— penghangat musim dingin
Ribut soal
Natal biasanya terjadi pada masa-masa seperti ini, bulan Desember. Ketika
memasuki Desember, banyak orang yang melibatkan diri dalam kaitannya dengan
“Selamat Natal”.
Kalau
diperhatikan sekilas, mereka yang paling gencar mengungkapkan bahwa mengucapkan
“Selamat Natal” bisa berdampak pada keimanan umat Islam adalah mereka yang
benci terhadap peringatan kelahiran Muhammad.
Artinya,
jangankan memperingati kelahiran Isa/Yesus, memperingati kelahiran Muhammad saja
mereka bilang bid’ah yang turut mereka yakini bahwa semua bid’ah itu sesat.
Kita tak
bisa memungkiri bahwa ada sebagian yang rajin memperingati maulud/maulid
Muhammad tetapi memegang teguh pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal”
adalah haram. Hanya saja sikap mereka biasa saja dalam hal ini.
Dalam
kaitannya dengan “Selamat Natal”, sebagian orang gemar tampil lebay. Dua pendapat yang ramai mengenai
“Selamat Natal” adalah haram dan boleh.
Lebay-nya begini: urusan ini adalah
masalah fiqih, tak berkaitan langsung
dengan aqidah. Tapi mereka yang
memegang pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal” diharamkan, gemar sekali
menyebut bahwa yang mengucapkan “Selamat Natal” kafir. Menyebut orang lain
kafir ini dampaknya sangat berat, bisa menjadi bumerang yang makan tuan.
Sementara
itu, mereka yang memegang pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal”
dibolehkan, gemar sekali memaknai boleh menjadi harus. Boleh bermakna terserah
mau dilakukan atau tidak. Sedangkan harus tak boleh tidak dilakukan.
Membawa
masalah kelahiran Isa/Yesus ke ranah aqidah atau teologi adalah salah satu
bagian dari salah kaprah yang nyata: mempermasalahkan perkara yang tak
bermasalah. Umat Kristen dan Islam sama-sama yakin bahwa sosok Isa/Yesus itu
ada dan pernah dilahirkan. Malah
sama-sama kompak bahwa Isa/Yesus lahir dari perempuan yang cantik nan suci,
Maryam/Maria. Garis besar kronologi kelahirannya pun sama, paling tidak serupa.
Head to head debat hebat seputar Isa/Yesus antara
umat Kristen dan Islam (yang diwakili oleh ulama’
masing-masing) bukan seputar kelahiran Isa/Yesus, tapi justru pada “kematian”
Isa/Yesus. Peristiwa
“menghilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi ketika dikejar tentara Romawi
melahirkan pertanyaan penting: disalib atau diangkat ke galaksi lain? Dari
peristiwa ini lalu muncul ragam pendapat yang kontroversial sehingga maju ke
arena debat hebat tak berkesudahan. Peristiwa
“menghilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi biasa diperingati sesudah Paskah.
Jadi kalau mau ramai sebaiknya dimulai ketika Paskah, jangan dekat-dekat Natal,
mengganggu liburan akhir tahun.
Untuk
mereka yang memegang pendapat haram mengucapkan “Selamat Natal”, ya sudah
pendapatnya dipegang dengan kuat tapi jangan suka melaknat. Kok ya ada yang hobi sekali
memasukkan saudara-saudaranya yang seiman ke neraka padahal jumpa surga dan
neraka saja belum pernah. Jangan lupa bahwa memasukkan ke surga atau neraka
adalah hak prerogratif Ilah. Kalau anti dengan Natal, jangan lupa
bahwa Natal menjadi salah satu hari libur dan seringkali ada diskon
besar-besaran. Kalau memang anti pada Natal, sekalian tolak hari libur khusus
Natal dan diskon di mall-mall.
Minimal tidak ikut menikmati berkah Natal.
Buat yang
memegang pendapat boleh mengucapkan “Selamat Natal”, tak perlu merendahkan
kualitas diri sendiri dengan mengubah makna boleh menjadi harus. Umat Kristen
tentu lebih bahagia jika umat Islam tak mengusik prosesi Natal daripada umat
Islam memasang spanduk “Selamat Natal” di depan masjid atau mushalla tetapi
prosesi Natal mereka tak aman dan nyaman.
Natal
adalah salah satu kata umum yang kemudian dimaknai khusus. Ketika disebut
Natal, biasanya langsung merujuk pada peristiwa kelahiran Isa/Yesus yang
tanggalnya masih kontroversial, sama seperti Muhammad. Dua sosok tersebut yang kelahirannya
konsisten diperingati oleh nyaris seluruh orang yang mengklaim pengikutnya
sejak kehadiran mereka di Planet Bumi. Meski ada kelompok-kelompok yang
konsisten memperingati kelahiran Isa/Yesus dan Muhammad, tapi ada juga kelompok
yang anti dengan peringatan kelahiran keduanya.
Mereka
yang anti dengan peringatan kelahiran Isa/Yesus biasanya bilang kalau siapa pun
yang memperingati kelahiran Isa/Yesus sama saja menerima doktrin hasil konsili
Nicaea II yang menyebutkan bahwa Isa/Yesus adalah sifat Allah yang menjelma
menjadi sosok. Padahal kelahiran Yesus tak ada dampak teologis seperti ini.
Peristiwa yang
menjadi cikal bakal munculnya doktrin ini adalah “hilang”-nya Isa/Yesus dari
Planet Bumi. Sebagian pihak meyakini kalau Isa/Yesus isalib oleh tentara
Romawi, sebagian pihak meyakini kalau Isa/Yesus dipindahkan ke galaksi lain dan
menjalani time travel sehinggal bakal
kembali ke masa depan.
Sementara
mereka yang anti dengan peringatan kelahiran Muhammad biasanya bilang kalau
siapa pun yang memperingati kelahiran Muhammad telah melakukan bid’ah karena
tidak dicontohkan oleh Muhammad sendiri. Pernah atau tidak Muhammad
memperingati birth day-nya yang jelas
Muhammad tidak pernah memberi contoh untuk menyebut orang lain melakukan bid’ah
seenaknya sendiri.
Kalau
ingin mencari titik temu, Natal adalah salah satu momentum jitu. Bagaimanapun
keyakinan seseorang terhadap Isa/Yesus dan Muhammad, semuanya sama-sama yakin
kalau keduanya dilahirkan dari rahim perempuan yang diketahui. Isa/Yesus lahir
dari rahim Maryam/Maria sedangkan Muhammad lahir dari rahim Aminah. Tak seperti
Adam yang belum diketahui lahir dari rahim perempuan mana. Beda kasusnya jika yang diperingati
adalah momen “hilang”-nya keduanya dari Planet Bumi. Kalau yang ini malah bisa
menjadi titik cerai lantaran ragam versi sejarah mengenai peristiwa ini
memiliki perbedaan yang ekstrim.
Isa/Yesus
dan Muhammad juga sama-sama dihadirkan di Planet Bumi sebagai juru selamat umat
manusia, tidak hanya juru selamat kelompok tertentu saja. Ajaran mereka
sama-sama menyebarkan kasih dan cinta kepada seluruh Alam Semesta, tidak kasih
yang pilih kasih dan cinta pada sekelompoknya saja. Diperingati atau tidak peristiwa yang
melibatkan mereka, tetap saja mereka tak akan pernah mati lantaran kehadiran
mereka membawa kabar gembira untuk kita semua.
Satu
kebiasaan yang nyaris tak pernah luput dalam rangkaian acara Natal ialah Santa Klaus atau Sinterklas
(selanjutnya Santa). Santa adalah sosok yang paling ditunggu anak-anak yang turut
serta memperingati Natal. Santa
merupakan sosok yang baik, jenaka, sekaligus suci. Santa biasa datang dengan
kereta yang ditarik rusa pada malam Natal untuk memberikan hadiah pada
anak-anak yang kesepian. Sayangnya, Santa hanyalah imajinasi belaka. Hebatnya,
imajinasi ini menjadi pengirim momen suci umat manusia: kelahiran Isa/Yesus.
Entah
mengapa kian hari Natal kian identik dengan Santa, meski dia hanya sosok rekaan
belaka. Malah perekaan Santa tak terjadi ketika masa-masa kelahiran Isa/Yesus,
sosok suci yang lahir melalui rahim gadis suci, Maria. Media massa turut berperan
besar dalam “promosi bidah” Santa dalam rangkaian acara Natal.
Santa
memang hanya sosok rekaan, tapi dia mungkin merupakan sosok yang selalu
diharapkan umat beragama. Santa yang merupakan manusia suci ini memiliki satu
sifat humoris dan humanis. Umat
beragama “terpaksa” menghadirkan Santa dalam momen suci lantaran mereka tak
suka dengan sikap rohaniawan yang jarang sekali memiliki sikap humor dan
cenderung tak humanis.
Santa yang
tak pernah disebut dalam Alkitab ini justru menjadi “dagangan” paling laku
ketika Natal. Setidaknya ketika Natal topi Santa menjadi yang lebih banyak
diburu daripada jilbab Maria. Barangkali
Santa “dihadirkan” untuk memberi pesan bahwa peringatan momen suci bisa juga
dengan cara yang seru sekaligus tetap sakral.