Author: Nong Darol Mahmada
Judul : Bahagiakan
Diri dengan Satu Istri
Penulis : Cahyadi Takariawan
Penerbit : Era Intermedia, 2007
Tebal : xxxi + 278 halaman
Terbitnya buku ini tak
kalah kontroversinya dengan poligami Aa Gym beberapa waktu lalu yang berakibat
pesantren dan usaha bisnisnya makin sepi. Meski penulisnya menolak kalau ia
menulis buku ini bukan lah karena faktor itu. Konon saking kontroversinya, buku
ini sempat ditarik dari peredaran karena membuat gerah aktivis dan petinggi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meski yang memberi pengantar buku ini adalah
istri pertama Presiden partai tersebut, Sri Rahayu Tifatul Sembiring. Wajar
saja karena buku ini ditulis oleh Ustadz Cahyadi Takariawan yang merupakan
salah seorang anggota Majelis Syuro PKS. Majelis ini menempati posisi tertinggi
dalam struktur partai yang berideologi Islam ini. Sementara sudah jadi rahasia
umum kalau ikhwan partai ini lazim melaksanakan praktik poligami dengan tujuan
untuk perluasan dakwah Islam. Mereka juga meyakini bila poligami merupakan
solusi ideal relasi suami istri bila sang suami “tergoda.”
Di sinilah menarik dan
beraninya buku ini. Isinya memang benar-benar menelanjangi praktik poligami yang banyak menyengsarakan
kaum istri dan anak serta lebih khusus lagi kata penulis, berakibat buruk pada
dakwah Islam. Artinya penulis mendekonstruksi pemahaman dan keyakinan sebagian
besar koleganya di partai. Dalam pendahuluannya, penulis mengakui bahwa
sebenarnya tema ini merupakan tema yang selalu dia hindari karena supersensitif
bahkan hipersensitif. Menurutnya, menulis masalah poligami bukanlah wilayah
aman untuk mengungkapkannya. Keputusan penulis untuk tetap menulis tema ini,
tentulah sangat tidak populer. Bahkan cenderung menentang arus, atau mungkin
juga kebijakan partai.
Sedari awal penulis
menekankan bahwa ia menulis buku ini bukan dalam rangka menolak hukum atau
ajaran Islam tentang poligami. Yang ia tolak adalah praktik poligami itu
sendiri. Hal ini dikarenakan banyak fakta dan kasus yang akhirnya ia sendiri
punya kesimpulan kalau poligami itu bukanlah solusi terbaik untuk menyelesaikan
persoalan keluarga tapi malah menghancurkan institusi keluarga khususnya
perempuan dan anak. Meski penulis mengakui pada kasus-kasus tertentu seperti
menolong janda dan anak korban konflik, poligami tetaplah menjadi solusi. Tapi
kenyataannya sangat jarang suami yang berpoligami karena alasan tersebut.
Mayoritas berpoligami karena perempuan yang akan dijadikan istri selanjutnya
itu lebih muda, lebih menarik, lebih pintar dan lebih segalanya dibanding istri
pertamanya. Buku ini banyak mengungkap data dan fakta yang didasarkan pada
kasus-kasus praktik poligami yang memang menjadi kecenderungan partai dimana
penulis terlibat dan dari pengaduan para kliennya karena profesinya sebagai
konsultan pernikahan dan keluarga di Jogja Family Center (JFC).
Karena itulah penulis
menyarankan agar suami membahagiakan dan memaksimalkan diri dengan satu istri.
Dari situ, penulis mengeksplorasi argumen-argumen doktrin Islam tentang
monogami yang menurut saya argumen tersebut mendekonstruksi argumen tentang
poligami dalam Islam.
Seperti diketahui, biasanya
para pelaku poligami membenarkan perbuatannya tersebut pada dua hal: Alquran
surat al-Nisa ayat 3 yang membolehkan poligami sampai empat dan mengikuti
Sunnah Nabi. Padahal kata penulis, bila kita melihat kehidupan keluarga Nabi
secara cermat, sesungguhnya Nabi itu melakukan monogami. Karena dalam kurun
waktu kehidupan rumah tangga Nabi, Nabi itu sangat monogami. Kehidupan rumah
tangga Nabi dengan Khadijah itu berlangsung 25 tahun, sementara Nabi mempraktikan
poligami itu hanya 10 tahun. Itu pun setelah Khadijah wafat dan kebanyakan
pernikahannya itu lebih dikarenakan menolong janda-janda sahabat beliau yang
meninggal akibat perang untuk membela Islam. (hal xviii)
Sementara ayat Alquran yang
menjadi acuan poligami itu pun titik tekannya pada sikap suami yang bisa
berlaku adil, bukan pada bolehnya praktik poligami tersebut. Sikap adil susah
sekali ukurannya karena sangat melibatkan perasaan, tidak hanya kepuasan materi
dan seksual semata. Anugerah perasaan inilah yang merupakan salah satu
kelebihan manusia. Seperti yang diulas dengan bagus oleh Bintu Syathi Aisyah
Abdurrahman dalam bukunya Istri-istri
Nabi, kehidupan istri-istri Nabi saja tak sepenuhnya harmonis, malah
cenderung penuh intrik dan saling cemburu karena mereka saling bersaing untuk
memperebutkan perhatian Nabi. Untuk sekualitas lelaki seperti Nabi saja, yang banyak
diberi kelebihan oleh Allah, Beliau cukup kerepotan mengelola perasaan dan
menghadapi isteri-isterinya. Apalagi untuk manusia biasa seperti kita semua.
Karena itu kata penulis, kita ini bukan Nabi, isteri kita pun bukan Aisyah.
Makanya jangan coba-coba berpoligami. (hal 238)
Ada juga yang berargumen
berpoligami itu karena untuk menghindari zina. Istilahnya, dari pada selingkuh
kan lebih baik poligami. Menurut penulis, kok bisa poligami dibandingkan dan
disejajarkan dengan zina (selingkuh). Penyejajaran seperti ini kata penulis,
merupakan cara berpikir yang tak nyambung, dan ungkapan tersebut tidak pada
tempatnya sebagai alasan untuk melakukan poligami. Ia menyodorkan beberapa
pilihan selain poligami. Misalnya dari pada suami berpoligami lebih baik berpuasa
untuk menjaga diri atau konsentrasi dan fokus ke isteri atau onani dan
masturbasi atau berkebiri atau berlari-lari untuk membuang energi atau bertobat
setiap hari atau aktif dalam kegiatan berorganisasi atau segera naik haji atau
banyak pilihan perbuatan
yang lebih baik dan positif. Jadi bagi penulis, suami tak mesti berpoligami,
atau lebih ekstrim lagi berselingkuh, karena pilihan untuk tetap beristri satu
tetap yang paling realistis. (hal.99)
Penulis mengakui, banyak
yang bertanya kenapa ia tak berpoligami. Jawabannya karena ingin bahagia dengan
satu istri. Dengan memarodikan lagu Aa Gym, penulis menjawab:
Jagalah
istri, jangan kau sakiti
Sayangi
istri, amanah ilahi
Bila
diri kian bersih, satu isteri terasa lebih
Bila
bisa jaga diri, tidak perlu menikah lagi
Bila
suami berpoligami
Dakwah
akan terbebani
Demarketing
menjadi jadi
Dakwah
bisa dibenci
Jagalah
istri, jangan khianati
Jagalah
diri, tak perlu poligami
Buku ini jelas-jelas
diperuntukkan untuk suami baik yang punya niat berpoligami atau tetap monogami.
Bagi yang berniat poligami, setelah membaca buku ini pasti tak akan jadi
menambah istrinya. Bagi yang setia dengan satu istri, pasti akan semakin
membahagiakan istrinya. Bagi yang sudah berpoligami, ada dua kemungkinan:
membenarkan atau menolak mentah-mentah isi buku ini.
Tentu saja buku ini tak
hanya layak dibaca para suami atau lelaki meski isinya memang lebih banyak
diperuntukkan untuk kaum Adam. Bagi perempuan pun, buku ini sangat bermanfaat
karena banyak kiat dan nasihat agar para istri tidak dipoligami. Sayang sekali,
bukunya sangat sulit untuk didapatkan sekarang. Salut untuk Ustadz Cahyadi...
Note