Natal


— penghangat musim dingin

Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Godly Nationalism; Itz Spring Voice; Natal;

Ribut soal Natal biasanya terjadi pada masa-masa seperti ini, bulan Desember. Ketika memasuki Desember, banyak orang yang melibatkan diri dalam kaitannya dengan “Selamat Natal”.

Kalau diperhatikan sekilas, mereka yang paling gencar mengungkapkan bahwa mengucapkan “Selamat Natal” bisa berdampak pada keimanan umat Islam adalah mereka yang benci terhadap peringatan kelahiran Muhammad.

Artinya, jangankan memperingati kelahiran Isa/Yesus, memperingati kelahiran Muhammad saja mereka bilang bid’ah yang turut mereka yakini bahwa semua bid’ah itu sesat.

Kita tak bisa memungkiri bahwa ada sebagian yang rajin memperingati maulud/maulid Muhammad tetapi memegang teguh pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal” adalah haram. Hanya saja sikap mereka biasa saja dalam hal ini.

Dalam kaitannya dengan “Selamat Natal”, sebagian orang gemar tampil lebay. Dua pendapat yang ramai mengenai “Selamat Natal” adalah haram dan boleh.

Lebay-nya begini: urusan ini adalah masalah fiqih, tak berkaitan langsung dengan aqidah. Tapi mereka yang memegang pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal” diharamkan, gemar sekali menyebut bahwa yang mengucapkan “Selamat Natal” kafir. Menyebut orang lain kafir ini dampaknya sangat berat, bisa menjadi bumerang yang makan tuan.

Sementara itu, mereka yang memegang pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal” dibolehkan, gemar sekali memaknai boleh menjadi harus. Boleh bermakna terserah mau dilakukan atau tidak. Sedangkan harus tak boleh tidak dilakukan.

Membawa masalah kelahiran Isa/Yesus ke ranah aqidah atau teologi adalah salah satu bagian dari salah kaprah yang nyata: mempermasalahkan perkara yang tak bermasalah. Umat Kristen dan Islam sama-sama yakin bahwa sosok Isa/Yesus itu ada dan pernah dilahirkan. Malah sama-sama kompak bahwa Isa/Yesus lahir dari perempuan yang cantik nan suci, Maryam/Maria. Garis besar kronologi kelahirannya pun sama, paling tidak serupa.

Head to head debat hebat seputar Isa/Yesus antara umat Kristen dan Islam (yang diwakili oleh ulama’ masing-masing) bukan seputar kelahiran Isa/Yesus, tapi justru pada “kematian” Isa/Yesus. Peristiwa “menghilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi ketika dikejar tentara Romawi melahirkan pertanyaan penting: disalib atau diangkat ke galaksi lain? Dari peristiwa ini lalu muncul ragam pendapat yang kontroversial sehingga maju ke arena debat hebat tak berkesudahan. Peristiwa “menghilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi biasa diperingati sesudah Paskah. Jadi kalau mau ramai sebaiknya dimulai ketika Paskah, jangan dekat-dekat Natal, mengganggu liburan akhir tahun.

Untuk mereka yang memegang pendapat haram mengucapkan “Selamat Natal”, ya sudah pendapatnya dipegang dengan kuat tapi jangan suka melaknat. Kok ya ada yang hobi sekali memasukkan saudara-saudaranya yang seiman ke neraka padahal jumpa surga dan neraka saja belum pernah. Jangan lupa bahwa memasukkan ke surga atau neraka adalah hak prerogratif Ilah. Kalau anti dengan Natal, jangan lupa bahwa Natal menjadi salah satu hari libur dan seringkali ada diskon besar-besaran. Kalau memang anti pada Natal, sekalian tolak hari libur khusus Natal dan diskon di mall-mall. Minimal tidak ikut menikmati berkah Natal.

Buat yang memegang pendapat boleh mengucapkan “Selamat Natal”, tak perlu merendahkan kualitas diri sendiri dengan mengubah makna boleh menjadi harus. Umat Kristen tentu lebih bahagia jika umat Islam tak mengusik prosesi Natal daripada umat Islam memasang spanduk “Selamat Natal” di depan masjid atau mushalla tetapi prosesi Natal mereka tak aman dan nyaman.

Natal adalah salah satu kata umum yang kemudian dimaknai khusus. Ketika disebut Natal, biasanya langsung merujuk pada peristiwa kelahiran Isa/Yesus yang tanggalnya masih kontroversial, sama seperti Muhammad. Dua sosok tersebut yang kelahirannya konsisten diperingati oleh nyaris seluruh orang yang mengklaim pengikutnya sejak kehadiran mereka di Planet Bumi. Meski ada kelompok-kelompok yang konsisten memperingati kelahiran Isa/Yesus dan Muhammad, tapi ada juga kelompok yang anti dengan peringatan kelahiran keduanya.

Mereka yang anti dengan peringatan kelahiran Isa/Yesus biasanya bilang kalau siapa pun yang memperingati kelahiran Isa/Yesus sama saja menerima doktrin hasil konsili Nicaea II yang menyebutkan bahwa Isa/Yesus adalah sifat Allah yang menjelma menjadi sosok. Padahal kelahiran Yesus tak ada dampak teologis seperti ini.

Peristiwa yang menjadi cikal bakal munculnya doktrin ini adalah “hilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi. Sebagian pihak meyakini kalau Isa/Yesus isalib oleh tentara Romawi, sebagian pihak meyakini kalau Isa/Yesus dipindahkan ke galaksi lain dan menjalani time travel sehinggal bakal kembali ke masa depan.

Sementara mereka yang anti dengan peringatan kelahiran Muhammad biasanya bilang kalau siapa pun yang memperingati kelahiran Muhammad telah melakukan bid’ah karena tidak dicontohkan oleh Muhammad sendiri. Pernah atau tidak Muhammad memperingati birth day-nya yang jelas Muhammad tidak pernah memberi contoh untuk menyebut orang lain melakukan bid’ah seenaknya sendiri.

Kalau ingin mencari titik temu, Natal adalah salah satu momentum jitu. Bagaimanapun keyakinan seseorang terhadap Isa/Yesus dan Muhammad, semuanya sama-sama yakin kalau keduanya dilahirkan dari rahim perempuan yang diketahui. Isa/Yesus lahir dari rahim Maryam/Maria sedangkan Muhammad lahir dari rahim Aminah. Tak seperti Adam yang belum diketahui lahir dari rahim perempuan mana. Beda kasusnya jika yang diperingati adalah momen “hilang”-nya keduanya dari Planet Bumi. Kalau yang ini malah bisa menjadi titik cerai lantaran ragam versi sejarah mengenai peristiwa ini memiliki perbedaan yang ekstrim.

Isa/Yesus dan Muhammad juga sama-sama dihadirkan di Planet Bumi sebagai juru selamat umat manusia, tidak hanya juru selamat kelompok tertentu saja. Ajaran mereka sama-sama menyebarkan kasih dan cinta kepada seluruh Alam Semesta, tidak kasih yang pilih kasih dan cinta pada sekelompoknya saja. Diperingati atau tidak peristiwa yang melibatkan mereka, tetap saja mereka tak akan pernah mati lantaran kehadiran mereka membawa kabar gembira untuk kita semua.

Satu kebiasaan yang nyaris tak pernah luput dalam rangkaian acara Natal  ialah Santa Klaus atau Sinterklas (selanjutnya Santa). Santa adalah sosok yang paling ditunggu anak-anak yang turut serta memperingati Natal. Santa merupakan sosok yang baik, jenaka, sekaligus suci. Santa biasa datang dengan kereta yang ditarik rusa pada malam Natal untuk memberikan hadiah pada anak-anak yang kesepian. Sayangnya, Santa hanyalah imajinasi belaka. Hebatnya, imajinasi ini menjadi pengirim momen suci umat manusia: kelahiran Isa/Yesus.

Entah mengapa kian hari Natal kian identik dengan Santa, meski dia hanya sosok rekaan belaka. Malah perekaan Santa tak terjadi ketika masa-masa kelahiran Isa/Yesus, sosok suci yang lahir melalui rahim gadis suci, Maria. Media massa turut berperan besar dalam “promosi bidah” Santa dalam rangkaian acara Natal.

Santa memang hanya sosok rekaan, tapi dia mungkin merupakan sosok yang selalu diharapkan umat beragama. Santa yang merupakan manusia suci ini memiliki satu sifat humoris dan humanis. Umat beragama “terpaksa” menghadirkan Santa dalam momen suci lantaran mereka tak suka dengan sikap rohaniawan yang jarang sekali memiliki sikap humor dan cenderung tak humanis.

Santa yang tak pernah disebut dalam Alkitab ini justru menjadi “dagangan” paling laku ketika Natal. Setidaknya ketika Natal topi Santa menjadi yang lebih banyak diburu daripada jilbab Maria. Barangkali Santa “dihadirkan” untuk memberi pesan bahwa peringatan momen suci bisa juga dengan cara yang seru sekaligus tetap sakral.