa, hingga menjadi
‘peletak pondasi’ dan/atau ‘pembuka gerbang’ perjalanan.
Dari beberapa nama yang lebih cepat disebutkan, Nur Hidayati
adalah salah satunya. Tentu sudah mafhum
[المفهوم] kalau tak seluruh yang melekat pada puan yang biasa disapa Hida ini harus
serta merta dipraktikkan sepanjang perjalanan. Beberapa yang bisa klop dengan
nurani layak dilantan selaras dengan perkara lain yang merisak nurani patut
ditanggalkan.
Perkenalan yang bermula
dari perjumpaan pada 31 Oktober 2008 selepas Dhuhur (Jum’atan) itu berlangsung
menggembirakan. Saat ini saya tahu itu tepat tetapi jika kembali ke masa-masa
itu dugaan itu tak pernah ada dalam benak saya. Kami sekadar saling menyapa dan
bercakap ringan saja.
Satu permulaan yang tak
pernah berhenti hingga kami sama-sama telah melalui separuh umur empat puluh. Hida
termasuk beberapa orang yang biasa saya ajak bercakap ringan, yang biasa
dipandang tak penting sebagai bahan perbincangan walakin menjadi semacam interaksi
yang melegakan.
Sejauh saya mengenalnya Hida
adalah sosok yang laras. Hida terbilang laras karena dia memiliki
kesungguhan untuk menumbuhkembangkan
sisi femininine dan masculinine.
Sisi masculinine yang
dipentaskannya dengan sikap tegas dan berani selaras dengan sikap lemah dan mengayomi
pementasan sisi femininine.
Dua sisi berlawanan yang ada dalam setiap manusia ini
sanggup dipadukan sekaligus dengan bagus yang membuat Hida tak salah mendapat semat
sebagai manusia paripurna. Manusia yang petuahnya pantas di-gugu (memotivasi) dan rekam jejaknya
layak di-tiru (menginspirasi). Manusia
yang memiliki daya dorong luar biasa pada manusia lainnya.
Lagipula dirinya juga tak akan melayang dengan pujian
sepertihalnya dan tak bisa tumbang oleh cacian. Baginya caci maki serasa seperti puji, sementara pujian
hanya suara sumbang terdengar merdu. Segala semat yang dialamatkan
padanya Hida tak membuatnya berhenti meniti tatanan dan menata titian.
Ada harga yang harus
dibayar ketika saya mulai berinteraksi dengan orang lain, dan harganya adalah
tak bisa berinteraksi terus menerus. Orang lain dan saya memiliki pilihan
keseharian berbeda serta ada saatnya nafas berhenti berhembus. Bersama Hida
juga sama saja. Sejak perkenalan kami 31 Oktober
2008 silam, saya jarang bicara dengan Hida. Maksudnya, tak setiap hari saling
menyapa. Meski demikian, persahabatan kami tetap bertahan. Bertahan
bersama-sama saling mengapresiasi dan menghormati setiap pilihan yang dijalani.
Sebagian orang memandang puan kelahiran 29 November 1994 ini
bukanlah sosok istimewa sehingga tak pantas untuk dikagumi. Memang tak ada yang
istimewa dari puan Sagittarius ini. Hida bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah,
merasa bad mood, dan selebihnya. Dia
juga butuh makan, minum, maupun tidur, dan kalau makan tak pernah sampai bersih
(benar-benar habis).
Meski begitu, sah-sah saja kalau Hida menjadi salah satu
sosok yang saya kagumi. Bukankah salah satu perkara yang membuat persembahan dari surga Muhammad [محمد]
shallallahu'alaihiwasallam asyik dikagumi
adalah karena dirinya mementaskan keseharian sepertihalnya manusia biasa dalam
posisinya sebagai nabi sekaligus rasul yang menerima al-Quran [القرآن]?
Ada saat ketika saya menyadari kalau Hida pernah mengalami
masa terdampar di keruhnya satu sisi dunia. Perpisahan dalam ruang dengan sang bapak 28 November
2008 silam sempat membuatnya mengalami rasa sedih mendalam. Rasa sedih yang tak terlalu tampak di permukaan
lantaran memang berusaha tak ditampakkan olehnya, namun tampak kentara melalui
tatapan mata. Mata bicara banyak hal saat bibir tertutup rapat tak
sanggup menjelaskan.
Perpisahan tersebut belakangan
menjadi titik balik buatnya untuk berkembang lebih pesat. Setitik lara menguatkan. Setitik luka
melembutkan. Setitik perih mendewasakan. Setitik peristiwa
yang membuatnya tumbuhkembang sebagai al-insan
[الإنسان], al-basyar [البشر], dan
an-naas [الناس] sekaligus.
Setitik lara yang pernah didera memang tak selalu bisa
disirnakan. Walakin Hida tetap tegap berusaha untuk terus mengayuh perjalanan. Selepas
setitik perih mendewasakan itu, Hida tak lelah mengayuh penciptaan sejarah baru
dalam kesehariannya. Sejarah baru tanpa bersama bapaknya yang berada di dimensi
alam berbeda.
Penciptaan sejarah yang ditata dengan ciamik serta
diperindah sedemikian apik. Sebagai seorang pencipta sejarah baru [الخالق],
Hida memiliki keagungan laku [المتكبر]. Keagungan bukan untuk menyombongkan
diri pada liyan melainkan keagungan
untuk mengatasi masalah yang pasti selalu muncul.
Setiap masalah yang muncul berhasil diatasi. Semua masalah
ada solusinya meski semua solusi itu ada masalahnya juga. Keberhasilan
mengatasi ragam macam permasalahan yang membuat Hida menjelma sebagai sosok
yang gagah [الجبار] dan perkasa [العزيز] dalam menghadapi badai walau seorang diri.
Meski bisa sendiri, Hida tak bersikap mementingkan diri
sendiri saja. Dia tetap peduli pada orang lain, yang merupakan buah dari
jiwanya yang pengasih [الرحمن] dan penyayang [الرحيم]. Kasih-sayang yang
ditumpahruahkannya tanpa pilih kasih membuatnya tampil sebagai sosok queen [الملك] tanpa pernah meminta
dengan penuturan kata-kata.
Kepeduliannya berpadu dengan kelihaiannya mengetahui segala
kondisi yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui [عالم الغيب والشهادة].
Pengetahuan yang membuatnya bisa menjalani keseharian biasa-biasa saja tanpa
dilandasi kecenderungan maupun kepentingan yang melawan nurani [القدوس]. Pengetahuan
yang membuatnya peduli untuk bisa menjadi penebar keselamatan [السلام] maupun
pembangun kepercayaan [المؤمن].
Hida sanggup menjadi pengatur [المهيمن]. Seorang yang bisa
mengatur dirinya sendiri maupun membangun lingkungan agar teratur. Lingkungan
yang membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat terlibat pergaulan. Rasa
aman dan nyaman yang membuat orang-orang bisa pulas tidur.
Seperti prinsip luhur yang diajarkan oleh para leluhur
bangsa Jawa, “mangan enak turu kepenak” (makan
enak dan tidur nyenyak). Rasa aman dan nyaman dalam lingkungan pergaulan
membuat segala yang dikonsumsi terasa enak dan tidurpun bisa nyenyak. Keseharian
yang dijalani pun tak terasa dirisak oleh riak.
Wabakdu, perjalanan
yang dilakoni Hida adalah perpaduan ikhtiar
dan takdir. Sebagian orang boleh saja
mencibir. Meski demikian, Hida tak langsir ungkapan nyinyir yang dialamatkan padanya dari para tukang pandir. Biarpun
sebagian orang sirik tiada akhir, Hida terus tetap mengalir.
Sah-sah saja kalau
dirinya merasa gembira ikhtiar yang dilakukan selaras dengan takdir yang digariskan.
Lebih dari itu, Hida patut
gembira lantaran kegembiraannya juga bisa menggembirakan manusia lainnya.
Sah-sah juga kalau saya menyebut puan
kelahiran 29 November 1994 tersebut adalah guru. Seorang yang rekam jejaknya layak
di-tiru (menginspirasi) dan pernyataannya pantas di-gugu (memotivasi).
Perjalanan Hida menginspirasi dan memotivasi untuk selalu
berserah pada Allah [الإسلام]. Salah satu wujud keberserahan adalah selalu rela
dengan takdir terburuk dari Allah. Kerelaan pada takdir terburuk dari Allah
merupakan upaya menghindari amarah dan tak kabur dari rasa syukur. Pasalnya amarah cenderung menggiring
mata untuk memandang segala yang nista.
Segala penataan
pagelaran Sang Pencipta harus senantiasa diterima dengan legowo. Segala yang ditatakan Pencipta adalah
wujud kekuasaan Ilah [إله] dan kasih Rabbi [رب]. Hida
menunjukkan pada saya untuk mampu mengendalikan diri bebas dari rasa takut dan
duka cita. Kepada Ilahi-Rabbi, Hida selalu berserah. Kepada kata-kata
yang dialamatkan padanya, Hida selalu terserah. Sehingga mampu menjalani keseharian
biasa saja menuju Allah (Jawa: ngalah).
Manusia diciptakan dari Allah dan menuju (Jawa: ngo) ke Allah (Jawa: Alah). Pandangan fisika menuturkan bahwa
kembali tak dimungkinkan secara waktu. Dalam waktu, pergerakan tak bisa
dilakukan mundur namun terus maju. Karena posisi awal dan akhirnya sama, maka
tidak terjadi perpindahan.
Tidak terjadi perpindahan bukan berarti tidak menempuh
perjalanan. Pandangan fisika menuturkan bahwa jarak tempuh sejauh apapun ketika
posisi akhir sama dengan posisi awalnya, dapat disebut tidak terjadi
perpindahan. Seluruh ciptaan Ilahi-Rabbi
tak bisa lepas atas pola mengikuti dan berada dalam batas kelangsungan ‘dari’
ke ‘menuju’ dan berpuncak membentuk lingkaran [إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ].
Entah lingkaran itu tersusun atas lurusan-lurusan atau
lurusan-lurusan yang membentuk lingkaran, tak jelas. Sama tak jelasnya dengan
segala peristiwa yang dialami. Tak jelas peristiwa itu memberi rasa suka atau
duka karena ukuran suka dan duka tergantung suasana yang sedang dirasa. Yang
jelas, segala peristiwa harus segala peristiwa harus diterima dengan legowo.
Dengan legowo
menerima segala penataan pagelaran Sang Pencipta [رَاضِيَةً], sembah rasa cinta
pada Ilahi-Rabbi bisa terus menggelora. Gelora sembah rasa yang membuat manusia
tak lelah menyapa Allah agar dianugerahi setitik Cinta dari-Nya [مَرْضِيَّةً]. Setitik
Cinta yang bisa menjadikan makhluk berperasaan berjumpa Pencipta dengan sapaan
mesra:
يَا
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي ۞ [القرآن الكريم سورة
الفجر : ٢٧ - ٣١]
Sapaan mesra
yang membuat surga dan neraka tak lagi menjadi perkara penting. Sebab yang
paling penting adalah berada dalam keadaan sepenuhnya terserap ‘hilang’ menjadi
bagian Kirana (kata lain dari Cahaya), ‘satu perkara’ yang tak memiliki massa
dan usia. Kirana menjadi ‘satu perkara’ yang memperlihatkan batas keberlakuan
ilmu fisika. Pandangan fisika menuturkan bahwa segala yang ada di semesta ini
lambat laun akan hancur, sedangkan Kirana selalu ada.
Satu-satunya
cara semesta agar tidak hancur hanyalah manunggal
dengan Kirana, yang dituturkan bahwa:
اللَّهُ
نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ
الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ
مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي
اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ۞ [القرآن الكريم سورة النّور : ٣٥]
Stronger — menunjukkan kekuatan persahabatan, bersama menyapa Kirana |
___________________________________________________________________________________________