— melaras data, memeras makna
Sebagai
generasi yang tumbuh dengan kehadiran Paris Whitney Hilton lalu mengaguminya,
mengabadikan kekaguman dengan cara yang bisa dilakukan adalah perilaku wajar
dari seorang pengagum terhadap perkara maupun peristiwa yang dikaguminya. Dari
banyak cara yang tersedia, menulis adalah salah satunya. Menulis Paris merupakan satu gairah
tak biasa bagi saya, pecintanya sepanjang masa. Mata yang cinta selalu saja
tumpul terhadap
segala cela.
“Without data, you’re just a person
with an opinion,” tutur William Edwards Deming. Masalahnya
ialah kalau datanya sudah seperti banjir bandang, apa tak
membikin kepala pusing delapan keliling? Sebagai
sosok yang dipuja sedemikian rupa oleh sebagian orang serta dinista sedemikian rupa oleh
selainnya, data tentang Paris sangatlah banyak. Apalagi dia mentas di panggung
hiburan dengan tingkat keterkenalan yang memaksanya tak bisa lepas dari sorot
kamera.
Data yang banyak sekali membuat saya berada dalam dalam
kebingungan hebat untuk membingkainya dalam satu penuturan feature. Datanya memang banyak, walakin tak semua data itu
bermakna. Dengan segala daya dan upaya mengatasi tantangan tersebut, jadilah
satu catatan PARIS. Catatan
yang ditulis sebagai katup pelepas kekaguman ini berupaya menggambarkan perjalanan
pribadi Paris semenjak
dilahirkan hingga milad-nya
ketigapuluhenam.
Catatan
berjudul PARIS
tak lebih dari sekadar peniruan terhadap surat Yusuf [سورة يوسف]. Surat ini
menjadi satu-satunya surat yang bertutur kisah sosok tertentu secara lengkap.
Tak dimungkiri perincian kisahnya memang tidak bisa tercakup seluruhnya.
Walakin ditilik dari alur perjalanan Yusuf—sebagai sosok utama dalam surat ini—sudah
bahadur ditutur.
Peniruan yang
dilakukan sangat ganas, lantaran meniru
kandungan, cara, serta judul. Kandungan
yang ditiru dari surat Yusuf ialah penuturan mengenai sosok tertentu yang lebih
dipandang menawan dari sisi penampilan badan (manusia sebagai al-basyar [البشر]).
Walau begitu, sosok tersebut juga mengesankan dari sisi perasaan (manusia
sebagai al-insan [الإنسان]) dan tangkas dalam menempatkan diri
di kerumunan (manusia sebagai an-naas [الناس]).
Garis keturunan Yusuf yang jika ditarik sampai pada
Ibrahim bapaknya tradisi samawi pun semena-mena ditiru. Plot Yusuf putra Ya’qub putra Ishaq putra Ibrahim ketika diletakkan
pada PARIS menjadi Paris putri
Richard Howard putra William Barron putra Conrad Nicholson founder jaringan hotel Hilton.
Cara penuturan dengan langsung dimulai tanpa
pendahuluan memadai untuk
masuk ke perjalanan sosok utama ditunut urut sepanjang umur hingga dipungkasi
kesan terhadap sosok tersebut yang mengandung pernyataan serangan terhadap
pandangan liyan,
tak lebih dari peniruan terhadap bagian awal dan akhir surat Yusuf ‘kan?
Peniruan dalam judul pun dilakukan dengan memberi judul
catatan tersebut dengan PARIS. Judul PARIS yang terdiri dari lima alphabet
sama dengan Yusuf ketika ditulis dalam Bahasa Indonesia. Seluruh alphabet-nya dibuat kapital karena
penulisan judul yang sama pernah digunakan oleh Paris saat merilis album
pertama—mungkin satu-satunya—2006 silam.
Dengan segala
unjuk rasa yang menyinggung namanya, Paris tetaplah Paris, yang yang terus
melangkah tanpa bisa dituturkan melalui kata dan aksara sepenuhnya. Karena
wanita memang sulit dimengerti sepenuhnya walau tetap bisa dinikmati. Paris
ketika dilihat itu fisik, ketika dinikmati itu hati.
Berikut ialah
catatan tentang Paris Whitney Hilton berjudul PARIS.