— crazy little thing called love escape from the swamp
Zlatan Ibrahimović memiliki perilaku mudah meledak.
Terlebih ketika laki kelahiran 03 Oktober 1980 ini menyaksikan perbuatan
melawan nurani dan merendahkan muruah, jiwanya mudah memberontak. Wajar saja.
Zlatan memang berkepribadian keras. Dia pun ditumbuhkembangkan di Rosengård,
wilayah di Malmö, sebuah lingkungan yang cenderung ganas.
Rosengård saat Zlatan masih kecil menjadi pemukiman seperti Yatsrib pada
satu zaman: perpaduan penduduk berdarah pribumi serta pendatang. Banyak
pendatang bermukim di sana dari ragam macam tempat dengan berbagai latar
belakang. Kemarahan yang dipicu oleh hal sepele adalah hal wajar dalam
lingkungan sejenis demikian. Tak seluruh manusia secara individu bisa larut
dalam rasa sama dengan manusia lainnya menjadi komunitas yang padu. Wajar juga
jika tak mudah tinggal di lingkungan semacam itu.
Lantai empat sebuah rumah susun (apartemen) di jalan Cronmans, Rosengård,
adalah tempat yang dihuni oleh Zlatan bersama keluarga. Tata ruang pemukiman
seperti ini cenderung membuat saling menyapa antar tetangga menjadi peristiwa
langka. Apalagi saat setiap penghuni memiliki kesibukan memeras segala daya dan
upaya untuk bertahan dalam keseharian. Suasana ceria dalam nuansa rasa sama
sulit dibangun bersama dalam kebersamaan dan membuat Zlatan sering sendiri
dalam kesendirian.
Tak ada orang tua dan dewasa yang memiliki waktu untuk terlibat obrolan
dengannya alih-alih membantu mengerjakan tugas dari sekolah. Malah nyaris tak
ada orang yang meluangkan waktunya untuk sekedar bertegur sapa dengan Zlatan.
Tak ada waktu luang untuk berbagi keluh dan kesah saat masing-masing orang
menjadikan rumah sebagai tempat pelepas peluh dan lelah. Sebagai rumah untuk
kembali, tempat tinggal tersebut lebih tepat disebut house alih-alih home
sebagai gambaran.
Zlatan tak bisa bersikap manja dengan merengek pada seseorang saat didera
persoalan. Dia harus senantiasa waspada dengan kekacauan yang mudah terjadi,
mulai dari keributan, perkelahian, hingga sekedar pukulan. Masa kecil Zlatan
dilalui dengan tak sempat merasakan banyak perhatian bahkan saat dirinya memang
sedang membutuhkan perhatian.
Perhatian adalah hal sepele bagi orangtua dan orang tua yang buat anak
terasa luar biasa. Melalui perhatian yang diberikan, anak merasa keberadaannya
bermakna bagi manusia lainnya. Itulah mengapa orangtua ada gunanya, seperti
itulah mengapa tetangga ada manfaatnya.
Satu saat Zlatan pernah jatuh dari atap di taman kanak-kanak hingga matanya
lebam sekali. Selayaknya anak-anak ketika badan merasa kesakitan, Zlatan
menangis sembari lari ke rumah. Berlari untuk mengharapkan elusan halus di
kepalanya, atau setidaknya dihibur dengan petuah bijak walau terasa sebagai
klise yang diafdruk berulang kali. Malang baginya, justru Zlatan harus mendapat
amarah.
Bukan sekedar sikap kasar, Zlatan juga merasakan sikap kejam melalui
ungkapan yang dihunjamkan. Pengalaman berharga ini membuatnya kerap didera lara
melalui trauma terhadap perjalanannya saat masih belia. Sebagai pesepak bola
industri, Zlatan dikenal memiliki semangat bekerja keras sepanjang perjalanan.
Semangat bekerja keras diteladani dari kedua orangtua.
Ibunya, Jurka Gravić, adalah buruh cuci dengan semangat berapi-api untuk
berjuang memenuhi kebutuhan harian. Terlebih setelah ibunya bercerai dengan
bapaknya yang bekerja sebagai tukang, Šefik Ibrahimović, saat usia Zlatan belum
genap berumur dua. Zlatan memang tak jatuh di perlintasan setitik perih
mendewasakan. Dia berusaha menghadapi setitik perih itu dengan senyuman sebagai
ketetapan tatanan Sang Pencipta.
Zlatan berusaha menghibur diri dengan mengambil hikmah bahwa perceraian
orangtuanya adalah keputusan terbaik untuk semua: keluarga, rumah tangga, ibu,
bapak, anak mereka berdua, serta tetangga juga barangkali. Tersiar kabar pada
Zlatan bahwa pernikahan Jurka dan Šefik tidak berlangsung dengan baik.
Pertengkaran dalam kebersamaan berbingkai pernikahan tak bisa dihindarkan lagi.
Perpisahan pun menjadi keputusan yang perlu dihadapi dengan gembira, setidaknya
menganggap sebagai jalan terbaik.
Setelah perceraian itu terjadi kedua anak Jurka dan Šefik tinggal bersama
ibunya alih-alih dengan ayah. Hal ini wajar jika melihat tak ada tindakan cemar
dilakukan oleh Jurka selain tak bisa menghindari pertengkan dengan mantan
suami. Kecenderungan anak ketika orangtuanya bercerai adalah ikut bersama ibu,
kecuali jika memang ibunya bermasalah semisal melakukan perbuatan cemar
merendahkan muruah. Wajar juga jika Zlatan dan Sanela (saudara kandungnya)
tetap merasakan rindu merindu pada bapak, meski mereka lebih rindu keharmonisan
yang pernah bersama dijalani.
Semangat bekerja keras ibunya disaksikan Zlatan dengan kentara. Jurka
menjalani keseharian dengan mencuci hingga empat belas jam setiap hari. Kadang
Zlatan dan Sanela dibawa ikutserta membantu meringankan beban pekerjaan Jurka.
Biasa berpeluh lelah setiap hari membuat waktu sang ibu untuk membelai anak
terkurangi yang kemudian memberi pondasi sikap pengertian pada dua buah hati.
Sanela dan Zlatan mengerti bahwa keseharian keras yang dilakoni memaksa
mereka bersikap keras juga. Keduanya mengerti bahwa sedikitnya waktu dari ibu
untuk membelai mereka adalah dampak dari keterpaksaan yang dialami bersama. Ibu
terpaksa mengurangi waktunya demi mempertahankan Zlatan dan Selena untuk terus
dapat bertahan menjalani keseharian selanjutnya.
Waktu yang sedikit tak mengikis rasa cinta antara Zlatan dan Jurka yang
terus berpadu manis. Bahkan rasa cinta mereka tak terkikis walau perbincangan
di rumah tampak sadis. Zlatan ditumbuhkembangkan dengan perbincangan seperti,
“Hei tolol, ambilkan susu!” alih-alih sejenis, “Sayang, bisakah kau ambilkan
susu buat ibu?”.
Zlatan juga sudah akrab dengan pukulan benda keras di badannya. Pukulan
pada anak memang perbuatan keras, namun tak bisa disebut kejam begitu saja.
Keras tak selalu kejam dan kejam tak melulu keras, karena keduanya memang dua
perkara tak berkelindan dan berbeda. Orang yang meludahi wajah orang lain tak
bisa disebut keras namun hal ini sangatlah kejam. Perkara yang dimengerti oleh
Zlatan semenjak belia membuat rasa cinta pada ibunya tak pernah terkikis
sekaligus menumbuhkembangkannya dalam sikap keras yang tak kejam.
Sanela adalah orang yang sering terlibat dengan Zlatan dalam berbagi keluh
kesah bersama. Sanela merupakan satu-satunya saudara Zlatan dari Jurka dan
Šefik, lebih tua dua tahun ketimbang Zlatan. Kecenderungan puan yang lebih
cepat mencapai kematangan ketimbang laki diperkuat keadaan lingkungan mewarnai
keseharian membuat Sanela menjadi puan matang sejak belia. Bagi Zlatan, Sanela
adalah orang yang mengalami percepatan kematangan. Sanela sudah dewasa pada
usia yang wajar jika belum bisa dewasa. Sebagai anak sulung, Sanela dengan
sendirinya berperan sebagai orangtua ekstra untuk Zlatan.
Sanela bagi Zlatan lebih dari seorang kakak kandung pelepas sendu. Sanela
selalu berusaha berbagai waktu sebagai sahabat dengan adiknya, menjaga mereka
layaknya seorang bapak, sembari menjalani keseharian di rumah seperihalnya ibu.
Sanela berbakat dalam olahraga lari. Segala hal yang mudah dilakukan seseorang
namun dirasa sulit bagi orang lain adalah bakat yang dimiliki.
Sanela merasakan kemudahan saat berlari cepat mengungguli rekan seumuran.
Kakak yang dicintai Zlatan ini memiliki catatan menawan sebagai pelari tercepat
di Skane untuk kelas sepergaulan. Sanela sempat tekun berlatih dalam olahraga
lari, hanya saja setelah satu masalah mewujud lara didera mendadak puan keras
ini menjadi pendiam. Sanela bertahan menahan riak sesak agar tak tumpah dalam
tangis kesedihan dengan diam dalam kelam.
Perjumpaan nyaris rutin dengan bapak di akhir pekan menjadi katup pelepas
rindu Zlatan dan Sanela pada Šefik. Satu kesenangan menggembirakan dilakukan
dengan menghabiskan waktu bersama.
Jalan-jalan sambil menikmati hamburger dan es krim di Pildammsparken atau
ke Linmhamn, dua tempat Malmö, agar waktu terasa asyik. Sebagai bentuk rasa
sayang pada sang anak, Šefik kadang memberikan uang pada mereka untuk membeli
pizza atau minuman berkarbonasi pada kedua buah hatinya.
Pernah sekali Šefik membelanjakan banyak uangnya untuk membelikan sepasang
Nike Air Max yang diberikan pada Zlatan dan Selena. Harga sepatu ini sekitar
seribu Krona pada waktu itu. Selain terbilang mahal, sepatu ini juga menjadi
dambaan banyak orang di lingkungannya.
Tentu sepatu warna hijau yang diberikan pada Zlatan dan warna merah jambu
untuk Sanela menjadi barang mewah bagi mereka. Satu hadiah mewah yang memberi
rasa gembira pada Zlatan dan Sanela. Rasa gembira untuk sekedar melupakan
setitik lara yang didera mereka berdua.
Setitik lara kembali didera mereka berdua saat musim dingin 1990 tiba.
Pergolakan di rumah ibunya terjadi tanpa pernah diduga. Beberapa peristiwa tak
mengenakkan perasaan terjadi. Salah satunya adalah ibunya ditangkap petugas
keamanan lingkungan karena menyimpan barang curian berupa sebuah kalung
pemberian teman Jurka.
Teman Jurka yang menyadari pembawa barang tersebut dicari polisi segera
melemparkan kesalahan pada Jurka. Polisi menemukan kalung itu sesudah
diterimanya. Alhasil, Jurka pun disergap dan terpaksa beberapa waktu
meninggalkan kedua anaknya.
Sanela yang mulai memasuki usia remaja menangis karena hal ini. Dia
berusaha untuk menenangkan diri sendiri. Zlatan pun demikian. Keduanya saling
menghindar sejenak. Bukan karena terlibat pertikaian melainkan masing-masing
hanya ingin menenangkan diri sendirian di tengah riak kuldesak. Zlatan lalu
menemukan kegembiraan sebagai pelarian rasa lara yang didera: sepak bola.
Zlatan mulai gembira ketika bermain sepak bola.
Belum terbesit dalam angannya bahwa sepak bola adalah jalan menjanjikan,
bukan pelipur lara semata. Saat itu jiwa Zlatan sedang mudah meledak-ledak dan
bermain sepak bola adalah penyalur ledakan jiwa yang dipilihnya. Kegembiraan
dirasakan lebih dari katup pelepas lara. Perlahan Zlatan merasa bahwa sepak
bola adalah jalan yang bisa ditekuninya.
Tampak lebih mahir saat bermain dengan teman-teman membuat Zlatan merasakan
hal ini. Apalagi dia bisa bermain sepak bola semaunya sendiri. Mau sendirian,
bersama teman-teman, mau di pekarangan rumah, di taman, di lapangan, atau di
halaman sekolah saat istirahat... semua bisa dilakoni.
Tak merentang waktu lama, November 1990, petugas layanan sosial lingkungan
melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Zlatan. Hasil pemeriksaan ini
menyimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal ibu tak baik untuk Zlatan dan
Sanela. Bukan karena sikap ibunya dianggap buruk, hanya saja saat itu sedang
terjadi kekacauan di lingkungan. Keadaan tempat tinggal Jurka memaksanya
kehilangan hak asuh untuk Zlatan dan Sanela.
Kesimpulan pemeriksaan yang memutuskan bahwa hak asuh Zlatan dan Sanela
dialihkan pada Šefik tentu memberi rasa kecewa mendalam pada Jurka. Semacam
rasa sedih kehilangan yang ditanggapinya dengan kucuran air mata. Zlatan pun
demikian, walau saat bersama ibunya Zlatan merasakan sikap keras didera, dia
sangat mencintai ibunya. Zlatan mengerti rasa cinta dari ibunya, kesulitan yang
dihadapi, dan lingkungan yang memaksa mereka tak selalu bisa bersama dalam
suasana biasa.
Šefik sendiri tak hendak memisahkan Zlatan dan Sanela dari Jurka. Sebagai
bapak, dia hanya ingin berusaha menyelamatkan masa depan buah hatinya. Šefik
hanya membajak anak-anak sejenak. Sang bapak mengambilalih pengasuhan anak
untuk memberi waktu pada ibunya anak-anak agar keseharian yang dijalani lebih
layak. Hal ini tampak pada cara Šefik menindaklanjuti keputusan petugas layanan
sosial lingkungan. Šefik tak serta merta membawa Zlatan dan Sanela sekaligus.
Selama beberapa pekan, hanya Sanela yang tinggal bersama Šefik, sementara Jurka
tetap menjalani keseharian bersama Zlatan. Walau begitu, ini bukan jalan keluar
yang bagus.
Zlatan malah tambah merasa kesepian. Kalau sebelumnya dia hanya merindukan
bapak, kini rasa rindu itu diserta rindu pada kakak. Rasa sama juga dialami
Sanela, yang terus merindukan Jurka dan Zlatan. Sejenis jalan keluar dari
kuldesak yang malah kembali menimbulkan riak kuldesak. aret 1991, keduanya bertukar pengalaman. Kini
Sanela tinggal dengan ibu dan Zlatan dengan bapak. Hal
Langkah ini bukan saja diambil orangtua mereka, juga didukung dengan
keputusan petugas layanan sosial lingkungan. Keputusan tersebut menyebutkan
bahwa hak asuh Sanela dimiliki Jurka dan Šefik mendapatkan hak asuh untuk
Zlatan. Sanela dan Zlatan tetap tinggal terpisah dalam ruang. Namun mereka kini
sekarang terpisah dalam rentang jarak yang lebih dekat serupa keduanya tak
pernah hilang dari rasa sayang.
Šefik memutuskan pindah ke pemukiman yang tak jauh dari Jurka. Šefik, bagi
Zlatan, adalah sosok berhati lapang yang bahkan siap mati demi anak-anaknya.
Wajar jika Šefik rela pindah agar Sanela dan Zlatan tak pernah merasa berpisah,
setidaknya tetap tinggal berdekatan. Sanela sendiri kemudian bekerja sebagai
penata rambut. Pengalaman keras saat masih anak-anak membuat Sanela tumbuh
sebagai puan tangguh dan lembut.
Sanela kukuh emosi dan penuh empati. Pengalaman yang dilalui tak mudah oleh
Sanela memberinya hikmah agar terus dapat melawan badai. Kakak yang hebat ini
kerap disamakan dengan adiknya, baik fisiknya maupun sikapnya. Hanya saja
Zlatan selalu keberatan lantaran dia merasa mbeling
jauh berbeda dibanding kakaknya.
Zlatan yang mulai menjalani keseharian dengan Šefik segera menyadari bahwa
keinginan membawa teman bermain ke rumah tak diperkenankan. Zlatan menurutinya
hingga saat ada teman mengajak bermain di rumahnya, dia memilih menghindarkan
ajakan. Suasana yang sepi di rumah Šefik kosok bali dengan rumah Jurka. Saat
bersama Jurka, Zlatan bebas membawa teman-teman bermain di rumahnya, malah
keramaian bukanlah suasana langka.
Hanya saja, Zlatan mengerti penyebab perkara ini. Dia mengerti kebiasaan
mabuk Šefik bukan hal baik untuk dilihat anak seumuran Zlatan. Kebiasaan mabuk
Šefik tetap tak membuat rasa cinta Zlatan pada bapaknya terkurangi. Baginya,
Šefik adalah teladan istimewa yang memberi daya dorong luar biasa. Memang tak
selalu ada bagi Zlatan, hanya saja saat Zlatan membutuhkan, Šefik akan
melakukan segalanya.
Zlatan malah hanya merasakan ‘sentuhan fisik’ dari Šefik sekali saja, kosok
bali saat dia bersama Jurka yang kerap dipukul ketika berbuat tak selayaknya.
Bersama Šefik, Zlatan dididik agar mengerti keadaan dan berempati. Dari empati
terhadap kebiasaan mabuk Šefik, Zlatan segera mengerti satu hal: bapaknya mabuk
hanya untuk lari dari rasa laranya. Zlatan merasakan satu lubang menganga dalam
hati tak lagi terisi.
Satu kapling dalam kalbu tak lagi diisi oleh puan yang terlibat ikatan
kasih sayang. Satu lubang yang membuat Šefik selalu merasa kurang. Satu lubang
yang membuat Zlatan sanggup melantan keharmonisan dalam ikatan azam dengan
Helena Seger, majikannya istrinya. Kebersamaan Zlatan dan Helena dalam
bingkai keluarga dan rumah tangga yang mereka bina tampak mesra.
Namun catatan tersebut jauh dari angan jika menengok kembali perjumpaan
perdana mereka. Perjumpaan perdana mereka bukanlah pertemuan dua hati dalam
suasana romantis walakin satu pertemuan panas yang sempat menimbulkan
pertikaian meriah. Zlatan yang saat itu berusia 21 tahun sementara Helena
berumur 32 tahun, dengan sikap arogan melintangkan mobilnya menghalangi laju
mobil Helena. Melalui Ferrari yang dikemudi, Zlatan memberikan tatapan mata
pada Helena yang mengendarai Mercedes dengan rasa amarah.
Helena yang sedang bad mood
segera terpantik emosinya hingga sempat terjadi pertikaian antar keduanya.
Pertikaian peletak benih-benih kasih sayang sepanjang zaman bagi keduanya.
Memula perjumpaan dengan pertikaian, belakangan Zlatan justru kesengsem dengan puan yang dianggapnya
tinggi hati ini. Arogan kejar-kejaran dengan arogan untuk membangun kerajaan
arogan, sejenis demikian barangkali.
Barangkali juga karena memula dengan pertikaian, perjuangan Zlatan tak
selurus tendangan cannon ball-nya.
Helena saat itu memang sedang sibuk mencari pekerjaan tambahan. Hasrat menjadi
seorang wiraswasta menggeliat kuat dalam benaknya. Waktu luang saat libur dari
pekerjaan sebagai manajer di akhir pekan dipakainya untuk bekerja di restoran
alih-alih istirahat penuh seharian.
Sebagai laki, Zlatan juga sebenarnya bukan pangeran cinta idaman Helena.
Terlebih lagi Helena tak memiliki pikiran untuk menjadi kekasih pesepak bola,
apalagi yang 11 tahun lebih muda darinya. Lebih dari itu, Helena tampak sudah
tak berhasrat hidup berpasangan menyemai keluarga dan rumah tangga.
Helena tumbuh sebagai puan mandiri yang tangguh dan lebih senang merinstis
karier berwiraswasta. Banyak perusahaaan di banyak kota mulai dari Oslo,
Copenhagen, Amsterdam, Malmö, Stockholm, Göteborg, dan Torino, sudah diberi
sentuhannya. Seakan wajar jika Helena merasa tak membutuhkan kehadiran Zlatan
sebagai suaminya. Tahu bahwa Helena tak butuh pendamping asmara, Zlatan justru
tertantang menaklukannya.
Zlatan mengalami masa kecil dengan kerelaan saat keinginannya bersama ibu
dan bapak selalu terwujud dalam ruang dan waktu berbeda. Hal ini banyak
memengaruhi Zlatan bahwa lubang kasih sayang antar pasangan harus terisi tanpa
boleh dibiarkan hilang begitu saja. Hal ini pula yang membuatnya memiliki
gairah tak biasa dalam mengejar Helena. Semat evil-super-deluxe-bitch menjadi sanjungan Zlatan pada Helena.
Semat yang tampak tak mengenakkan tersebut hanyalah gambaran perasaan
Zlatan terhadap Helena. Bagi Zlatan, Helena adalah sosok mandiri, percaya diri,
dan tega berkata tidak meski tahu diri ada yang sedang menggilainya. Zlatan,
sang arogan, pun akhirnya diterima atas dasar belas kasih ... kasih
sayang Helena. Keduanya mulai mengenang pertikaian dalam perjumpaan perdana
dengan gembira saat mulai menjalani masa-masa berdua bersama.
Kasih sayang Zlatan dan Helena mengubah mereka berdua. Zlatan mulai lebih
tenang dan nyaman dalam meniti karier sementara Helena menyesuaikan suami
dengan mengurangi proyek bisnisnya. Wajar saja, karier Zlatan yang nomaden
memaksa Helena ikut pindah jika tak ingin jauh berpisah. Kasih sayang yang
terus berpadu membuat keduanya melakoni persemaian keluarga dan rumah tangga
yang datar-datar saja tak begitu meriah.
Hubungan yang datar-datar saja semakin datar seiring kehadiran buah hati
yang menyertai: Maximilian (lahir 22 September 2006) dan Vincent (lahir 06
Maret 2008). Kehadiran keduanya menjadi sarana Zlatan agar satu sisi yang
pernah dialami bukan menjadi persoalan.
Zlatan bisa menjadi kepala keluarga yang patut dianut, suami yang bagus
untuk Helena, serta bapak yang keren untuk Maximilian dan Vincent. Demikian
halnya dengan Helena, yang bisa memerankan diri sebagai kepala rumah tangga
sekaligus istri yang bagus dan ibu yang menakjubkan. Segala risakan yang datang
meriak sanggup dihadapi bersama hingga kebersamaan mereka tak terhentak. Tak
ada catatan keduanya pernah mengalami riak kuldesak.