— memberikan hiburan, menyuntikkan harapan
Manusia adalah makhluk berperasaan, sehingga rasa bagi
manusia menjadi landasan yang kuat. Ketika ada seseorang yang memiliki satu set badan lengkap tanpa dapat merasakan
rasanya sendiri—apalagi rasa manusia lainnya—dia seakan robot. Walaupun
memiliki kepandaian—bukan kecendekiaan—melebihi para perancangnya, belum bisa
memiliki rasa.
Segala perkara maupun peristiwa yang memberikan manfaat
pada rasa manusia pasti berguna bagi keberlangsungan ummat manusia. Rasa kasih sayang misalnya, yang
sanggup membawa manusia pada rasa sama.
Rasa sama membuat segala yang dilakukan memberikan
kegembiraan. Sama-sama
merasakan adanya kesamaan, kesetaraan, maupun keserupaan rasa antara dia
sendiri dengan seluruh penghuni alam raya.
Kosok bali dari rasa beda yang merasa berbeda—baik rasa
lebih tinggi maupun lebih rendah—dari liyan
(orang lain). Rasa beda rentan memantik gairah pertikaian maupun ketidakpedulian
yang membuahkan perilaku meresahkan.
Tak jarang dalam beberapa pilihan manusia merasa
memiliki satu kesamaan antara dirinya dengan manusia lainnya. Dalam keseharian
yang penuh dengan pilihan, satu kesamaan merupakan titik temu jitu untuk
menciptakan keharmonisan. Tak
dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam ketidaksamaan.
Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa mempermasalahkan titik-titik
lain yang menceraikan?
Sebagai makhluk berperasaan, berunjuk rasa (expression) merupakan perilaku yang wajar
dilakukan. Entah unjuk rasa melalui rupa, nada, gerakan, tulisan, dsb. dst.
termasuk bergeming. Segala
unjuk rasa yang bisa menggembirakan rasa ataupun menjadi sarana melepas rasa
lara menimbulkan kekaguman pada pengunjuk rasa. Kekaguman menyebabkan manusia yang dikagumi mewujud
sebagai panutan (role model).
Semua orang tentu memiliki panutan. Mulai orangtua,
keluarga, tetangga, sahabat, guru, teman, hingga sosok lainnya termasuk sosok
yang dikenal sebagai public figure. Panutan,
baik seorangan atau sekerumunan,
memberi semangat terhadap langkah yang dijalani dalam keseharian. Panutan
memiliki peran psikis, yang dapat memengaruhi pandangan (cara, sudut, jarak,
sisi, dan resolusi) terhadap sesuatu bahkan bisa memengaruhi seseorang
sepenuhnya.
Seorang panutan biasanya menjelma sebagai sosok agung
bagi pengagumnya. Sosok yang memiliki daya dorong luar biasa hingga sanggup
membawa batin pengagumnya larut terhadap beberapa perkara. Saking hanyut batin
itu sampai perilaku tak
bisa dirunut dengan nalar biasa.
Setiap manusia layak menjadi panutan, entah manusia tersebut dipandang
sebagai sosok besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang
sebagai sosok kecil karena sedikit orang yang mengenalnya. Sepanjang orang
menunjukkan kesungguhan, pasti ada orang yang menjadikannya sebagai panutan,
meski diam-diam.
“Mustahil dipikirkan? Jika Dia sudah berkata ‘Kun’ maka
terjadilah..”
— Eny Rochmawati Octaviani
Role Model ini Bernama Eny Rochmawati Octaviani
Ada banyak sosok yang dapat dijadikan sebagai panutan,
salah satunya ialah Eny Rochmawati Octaviani, perempuan yang sempat menekuni dunia modelling. Awal Tata menjamah dunia modelling
bermula sejak lama, saat masa anak-anak masih dijalani olehnya.
Kesenangan terhadap tata rias dan busana adalah pemantik
rasa penasaran yang membuatnya ingin mencoba. Rasa penasaran yang menggelayuti hati mendapat jalan
menelisiknya ketika Tata mendengar ada sekolah modelling. Di sekolah modelling ini, selain peragawati, juga diajari perihal
pemeran (actress) dan pembawa acara (host).
Tata tak melewatkan kesempatan ini. Tanpa lama-lama
memikirkan, keikutsertaan bergabung diputuskan. Tanpa lama-lama pula rasa
penasaran yang menggelayuti hati mulai terkurangi.
Saat menjadi peserta di sekolah modelling, Tata mendapat perkataan bahwa
dirinya terampil dalam berkomunikasi. “Kalau ngomong ringan rasa,”
begitu kira-kira perkataan yang masih dikenang olehnya.
Perkataan tersebut seakan menjadi penegas bahwa Tata
memang memiliki keterampilan alami dalam komunikasi. Pasalnya oleh beberapa
orang yang mengenalnya, Tata dikenal murah bicara.
Mungkin hanya karena sekadar memuaskan rasa penasaran,
Tata tak lama-lama menekuni dunia modelling. Walau singkat saja
ditekuni, buahnya tak sirna begitu saja sirna dari penyuka jus alpukat ini.
Perkataan, “Kalau ngomong ringan rasa,” membuat Tata
yakin diri untuk tampil sebagai master of ceremony (MC). Beberapa kali
dirinya diminta untuk membawakan sebuah acara, baik acara formal maupun
seremonial, yang semuanya bisa dinikmati.
Dalam perjalanannya, dunia modelling berbanding
terbalik dengan dunia tari, yang sama-sama ditekuni sejak masa anak-anak masih
dijalani. Dunia tari
sendiri mulai ditekuni tatkala Tata duduk di kelas tiga SDN 2 Mlati Lor, Kudus.
Kala itu, Tata dan empat orang rekannya dilatih (trainee)
oleh tetangga mereka untuk menjadi pengisi acara 17-an (17 Agustus).
Keterampilan menari yang didukung kelihaian dalam berkomunikasi, membuatnya
diminta untuk menjadi pelatih (trainer) sejak masih duduk di kelas 6 SD.
Tak seperti modelling
yang bisa dilakukan sendiri, dalam dunia tari Tata biasa tampil bersama rekan-rekan. Dari beberapa
kesempatan, dirinya berulang kali mendapat kepercayaan sebagai lead dancer.
Menjadi lead dancer merupakan peran yang
dinikmati olehnya. Mendapat kesempatan untuk menjadi orang yang paling
berperan, tampil sebagai yang terdepan, hingga menjadi pusat perhatian, adalah
beberapa hal yang membuat Tata merasa bahagia. Rasa bahagia yang mengingatkan
dirinya agar tak kabur dari rasa syukur pada Sang Pencipta.
Tata sendiri tak banyak belajar teknik tari secara rapi
dan rinci. Terlebih lulusan SMPN 3 Kudus ini sempat merasa kurang mendapat dukungan, baik dukungan
psikis, teknis, juga ekonomis. Namun hal itu tak membuatnya menalak tiga dunia
tari. Walau dukungan kadang dirasa kurang, Tata tetap menjalani seni gerak
badan ini dengan perasaan
riang.
Kekurangan berlatih teknis malah memberi berkah
tersendiri buat
perempuan Libra kelahiran 04 Oktober 1995. Pasalnya Tata terpaksa mengelaborasi gerakan badan untuk manunggal (larut berpadu) dengan alunan nada
yang mengiringinya. Keterpaksaan
yang membuat penampilan Tata banyak disuka. Gerakan badan dan suara nada terasa
bisa larut bersama untuk memberikan hiburan.
“Sesering apapun kita jatuh, bangkit dengan cepat
dan tidak mengulang kesalahan sama.”
— Eny Rochmawati Octaviani
Hadir Untuk Membesarkan Hati
Memberikan hiburan menjadi semangat yang menggelora
dalam sukma Tata. Di
setiap kesibukan menjalani beragam kegiatan, Tata senantiasa berusaha hadir
mengibur, untuk membesarkan hati orang lain.
Membesarkan hati sebagai pemacu untuk segera bangkit
dari keterpurukan dalam waktu singkat. Membesarkan hati setelah meluangkan
waktu untuk menyimak keluh kesah sebagai cara untuk mengenali masalah.
Bagusnya Tata tak selalu memberikan saran. Tata hanya
berusaha untuk membantu orang mengenali masalah yang dialami sekaligus memberi
kepercayaan sepenuhnya bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan menggunakan
cara mereka sendiri.
Kebiasaan Tata sebenarnya biasa saja lantaran memang
mestinya tak ngoyo memberikan
saran,
walakin mengenali masalahnya dulu. Hanya saja sebagian manusia merasa sia-sia
berkeluh kesah dan merasa kurang hebat kalau tak memberi saran.
Tata hanya meluangkan waktunya untuk berbagi, yang
dituturkan oleh Im Yoon-ah [임윤아] (Yoona),
penghibur asal Korea Selatan yang dikaguminya, “Happiness is doubled when
you share them together and sadness is halved when you share them together.”
Memberikan hiburan pula yang membuat Tata bersemangat
untuk memberikan sentuhan kepada kamu mustadh'afīn (dipinggirkan), seperti anak berkebutuhan khusus
(ABK). Sentuhan ini
dilakukan oleh Tata bersama Rumah Belajar Anak (RBA), tempat terapi bagi ABK dan juga bimbingan belajar untuk umum.
Lembaga yang berlokasi di Mlati Lor, RT/RW 002/002 No.
187, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ini memberi terapi tanpa perlu bolak-balik control
teratur ke rumah sakit, rontgen, serta mengonsumsi obat-obatan.
RBA melatih perkembangan motorik kasar dan halus anak,
dengan harapan agar mereka tak merasa terpinggirkan dari lingkungan. Seperti
ungkapan yang senantiasa digelorakan, “Aku Sama Denganmu”, RBA berupaya agar perbedaan takdir
tak membuat rasa sama harus langsir.
Program yang diberikan pada siswa RBA antara lain: fine motor skill, gross motor skills, edukasi, senam otak, outdoor learning, religious
education, fisioterapi, terapi wicara, ADL (the activity of daily
living), hasta karya, home visit, shadow teacher ke sekolah,
dan tes psikologi. RBA juga membuka program lain berupa kelas reguler dua jam
dan seharian, kelas hobi yang meliputi seni rupa dan seni tari, serta kelas Bahasa Inggris dan
Matematika.
Pengalaman bersama RBA membuat Tata mendapat kesempatan
untuk menjadi pengajar sekolah luar biasa (SLB). Di SLB Purwosari, Kudus,
dirinya mendapat kepercayaan untuk mengajarkan pada siswa tentang kesehatan,
seperti mencuci tangan serta mengukur tensi darah dan berat badan.
Dunia kesehatan sendiri adalah bidang keilmuan yang
ditekuni secara formal oleh Tata. Setelah lulus SMA Muhammadiyah Kudus, Tata
memilih Ilmu Keperawatan sebagai program studi selanjutnya. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Kudus menjadi perguruan tinggi yang dipilih
olehnya.
Tata termasuk sosok yang memiliki semangat kuat dalam
menjalani keseharian. Kesibukan melakukan banyak kegiatan tak serta merta membuat pendidikan
formal dia tinggalkan. Pada
08 Oktober 2017, belajar formalnya pada program studi Ilmu Keperawatan berhasil
diselesaikan.
Tata tak sekadar menyelesaikan kuliah, melainkan mendapat predikat lulus dengan pujian
(cumlaude). Walau sempat banyak terkendala dengan support dari
orangtua, akhirnya dia mengambil keputusan untuk melanjutkan Program Profesi
Keperawatan (Ners) selepas wisuda.
“Hargailah hal sekecil apapun yang kamu miliki,
karena mungkin itu merupakan hal yang besar bagi orang lain.”
— Eny Rochmawati Octaviani
Memberikan Wawasan Bukan Picisan
Sebagai orang yang kerap ikut serta dalam kegiatan umum,
wajar kalau Tata selalu
memperhatikan penampilan badan. Perhatian dapat berupa perawatan fisik,
pemilihan busana yang dikenakan, hingga perilaku ketika mengenakan busana
tertentu. Karena mengalami keadaan seperti ini, Tata biasa tampil dengan busana
yang terasa enak dipandang.
Sebagian orang tak terlalu memperhatikan perihal
penampilan badan. Nyaris sangat mengabaikan cenderung meremehkan. Dapat
dimengerti, pasalnya sebagian orang memang menganggap bahwa perilaku ini hanya
menjadi ajang untuk pamer saja.
Hanya saja Tata memiliki pandangan lain terkait hal ini. “Kalau kita tampil rapi, itu berarti
kita menghormati orang lain,” tuturnya saat ditemui dalam satu makan siang 09
Juli silam di salah satu tempat makan Kudus.
“Menghormati orang lain,” rasanya Tata tepat juga, atau
minimal pernyataannya tak bisa disalahkan begitu saja. Coba bayangkan, andaikan
ada rekan meminta kita ikut acara futsal,
namun busana yang dikenakan ialah kemeja dan sarung, kira-kira apakah orang yang
meminta merasa dihormati? Membuat orang lain merasa dihormati bukankah perilaku
terpuji?
Untuk urusan
penampilan badan, Tata memilih jilbab sebagai busana keseharian. Sekadar pilihan berbusana tanpa
merasa sebagai perempuan paling shalīhah di dunia dan merendahkan
perempuan lainnya.
Terkait jilbab, Tata memiliki pandangan dinamis
sepanjang mengenakan. Awalnya, dia hanya memahami bahwa berjilbab adalah
kewajiban menaati aturan. Ketaatan yang juga menambah kecantikan. Lambat laun,
dia mengerti bahwa jilbab bukan sebatas penggugur kewajiban, melainkan sebagai
kebutuhan buat perempuan.
Perempuan tercipta sebagai seni hidup yang identik
dengan kecantikan. Kecantikan yang terpancar dari perempuan kadang menjadi
pemicu perselisihan. Karena itu perlu untuk sedikit ditutupi. Bukan semata
sebagai wujud perilaku mawas diri, melainkan untuk mencegah gairah tak biasa
dari lelaki.
Tak heran kalau Tata merasa tak berkenan dengan ungkapan, “Berjilbab agar
lebih cantik.” Menurutnya, “Dengan berjilbab, perempuan berupaya
untuk menutupi kecantikan.”
Tata tak salah berungkap demikian. Dalam lintasan
sejarah, jilbab memang berfungsi sebagai penutup kecantikan. Agar kecantikan
tak begitu saja diumbar, supaya tak memicu timbulnya perselisihan.
“Dengan berjilbab, perempuan berupaya untuk
menutupi kecantikan.”
— Eny Rochmawati Octaviani
Tata Hanya Manusia Biasa
Walau unjuk rasanya bisa menggembirakan rasa manusia
lainnya, Tata tetaplah manusia biasa. Tata butuh makan, minum, maupun tidur,
juga bisa berpeluh lelah, berkeluh kesah, berkeruh amarah, merasa bad mood,
minder, dsb. dst. laiknya manusia pada umumnya. Dengan ungkapan lain,
kepiawaian Tata dalam berunjuk rasa dengan berbagai cara tetap disertai
pembawaan diri dalam menjalani keseharian laiknya manusia biasa.
Perempuan penyuka K-Pop dan Drama Korea ini memang manusia biasa. Tata
merupakan makhluk berperasaan (al-insān) yang peduli pada penampilan
badan (al-basyar) dengan kemauan membaur dalam lingkungan (an-nās).
Sepanjang menjalani keseharian, dia hanya berusaha untuk menghibur ketika lara
dan mengingatkan saat mapan.
Tak ada yang istimewa dari Tata karena semua manusia
bisa meniru untuk melakukannya. Malahan Tata sendiri mengagumi manusia lainnya
seperti Yoona. Walau tak istimewa, perempuan penyuka suara Jihan Audy ini tetap
pantas dijadikan sebagai panutan. Semangat perjuangannya layak diperjuangkan.
Perjalanannya merupakan satu sisi megah tersendiri yang layak dikagumi.
Tata mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah
mengayuh perjalanan. Di-reken
(anggap) sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusannya, yang merupakan
kesuksesannya adalah tak lelah mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh…
mengayuh… mengayuh perjalanan… saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati
ketidaksamaan… “You say God give me a choice…” seperti lantun Queen
dalam Bicycle Race.
Tata tak lelah mengayuh perjalanan untuk mewujudkan
keseimbangan. Keseimbangan yang membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat
saling menyapa karena memiliki rasa sama. Satu perjalanan yang patut
diapresiasi semadyana.
Saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat titik
temu antar sesama. Seperti diungkapkan oleh nama besar sebelum Tata, Muhammad shallallāhu’alaihiwasallam.
Sang Kirana Azalea bertutur bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman
(الدعاء سلاح
المؤمن).
Satu pernyataan yang diabadikan oleh Madonna Louise Veronica Ciccone melalui Like
a Prayer.
Tata tetaplah Tata, yang terus melangkah tanpa bisa
dituturkan melalui kata dan aksara sepenuhnya. Karena perempuan memang sulit
dimengerti sepenuhnya, walau tetap bisa dinikmati seutuhnya. Tata ketika
dilihat itu fisik, ketika dinikmati itu hati.
“Allah punya berbagai cara untuk membuat kita
bersyukur.”
— Eny Rochmawati Octaviani
Catatan: