Author : Dhani Ahmad Prasetyo
Saya (Ahmad Dhani) merasa kaget dan terhenyak saat
membaca segmen Horison harian Republika, khususnya pada tulisan berjudul besar “Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa”. Tulisan tersebut berupaya mengupas
Pentas band Dewa yang ditayangkan secara langsung melalui Trans TV, Ahad. Sebagai Pihak yang terkait, dalam kapasitas
pimpinan band Dewa, saya menganggap tulisan tersebut bersifat sepihak, meskipun
ada pernyatan dari pihak manajemen Dewa.
Terdorong
oleh faktor itulah, saya membuat tulisan jawaban dalam kerangka memberi
informasi dan pemahaman yang sebanding sehingga para pembaca dan masyarakat
Indonesia pada umumya dapat mencerna secara proporsional dan fair.
Dengan
segenap kerendah-hatian, saya ingin menyampaikan bahwa perstiwa tersebut, demi
Allah, benar-benar murni musibah tanpa kesengajaan, terutama akibat
ketidaktahuan team setting Panggung Trans TV. Sebagai Pribadi yang berupaya
terus-menerus untuk tawadhu’ dan
tunduk kepada Allah SWT., saya dan anggota band Dewa pada umumnya, tidak
mungkin memiliki niat melakukan tindakan penghinaan kepada Allah yang Maha
Agung, sebuah tindakan yang keji dan kotor. Meskipun barangkali saya bukan
seorang Muslim yang telah sempurna dalam menjalankan semua syariat, penulis
berupaya untuk tetap takzim.
Saya memahami
sepenuhnya akibat terlukanya hati saudara-saudara seiman, terutama jika saya
sampai hati melecehkan atau berbuat tidak terhormat. Dalam hal ini, saya sangat
berharap adanya masukan-masukan dan saudara-saudara seiman. Sekeras apapun
masukan tersebut, asal tetap dilakukan dalam koridor persaudaraan seiman, yakni
dipenuhi nasihat serta pertimbangan kebijaksanaan yang luhur, akan saya terima
dengan lapang dada. Tetapi saya merasa tidak habis pikir jika kemudian muncul
hujatan-hujatan yang serba menyudutkan, memfitnah, dan memprovokasi.
Berkali-kali
dunia ekspresi seni di Tanah Air diguncang oleh hal yang serupa, yakni ketika
seni dibuldozer dengan penafsiran atas keyakinan-keyakinan tertentu. Para
penafsir berlaku seolah-olah Musa menghujat Fir’aun, meskipun ia belum tentu
seperti Musa, dan yang dihujat belum tentu seperti Fir’aun. Tanpa harus
menghakimi siapa yang benar dan siapa salah, cara-cara semacam itu tidak pernah
menghasilkan solusi yang positif bagi kedua belah pihak. Bukankah Rasululllah
sendiri menganjurkan agar dakwah dilakukan dengan cara-cara yang baik dan
bijak.
Lirik Lagu Dewa
Di sisi lain,
saya juga sangat berharap pada kritisi, yang juga saudara-saudara seiman, mau
sedikit meluangkan waktu membaca lirik-lirik lagu dalam album Laskar Cinta,
dengan penuh ketelitian dan sedikit perenungan. Lirik-lirik tersebut memuat
luapan cinta kepada Sang Khalik, juga usaha saya untuk melakukan “sedekah”
bagi-Nya. Bukankah sedekah yang tulus dan tersembunyi lebih bermakna, meski
perlu waktu untuk mengetahuinya dengan jelas.
Mungkin di
telinga sebagian pendengar lagu-lagu DEWA, cinta yang termaktub adalah sangat
rendah maknanya, sangat duniawi. Tapi, bagi mereka yang cermat tentu akan
menemukan “cinta” kepada-Nya. Inii dapat disimak dan lirik lagu Pangeran
Cinta antara lain “siapa yang masih tinggal dan eksis di saat semua ciptaan
musnah”, bukankah Dia Allah yang Hayyun Qayyum (QS. 55:27). Apresiasi
akan sebuah Hadist Rasulullah riwayat Imam Bukhari, juga telah mendorong saya
untuk menulis lirik lagu Satu.
Demikian juga lagu Hadapilah Dengan Senyuman adalah inspirasi dan sabda
junjungan kita Muhammad SAW. tentang mulianya sedekah dengan senyuman serta
diilhami firman Allah tentang dosa putus asa (QS. 12:87).
Kekaguman
kepada Sayyidah Rabi’ah al-Adawiyah, membawa saya kepada Perenungan tentang
pengabdian kepada Allah tanpa pamrih, menginspirasi saya rnencipta lagu yang
saat ini tengah Populer dibawakan Chrisye. Memang harus saya akui ada
lirik-lirik komersil yang sengaja saya selipkan dalam beberapa lagu.
Contra Effect Laskar
Dalam keadaan
semacam itu, perilaku menginjak-injak kemuliaan Allah yang sangat saya yakini
sebagai Pembimbing hidup satu-satunya, adalah suatu hal yang kontradiktif
dengan keimanan saya sendiri. Demi Allah yang Maha Tahu, peristiwa di Trans TV itu murni akibat
ketidakmengertian kawan-kawan akan makna sesungguhnya simbol tersebut, bahkan
para personel Dewa pun tidak. Semuanya saya simpan dalam-dalam di lubuk hati
saya.
Adapun pemakaian simbol mulia, di samping karena memenuhi syarat
estetika, adalah dalam rangka ingin memenuhi harapan besar akan tersebarnya
kasih sayang Allah ke segenap hati umat manusia. Saya menyakini akan firman
Allah bahwa “Dia adalah Tuhan alam semesta” (QS. 1:2); “Tidak hanya Tuhan kaum
muslimin semata, tetapi Tuhan semua manusia” (QS. 114:1). Lambang bintang
delapan melambangkan delapan Penjuru angin sebagai simbol ke mana saja kita
berpaling di sana ada wajah-Nya (QS. 2:115)
Semua pemahaman di atas adalah murni penafsiran saya dalam memahami
ayat-ayat kauliyah maupun kauniyah. Saya tidak bermaksud menggurui, hanya
merasa perlu menjelaskan semuanya karena saya tidak menginginkan musibah ini
berkembang menjadi luka membusuk yang tidak saja merugikan saya sebagai Muslim
namun juga mencoreng wajah kita sendiri, dan menanamkan kebencian terhadap
sesama. Apapun kekurangan pada diri saya, saya adalah saudara seiman, dan
menyembunyikan aib sesama kaum beriman itu suatu perbuatan yang mulia.
Adapun judul album "Laskar Cinta" sama sekali bukan
suatu satire untuk Laskar Jihad yang sangat terkenal, namun murni idiom
saya dan beberapa sahabat yang peduli dan tergugah tatkala sering mendengar,
melihat, dan membaca betapa kata “laskar” sering diartikan secara sepihak
dengan konotasi negatif, oleh sebagian kalangan. Jihad sendiri terlalu sering
diberi makna sempit sebagai perang, dan dikaitkan dengan tindakan-tindakan
anarkis oleh mereka yang tidak memahami maknanya yang hakiki.
Maka, saya dan beberapa sahabat mencoba menawarkan sebuah oase kesejukan
dengan menggabungkan kata “cinta” dan “laskar”, tentunya juga bukan cinta dalam
arti yang sempit seperti yang selama ini populer. Saya berharap dengan demikian
ada contra-effect yang ditimbulkan (tentu dalam jangka panjang) hingga
tak selamanya kata “laskar” harus bersanding dengan kata “jihad” dalam artian
sempit.
Saya sungguh sangat menyesalkan tulisan yang membenturkan saya dengan
saudara-saudara sesama Muslim, juga terhadap Laskar Jihad yang secara pribadi
saya tidak pernah menaruh kebencian kepada mereka sedikitpun. Apalagi secara
juiur harus saya akui bahwa saudara-saudara yang bergabung dalam Laskar Jihad
telah banyak berbuat untuk umat ini dibandingkan sumbangsih saya pribadi.
Saya juga bertekad untuk selalu mencoba berdiri di atas dan untuk semua
golongan. Namun sebagai individu Muslim, saya berkeinginan bebas mengutarakan
cita-cita mulia tersebut tanpa harus mengorbankan saudara-saudara yang sangat
saya sayangi.
Terlepas dan itu semua saya secara pribadi menyampaikan permintaan maaf
kepada siapapun atau pihak manapun yang merasa tersinggung akan ucapan atau
tindakan saya selama ini. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih atas tegur
sapa, juga kritik membangun yang ditujukan kepada saya dan Dewa. Insya Allah,
saya akan berusaha lebih baik lagi bagi agama, bangsa dan negara tercinta.
Khusus kepada Bapak D Sirajuddin AR, saya sampaikan syukran atas husnuddzon-nya.
Allah merahmati kita semua dan sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi
Maha Pengasih. Saya akan nukil beberapa bait puisi Rumi untuk kita renungkan:
Ketahuilah,
bahwa segala-gala yang kasat mata adalah fana,
Tapi dunia makna tak akan pernah sima.
Sampai kapankah engkau akan terpikat oleh bentuk
bejana?
Tinggalkanlah ia:
Pergi, airlah yang harus engkau cari
Hanya melihat bentuk,
makna tak akan engkau temukan.
Jika engkau seorang yang bijak,
ambillah mutiara dalam kerana.
Note
Artikel ini diterbitkan melalui Harian
Republika, edisi 20 April 2005.