— a singer for our time
“Sebenarnya basic-nya bukan
dangdut sih, tapi emang dapet jalannya di dangdut terus,” papar
Rosa Lailatul Fitria, penyanyi kelahiran Tulungagung, Indonesia, yang memilih
dangdut sebagai jalan kariernya, “udah coba di genre pop, tapi emang
belum rejeki.”
Menjadi penyanyi bukanlah sebuah
kebetulan buat Oza, sapaan karibnya. Jalan agar bisa menjadi penyanyi seakan
sudah ditatakan Tuhan. “Dari kecil diarahin jadi penyanyi sama mama,
karena mama juga mantan penyanyi,” tuturnya sambil tersenyum.
Mama Oza, Bunda Nurhayati, memang
penyanyi jazz kemudian dangdut. Sementara Papa Oza juga tak jauh dari
urusan olah vokal. “Dari ayah, juga saudara-saudara, banyak yang qōri’ah
gitu,” jelasnya, “jadi emang dari mama-papa semuanya ada darah
penyanyi.”
Walau mama mengarahkan, tak ada
pemaksaan yang harus Oza ikuti. Oza sendiri berpikir kalau arahan tersebut
bukanlah ambisi seorang mama, melainkan kepedulian orangtua yang melihat bakat
buah hati tak boleh mati.
Pengalaman mama sebagai penyanyi
dimanfaatkan oleh Oza untuk belajar olah vokal secara rapi dan rinci sedari
dini. “Aku belajar nyanyi ya sama mama dan mama selalu nemeni ke
mana-mana,” tegasnya, “pokoknya baru dilepas sama mama itu ya pas lepas SMA,”
lanjutnya.
Dukungan sepenuhnya, baik secara
psikis, teknis, maupun ekonomis dirasakan oleh Oza. Wajar jika dirinya gembira
melakukannya. Kegembiraan yang turut membahagiakan orangtua tentunya, terutama
mama.
Oza tak lelah belajar mengolah vokal
sesuai jenis suara yang dimiliki agar berpadu apik dengan alunan nada yang
mengiringi. Dirinya terus mengelaborasi pita suaranya maupun beragam bunyi alat
musik agar kelak bisa menyajikan pertunjukan prima ketika menjadi penyanyi.
Selain memanfaatkan bakat suara dan
titian yang ditatakan mama, Oza juga menyadari modal lain yang dimiliki, ialah
daya tarik fisik. Meski bukan diutamakan, wajah cantik dan badan estetik
menjadi sisi yang turut digali. “Aku jarang banget ke klinik
kecantikan,” jelas Oza mengenai cara merawat kecantikan, “selebihnya aku cuma
pake masker-masker yang di rumah aja sih.”
Memang perawatan tak terlampau megah,
tetapi Oza mengerti bahwa modal fisik sama pentingnya dengan modal ekonomi,
sosial, dan budaya. “Menurut aku kecantikan itu penting, karena dengan kita
merawat dan menjaga kecantikan adalah bentuk dari rasa syukur karena diberi
nikmat dari Yang Maha Kuasa,” ungkap Oza.
Oza tak ambil pusing terhadap
sebagian kalangan yang enggan mengapresiasi modal tersebut. Dirinya tetap
berusaha agar daya tarik fisik turut berperan dalam kariernya, mulai dari
olahraga ringan nan teratur setiap bangun tidur, menjaga pola konsumsi makanan
dan minuman, memperhatikan kecocokan riasan wajah, hingga berpikir menentukan
busana yang dikenakan.
“Olahraga tiap bangun tidur, push-up
10-25 kali lah,” tutur Oza saat ditanya soal rutinitas latihan untuk merawat
fisiknya. “Selalu menyempatkan waktu 15 menit paling enggak untuk
olahraga kecil, kayak latihan napas, peregangan biar enggak kaku,”
pungkas Oza.
Berbagai usaha yang dilakukan Oza tak
sia-sia. Tahun 2007 dirinya mencoba peruntungan dengan mengikuti program acara StarDut
di Indosiar. “Umur 13 StarDut itu,” kenangnya saat bercerita awal
karier, “kalau sebelumnya ya nyanyi-nyanyi biasa aja gitu,” tutupnya.
Oza memang gagal menjadi juara StarDut,
walakin dia tak sial mengikutinya. Sejak saat itu dirinya mulai sering tampil
dari panggung ke panggung, dengan beragam rasa suka-duka tak istimewa yang
dirasakan. Perlahan malar, jam terbang Oza dalam bergoyang semakin membentang.
Oza lalu bergabung dengan CNB
Production, anak perusahaan CBM Entertainment yang bergelut di segmen dangdut.
Melalui CNB Production, dirinya merilis single berjudul Aki-Aki Gila
yang dirilis pada 24 Juni 2015.
Single tersebut berkisah tentang lelaki
berumur yang perilakunya kerap menggoda setiap berjumpa perempuan cantik. Aki-Aki
Gila terbilang kurang laris di pasaran, tetapi memiliki kapling permanen
dalam hati Oza. Dari single ini pula Oza mendapat gagasan menggunakan
kata ‘Kioza’ sebagai nama panggungnya.
Mulanya Oza iseng saja mengganti
‘Oza’ menjadi ‘Ozaki’ pada 11 Mei 2014 agar terasa lebih fresh. “Jadi
sebenarnya dulu namanya Ozaki, karena first single aku judulnya Aki-Aki
Gila,” ungkap Oza bercerita. “Jadi itu gabungan dari ‘Oza’ dan ‘Aki-Aki
Gila’ jadi ‘Ozaki’, gitu, tapi karena Ozaki itu salah satu brand
terkenal di Jepang, jadi ganti Oza Kioza gitu,” tutupnya sambil tertawa.
Oza tepat, Ozaki sudah terlanjur
menjadi brand tersohor di Jepang. Selain menjadi nama toko dan restoran,
nama Ozaki juga menjamur sebagai nama sosok populer, mulai Mashashi Ozaki
(pegolf), Yutaka Ozaki (pemusik), Yoshima Ozaki (pelari), Yukihiro Ozaki
(peneliti), Munaharu Ozaki (pebisnis), bahkan baru-baru ini Risa Ozaki
(petenis).
Menggunakan kata ‘Ozaki’ sebagai nama
panggung justru merupakan keputusan fatal. Pasalnya hal ini memaksa Oza untuk
berusaha lebih keras agar namanya tak tenggelam oleh Ozaki-Ozaki yang lain.
Mengubah ‘Ozaki’ menjadi ‘Kioza’, yang diputuskan pada 27 Juni 2014 merupakan
keputusan brilian. Soalnya bisa menjadi nama baru yang fresh sekaligus
sebagai cara mengapresiasi single perdana penanda perubahan penting
dalam berkarier.
Sesudah diubah menjadi Kioza,
perempuan kelahiran 4 Maret 1994 sempat mendapat pengalaman lucu. Gara-gara
nama tersebut, dirinya disangka model dewasa asal Jepang. Sangkaan yang memberi
Oza tawaran photoshoot dengan bayaran fantastis asal dirinya harus
tampil vulgar dan menantang. “Mungkin karena Maria Ozawa juga pernah main film
di Indonesia kali yah,” tukas Oza.
Tanpa berpikir lama, Oza segera
menampik tawaran menggiurkan tersebut. “Karena bagi aku sendiri popularitas
dapat diraih dengan berbagai cara halal,” tuturnya menjelaskan. “Kalau fotonya
masih menggunakan busana dan hanya bergaya sebatas kewajaran mungkin aku mau.
Seksi itu kan bukan harus buka-bukaan, tergantung sudut mana kita bisa menilai,
apalagi kalau aku harus foto sampai telanjang kayaknya aku memilih untuk
berfikir seribu kali,” tandasnya serius.
Oza berusaha untuk menjadi penyanyi
yang pantas dikagumi. Memang dirinya kadang tampil tak jauh berbeda dengan
biduanita, dengan menyajikan goyangan menawan dalam balutan busana menggoda.
Walakin penampilan Oza tak sampai senonoh, apalagi vulgar dan jorok!
Sebagai penyanyi dangdut, Oza
memiliki visi agar penampilannya bisa membantu mengubah kesan cemar yang kerap
diterima oleh dangdut. “Tidak semua artis dangdut harus menyuguhkan goyang
erotis baru diterima masyarakat. Buktinya Rita Sugiarto, Erie Suzan, Ike
Nurjanah, Iis Dahlia, mereka artis senior yang eksis hingga saat ini tampil
begitu sempurna dengan suara yang merdu tanpa harus bergoyang erotis,” tandas
Oza, “kalau bukan kita yang mempertahankan musik asli Indonesia siapa lagi
coba?”
Sebagai penyanyi asal Indonesia, Oza
ikutserta dalam acara ASEAN Plus Music and Culinary Festival di
Vientiane, Laos pada 12-13 November 2016. Selain Oza, Andra and the BackBone
dan Rebelsuns juga ambil bagian. Dalam kesempatan tersebut, Oza sempat
melantunkan Yen Sabai Sao Na yang merupakan lagu dari Laos serta berduet
menyajikan Sempurna bersama Andra and the BackBone.
Selain tampil dari panggung ke
panggung, belakangan Oza juga turut memanfaatkan media daring sebagai sarana
menghibur para Oza Kilova (sebutan Oza untuk para pemujanya). Hal ini dilakukan
oleh Oza dengan menggarap saluran YouTube pribadinya ‘OchaFitria’ yang dibuat
pada 2011 silam. “Di YouTube itu cover-nya dari request gitu,”
akunya mengenai pemilihan lagu yang disajikan.
Beberapa lagu seperti Havana
(Camila Cabello) yang dilantunkan olehnya berhasil menampilkan kebolehan Oza
dalam bervokal ria. Dengan menggunakan kamar tidurnya sebagai latar rekaman,
Oza berhasil memukau pendengar, juga pemirsa. Satu bukti bahwa kemampuan vokal
Oza memang istimewa.
Oza memang istimewa: vokalnya,
fisiknya, usahanya, maupun gagasannya. Pun karier yang dijalani, terbilang cemerlang.
Wajar kalau dia banyak disuka, banyak pula yang ingin meminang. Hanya saja
untuk urusan asmara, Oza belum menunjukkan tanda-tanda ingin menikah maupun
segera memiliki keturunan.
Banyak lelaki mendekati untuk merebut
hati dan memiliki diri Oza seutuhnya, belum satu pun yang diterima sebagai
mitra berkeluarga dan berumah tangga. Oza mengaku belum mau memikirkan urusan
asmara dan lebih memilih fokus meniti karier dan membahagiakan orangtua. “Kalau
laki kan semuanya begitu. Laki kalau enggak mau tapi ceweknya mau, ya ayo aja.
Toh enggak ada ruginya buat laki-laki,” ujar Oza menanggapi pertanyaan
seputar asmara.
Oza adalah salah satu manusia yang
berani berunjuk rasa dengan cara yang bisa dilakukannya. Walau unjuk rasanya
menggembirakan rasa maupun melepas lara manusia lainnya, Oza tetaplah manusia
biasa. Oza butuh makan, minum, maupun tidur; juga bisa berpeluh lelah, berkeluh
kesah, berkeruh amarah, merasa bad mood, minder, dsb. dst. laiknya
manusia pada umumnya.
Kepiawaian Oza dalam berunjuk rasa dengan
berbagai cara tetap disertai pembawaan diri dalam menjalani keseharian wajarnya
manusia biasa. Oza sendiri juga mengagumi manusia lainnya, seperti Erie Suzan
dan Jessie J. “Kalau dangdut aku suka Erie Suzan, hehehe,” ungkap Oza ketika
ditanya siapa role model-nya, “kalau penyanyi internasionalnya suka
banget sama Jessie J,” pungkasnya.
Sepanjang menjalani keseharian, Oza
tak pernah meminta dikagumi. Dirinya hanya berusaha melakukan perbuatan yang
selaras nurani. Walakin dari sini, banyak orang yang kemudian mengagumi Oza.
Tak sedikit pula yang menjadikan perempuan kelahiran Sabtu Pon ini sebagai
panutan untuk dianut.
Oza sendiri tak memikirkan hal
tersebut. Dikagumi atau tidak, menjadi panutan atau bukan, tak menjadi pijakan
Oza. Oza hanya berusaha untuk terus tetap mentas, tanpa mencari pencapaian,
tanpa lelah berjuang. Bukan semata memuaskan hasratnya, tidak juga sekadar
menggembirakan mama, pula papa. Namun, untuk memberi motivasi dan inspirasi
buat sesama manusia biasa, khususnya anak yang merasakan perih dan pedih
menerima perpisahan mama dan papa.
“Orangtua aku divorce dan aku
ke sana ke mari hidupnya,” tutur Oza berkisah. Mama dan papa Oza memilih
mengakhiri ikatan suami-istri mereka ketika dirinya masih balita, tepatnya saat
berumur 3 tahun. Oza kemudian ikut mamanya pindah ke Nongkojajar, Kabupaten
Pasuruan kemudian ke Purwodadi, Kota Malang ketika masuk umur sekolah dasar.
“Tulungagung numpang lahir, hahah,”
kenang Oza, “numpang lahir terus ke Nongkojajar, Pasuruan itu 3
tahunnya, terus ke Malang.” Di Malang, Oza menjalani kegiatan pendidikan
formalnya dari tingkat dasar sampai menengah. “SD di Purwodadi 1 Malang, SMP 6
Malang, SMA 9 Malang,” kata Oza.
Ketika sekolah, Oza merupakan salah
satu pelajar berprestasi. Karena prestasinya pula Oza tak menyelesaikan
sekolahnya di SMA. “Jadi aku ga sampai lulus SMA karena kelas 2 SMA aku udah
langsung tes kuliah di Inti College Jakarta jurusan bisnis dan alhamdulillah
masuk,” cerita Oza, “tapi karena sempet ada kenakalan remaja jadi aku ga
lanjutin,” pungkasnya.
Tak masalah Oza meninggalkan bangku
kuliah. Setiap orang sudah memiliki jalannya sendiri. Walau setiap jalan
memiliki misteri, yang tak bisa dilihat secara presisi, “Life is a mystery,
everyone must stand alone,” lantun Madonna dalam Like A Pray.
Lagipula lembaga pendidikan belum
maksimal dalam melatih keberanian berunjuk rasa, khususnya selaras dengan
potensi yang dimiliki. “Kalau jaman aku sih, kayaknya standar-standar aja
tuh pendidikannya,” terang Oza, “kayaknya guru kurang mendukung yang gimana-gimana
kalau kita mau berekspresi.”
Perjalanan yang dilakoni Oza adalah
duet awet ikhtiar dan takdir. Sebagian orang boleh saja memandangnya dengan
cemar dan rajin mencibir. Meski demikian, Oza tak langsir ungkapan nyinyir
yang dialamatkan padanya dari para tukang pandir. Biarpun sebagian orang sirik
tiada akhir, Oza terus tetap mengalir.
Cerita Oza yang tak lelah mengayuh
misteri teranyam azam. Teranyam sebagai motivasi dan inspirasi agar tetap
meniti tatanan dari Sang Pencipta Semesta Raya dengan rasa riang. Melalui dunia
tarik suara, Oza menemukan dirinya sendiri.
Pada dasarnya Oza memang suka bernyanyi
dan bisa menyanyi. Selain itu dirinya terlanjur mantap menjadi penyanyi. Seakan
di sinilah letak Oza sebagai diri sendiri yang sesuai dengan ketetapan dan kehendak
Ilahi-Robbi. Kian hari, Oza makin tekun mendalami teknik menyanyi dan rajin belajar
dari sesama penyanyi, untuk dapat menjadi penyanyi yang tak terganti.