Cendekiawan Picisan



— melintang lintang intan terabaikan

Kirana Azalea; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; AdibRS; Adib RS; Alobatnic; Pelantan; Santri Scholar; Santri; Scholar; Godly Nationalism; Itz Spring Voice; Cendekiawan Picisan; Cendekiawan; Picisan; Yohanes Surya; Yohanes; Surya;

Hingar bingar pentas politik praktis dan industri hiburan nyaris membuat pentas keilmuan terabaikan oleh media (massa, sosial, dan petan). Mereka yang berkecimpung dalam dunia keilmuan pun kerap luput dari perhatian media arus utama. Salah satunya adalah Yohanes Surya, seorang fisikawan asal Indonesia lulusan William and Mary College Virginia, salah satu perguruan tinggi bersejarah di Amerika Serikat.

Yohanes lahir di Jakarta, 06 November 1963 dari keluarga keturunan Tionghoa dengan keadaan perekonomian yang tidak mewah. Masa belia yang dihabiskan di Kampung Liok, Klender, sempat membuatnya belum tertarik ke dunia keilmuan. Hanya saja dia sudah menggilai bacaan sejak belia. Bacaan apapun suka dibacanya terutama cerita silat. Sejak belia juga dia membantu ibunya membuat kue yang membuatnya terbiasa bangun sekitar pukul 3 dinihari untuk membantu sang ibu mempersiapkan jajanan kue untuk dipasarkan siang harinya.

Yohanes terbilang beruntung dalam pendidikan formal dengan menjadi satu-satunya anak di keluarganya yang bisa mengakses pendidikan formal lebih tinggi. Tak ada biaya adalah alasan utama. Yohanes yang menjadi anak bungsu, tertolong oleh kakaknya yang mau membantu membiayai kuliahnya.

Pendidikan formalnya dimulai di SD Pulogadung Petang II Jakarta Timur, dan terus berlanjut ke SMPN 90 Jakarta, SMAN 12 Jakarta, hingga jenjang tertinggi kala itu dengan berhasil masuk ke Perguruan tinggi Indonesia, tepatnya di jurusan fisika. Ketika belajar di sini, dia juga terbantu oleh beasiswa dari Yayasan Supersemar.

Keterbatasan di bidang ekonomi, dipakai Yohanes menjadi titik balik semangatnya. Ketika Yohanes melihat peluang mendapat beasiswa S2 di luar negeri, dia cepat-cepat mengurus paspor, meski kemampuan bahasa Inggris masih sangat sedikit. Yohanes berpikir pasti akan ada jalan untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri kelak.

Dugaannya tepat. Di tahun 1985, ada dua profesor datang ke Indonesia untuk interview pelajar dari UI, ITB, UGM, dan ITS. Dari interview tersebut akan diambil pelajar untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Mendengar kabar ini, Yohanes yang kebetulan dari UI, semakin rajin belajar agar bisa memperoleh beasiswa ke luar negeri karena hanya inilah jalan buatnya untuk bisa melanjutkan belajar formal di perguruan tinggi.

Yohanes sendiri akhirnya bisa mendapat beasiswa tersebut. Selain setelah dia semakin rajin belajar, pihak pendonor mengutamakan mereka yang sudah memiliki paspor. Kemampuan bahasa Inggris baru ditingkatkan kemudian. Kecerdikan Yohanes dalam bersiasat tak hanya itu saja. Salah satu kewajiban penerima beasiswa tersebut adalah harus menjadi asisten dosen di tempat belajar S2 kelak, artinya harus mengajar pelajar. Tetapi Yohanes muda tidak percaya diri dengan kemampuan bahasa Inggrisnya.

Yohanes lalu berusaha untuk menyiasatinya dengan mati-matian mendapatkan beasiswa S3. Dia berencana mengambil S2 dan langsung S3 di perguruan tinggi yang sama. Dengan begitu, dia meminimalisir kewajiban mengajar pelajar. Setelah mendapat gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia, Amerika Serikat (1994), Yohanes Surya lebih memilih pulang ke Indonesia.

Walaupun sudah memiliki Greencard (kartu ijin tinggal dan bekerja di AS) Yohanes ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika, dengan semboyannya waktu itu adalah ‘Go Get Gold’ serta mengembangkan fisika di Indonesia. Hal yang menarik adalah keikutsertaan Indonesia dalam olimpiade fisika yang diadakan di William and Mary College Virginia. Saat itu Indonesia tidak mendapatkan undangan. Tetapi dengan cara nepotisme, Yohanes Surya mengajukan Indonesia sebagai salah satu peserta.

Nepotisme dilakukan dengan bertanggung jawab karena Yohanes memasang badan serta senantiasa berusaha meningkatkan kualitas peserta dari Indonesia agar tak memalukan ketika berunjuk penampilan. Akibat nepotisme itulah Indonesia mulai menjadi peserta dan diperhitungkan di ajang olimpiade fisika tingkat internasional. Tetapi dampak buruknya adalah Philipina tahu akan hal ini sehingga mereka juga meminta jatah sebagai peserta. Philipina sendiri akhirnya diijinkan menjadi peserta tambahan, selain Indonesia.

Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995–1998). Dari tahun 1993, anak-anak binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet puluhan medali emas, perak, dan perunggu dalam berbagai kompetisi fisika tingkat internasional. Pada tahun 2006, seorang pelajar binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IPhO) XXXVII di Singapura.

Yohanes merupakan penulis produktif berkualitas untuk bidang fisika. Sudah puluhan bacaan dia tulis dan terbitkan untuk pelajar SD sampai SMA hingga pembaca umum. Terbitannya beragam, mulai dari buku, artikel di jurnal ilmiah, hingga artikel di media massa. Dari banyak penulisannya, konsep Mestakung dan pembelajaran Gasing merupakan dua karya agung yang terus nyaring bergaung.


Mestakung adalah akronim dari semesta mendukung yang menjadi judul buku karya Yohanes, Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia. Buku ini sendiri berisi pengalaman pribadi Yohanes dalam memperjuangkan anak-anak TOFI. Target Yohanes untuk TOFI nyaris selalu tercapai dengan cara yang sering tidak terduga. Buku yang dia publikasikan pada tahun 2007 tercatat sebagai buku best seller tercepat di Indonesia.

Melalui Mestakung, Yohanes menunjukkan hukum alam berupa keadaan kritis yang dialami (secara individu maupun kerumunan) menyebabkan semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh dan lingkungan sekitar) memberikan dukungan untuk keluar dari keadaan kritis. Misalnya ketika ada seseorang yang tak mampu berlari cepat tiba-tiba dia dikejar oleh anjing yang bisa berlari sangat cepat. Ketika dia sedang dikejar anjing, sel-sel tubuh dan lingkungan sekitar membantunya keluar dari kondisi kritis itu sehingga orang tersebut bisa selamat dari kejaran anjing.

Salah satu teori fisika yang mendukung konsep Mestakung adalah mekanika kuantum, salah satu karya agung perajin fisika yang digawangi oleh Werner Karl Heisenberg. Muhammad Ainun Najib (Nun) melalui pendekatan lain memberikan pernyataan serupa, ialah kehendak yang dimiliki (oleh seseorang atau sekerumunan) senantiasa mendapat bantuan dari semesta untuk mewujudkan kehendak itu. Kalau gagasan Yohanes, Heisenberg, dan Nun dipadukan, kira-kira bisa dituturkan bahwa manusia bisa menakdirkan dirinya sendiri dalam batas tertentu.

Gasing sendiri merupakan akronim dari gampang, asik, dan menyenangkan. Dalam pembelajaran ala Gasing ini, Yohanes menekankan logika dan penalaran bidang fisika, tak hanya mendogma pelajar dengan persamaan matematika saja. Matematika, yang notabene pembantu fisika, kerap menjadi momok menyeramkan. Momok ini semakin menyeramkan ketika matematika dianggap muradif dengan fisika.

Melalui Gasing Yohanes berupaya menangkis fenomena tersebut. Usaha menunjukkan bahwa fisika tak muradif dengan matematika disampaikan dengan cara yang menyemangati pelajar untuk dan tidak memperpuruk jiwa. Yohanes berangkat dari anggapannya bahwa tak ada pelajar bodoh walakin yang ada adalah pelajar yang tidak punya kesempatan bertemu dengan guru yang cocok.

Anggapan tersebut juga berkelindan dengan anggapan lain Yohanes yang menyebut bahwa guru memiliki peran kunci dalam menumbuhkembangkan minat belajar pelajar, khususnya untuk pelajaran fisika. Menurutnya, guru harus punya teknik mengajar fisika yang laras dan tegas sehingga pelajar tidak takut dengan fisika, melainkan fisika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Melalui pembelajaran ala Gasing, dia memiliki mimpi panjang, akan ada pemenang nobel fisika dari Indonesia pada 2020.

Demi menyebarkan virus-virus ilmu alam terutama fisika (tidak bisa dibalik), Yohanes tak gamang mendayagunakan suntikan sastra. Tofi: Perburuan Bintang Sirius, menjadi novel perdana yang ditulis olehnya. Tahu diri bahwa kelihaiannya bertutur sastra masih kalah dibanding kepiawaiannya bercerita tentang ilmu alam, Yohanes pun menggandeng Ellen Conny dan Sylvia Lim sebagai rekan penulisan.

Yohanes berharap melalui novel tersebut masyarakat dapat memiliki minat terhadap ilmu alam. Baik minat untuk mendalami maupun sekedar mengikuti perkembangan ilmu alam. Dia bermimpi bahwa masyarakat dan ilmu alam bisa menjadi semacam persahabatan cinta alih-alih memandang ilmu alam dengan mata penuh nista.

Ketokohan dalam dalam novel ini dibangun berdasarkan konsep fisika, misalnya Miranda dan Jupiter yang diambil dari unsur-unsur tata surya. Sifat keduanya pun disesuaikan dengan sifat kedua benda langit ini setepatnya. Hanya nama Tofi, tokoh utamanya, yang unik. Nama ini diambil dari singkatan dan sebutan sehari-hari bagi Tim Olimpiade Fisika.

Tofi: Perburuan Bintang Sirius bertutur tentang persaingan antara Tofi dan Jupiter di sekolah. Dibalik persaingan itu, sebuah kesepakatan diam-diam tentang perburuan bintang Sirius membayangi mereka. Sirius disebutkan sebagai proyek rahasia sebuah sindikat mafia cerdik-cendekia internasional yang berisi enkripsi senjata pemusnah nano yang sanggup merusak DNA sang target.

Ellen Conny, salah satu novelis yang terlibat dalam proyek novel ini mengaku tak mudah untuk menyelesaikan novel dengan warna baru ini bersama tiga orang penulis. Proses penyuntingan dilakukan berulang kali bersama-sama. Gairah membuncah tanpa sirna bersama-sama sejak semula membikin Conny merasa menikmati proses yang baginya memberikan semangat berlipat. Yohanes sendiri menganggap bahwa novel ini menjadi salah satu cara untuk meraih tujuan Surya Institute, yaitu Indonesia Jaya.

Dengan terus bersemangat memasyarakatkan ilmu alam kepada generasi muda, Yohanes berharap kemunculan cerdik-cendekia dari beragam sisi daerah melimpah ruah. Yohanes Surya dan tim menulis novel ini selama tiga tahun. Proses penyuntingan dan penyelarasan yang panjang dilakukan agar novel tak mudah bosan ketika dibaca. Dengan demikian, penuturan yang disajikan bisa bahadur menghibur sekaligus menumbuhkembangkan harapan pada para pembaca.

Semenjak beberapa dekade terakhir, cerdik-cendekia dan seniman termasuk sastrawan tampak terpisah jurang. Tak banyak cerdik-cendekia yang cendekia menggubah karya sastra seperti halnya mereka menuliskan hasil penelitian dengan bahasa teknis keilmuan yang cenderung kaku. Pula masih terdapat kencederungan kalau cerdik-cendekia kurang bisa menjelaskan pengertian terhadap keilmuan dengan bahasa pasaran yang membuat penulisan bacaan terkait keilmuan lebih jamak menggunakan bahasa Indonesia yang baku bukan laras. Fenomena ini berusaha dibantah oleh Yohanes.

Masalah lain dalam penulisan handaitolan sastra dan ilmu alam adalah terkait dengan prinsip yang disepakati tepat tentang ilmu alam. Tak sedikit novel yang berusaha menghandaitolankan sastra dan ilmu alam justru ngaco ditilik dari sisi keilmuan. Fenomena iini pula yang berusaha dihindari oleh Yohanes beserta timya.

Teknologi yang ada diceritakan dengan laras, artinya teknologi itu memang bisa dikembangkan pada saat nanti. Sepatu loncat yang bisa membuat orang loncat setinggi tiga meter, misalnya, memang bisa diusahakan melalui perkembangan teknologi. Memang tampak aneh, walakin bukankah sastra dan ilmu alam sama-sama karib dengan imajinasi seperti diajarkan melalui laku Abraham [ʾIbrāhīm‎ atau إبراهيم]?

Pendayagunaan istilah teknis ilmu alam baik sebagai nama tokoh atau nama benda bertujuan agar memancing rasa keingintahuan pembaca, terutama anak-anak, terhadap istilah tersebut. Dengan cara tersebut, pembaca diharapkan agar menyempatkan diri mengelaborasi istilah tersebut. Walakin, tak ada paksaan untuk mengelaborasi karena para pemakaian istilah diselaraskan dengan sifat yang dimiliki sebagai antisipasi kemalasan pembaca mengelaborasi.

Penyebaran virus-virus ilmu alam pun dilakukan melalui komik. Melalui komik berjudul Archi & Meidy, Yohanes menggandeng sesama cerdik-cendekia sebagai rekan penyusunnya. Bersama Wendy Vega, komik ini diterbitkan dalam empat jilid. Seluruh kisahnya malar bertutur mengenai perjalanan dua saudara kembar berusia sepuluh tahun, Archi dan Meidy. Keduanya memiliki interaksi intim dengan ilmu alam, baik di rumah maupun di sekolah. Kisahnya berakhir empat belas tahun kemudian ketika mereka bergabung dengan agen rahasia untuk berusaha menyelamatkan dunia.

Tak hanya gemilang dalam penulisan gagasan, Yohanes juga menjulang dalam terlibat kegiatan lapangan. Tak banyak orang yang bisa melakoni dua hal ini dengan selaras. Sebagian orang ada yang bisa gemilang dalam gagasan walakin gamang ketika terlibat di lapangan. Kosok balinya, sebagian orang yang rajin terlibat di lapangan tak memiliki unjuk rasa yang bisa mereka gagas.

Selain sebagai penulis, Yohanes Surya juga menjadi narasumber berbagai program pengajaran fisika, memberikan pengajaran fisika melalui CD untuk SD, SMP, dan SMA, menggagas Webinar, sebuah seminar yang bisa diakses melalui internet. Hal yang menarik terkait upaya penyebaran CD adalah Yohanes mengijinkan CD ROM ini dipakai sebagai alat kampanye partai politik (parpol), di saat banyak pihak cenderung apatis bekerja sama dengan parpol. Yohanes juga turut memproduksi berbagai program TV, diantaranya Petualangan di Dunia Fantasi dan Tralala-Trilili yang pernah ditayangkan di RCTI.

Sejak tahun 2000, Yohanes Surya banyak mengadakan pelatihan untuk guru-guru fisika dan matematika di hampir semua kota di Indonesia, dari ibukota kabupaten/kotamadya, sampai ke desa-desa di seluruh pelosok Nusantara Selatan (bagian Republik Indonesia) dari Sabang hingga Merauke. Untuk mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute.

Surya Institute didirikan pada tahun 2006 dengan impian melakukan reformasi pembelajaran ilmu alam dan matematika di Indonesia. Surya Institute pula yang membangun gedung TOFI Center yang menjadi pusat pelatihan guru maupun pelajar yang akan bertanding di berbagai kejuaraan fisika. Pula pagelaran yang bekerjasama bersama ICYS, ASEC, Asian Science Camp 2008, WoPhO, APhO, dan APCYS. Sebagai jalan mewujudkan impian, Surya Institute.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Surya Institute didasari keinginan untuk mempromosikan ilmu alam dan matematika yang gampang, asyik dan menyenangkan (GASING). Melalui cara tersebut, bahan yang dipelajari pelajar akan bermanfaat sebagai bekal dimasa mendatang ketika mereka sudah bekerja di lapangan. Kegiatan dilakukan lewat pelatihan guru, seminar, road show, TV show, talk show, science camp, dan kegiatan selaras lainnya.

Dengan semangat berlipat membangun Indonesia jaya (bukan sekadar merdeka), Surya Institute mempersiapkan cerdik-cendekia (bukan cerdik-pandai) yang menguasai ilmu alam dan teknologi. Untuk itu Indonesia harus memiliki komunitas (minimal) 30.000 cerdik-cendekia dalam bidang ilmu alam, teknologi, dan ilmu sosial. Harapan ini dapat tercapai kalau Indonesia mempunyai komunitas calon cerdik-cendekia berumur belia.

Komunitas calon cerdik-cendekia akan terbentuk kalau ada komunitas anak-anak yang cinta ilmu alam dan matematika, masyarakat pencinta ilmu alam dan matematika, serta guru yang mampu mengajar secara gampang asyik dan menyenangkan. Harapan tersebut juga bisa dicapai melalui manusia yang biasa tenggang rasa, toleran, bersikap egois, berperilaku kooperatif, serta berjiwa sociopreneurship maupun technopreneurship.

Sebagai jalan untuk mewujudkan impian megah, ranah yang digarap Surya Institute perlu dicacah. Cacahan dilakukan dengan mendirikan empat lembaga yang berada dalam asuhan Surya Institute, ialah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, Surya University, Sekolah GenIUS, dan Surya Center for Learning Excellence (SCLE).

STKIP Surya didirikan pada 2010. Melalui STKIP, Yohanes ingin mencetak guru-guru yang berkualitas, mampu mengajar ala Gasing, dan mampu mengajar sampai minimal tingkat olimpiade internasional. Pelajar yang diterima memiliki syarat khusus, yakni berasal dari wilayah pinggiran terutama dari pedalaman bukan pusat keramaian.

Syarat khusus diberikan dengan harapan agar para pejalar bisa kembali ke daerah asalnya, menjadi guru yang memandu pembangunan daerah asal setelah menyenyam pendidikan di STKIP Surya. Yohanes mengerti bahwa ikatan antara manusia dengan alam tempat mereka lahir senantiasa bertumbuhkembang sehingga bisa menjadi modal kuat untuk memiliki kemauan terlibat pembangunan.

Surya University merupakan perguruan tinggi berbasis riset. Sejak pertama masuk, pelajar sudah diberikan pilihan ingin melakukan riset apapun. Misalnya anak yang masuk jurusan agribisnis, diijinkan memilih riset desain website. Yohanes mengerti bahwa untuk menjadi negara unggul, Indonesia harus masuk dunia riset, dan perguruan tinggi harus menjadi ujung tombak riset-riset unggulan di tanah air ini.

Yohanes ingin menghasilkan 100 ribu sarjana yang mampu melakukan riset untuk membangun Indonesia pada 2030. Dari sini, diharapkan pada 2045 Indonesia bisa menjadi negara hyper power di dunia yang dihuni oleh pewaris leluhur Nusantara dengan kualitas hyper human.

Surya Institute juga memerhatikan anak-anak yang punya kelebihan khusus untuk diarahkan ke berbagai olimpiade ilmu alam dan matematika, baik nasional maupun internasional. Keikutsertaan dalam kejuaraan ilmiah diharapkan bisa menumbuhkembangkan gairah dalam melakukan kajian. Maka pada bulan Juli 2014, Sekolah GenIUS (Generasi Indonesia jaya Untuk Semua) pun didirikan.

Sekolah GenIUS merupakan sekolah dasar dan menengah di bawah asuhan STKIP Surya dan Surya University. Pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah GenIUS berbasis riset melalui program peneliti asuh yang bekerja sama dengan pusat-pusat riset di Surya University dan lembaga riset di Indonesia. Dengan demikian, memungkinkan pelajar untuk menjadi peneliti dibawah umur 21 tahun.

Selain itu, pelajar mendapat pendampingan psikologis serta pengembangan dalam ragam bidang seperti bahasa dan musik. Sekolah GenIUS juga mendidik pelajar-pelajar yang membutuhkan layanan khusus dari wilayah pinggiran terutama pedalaman yang kerap dianggap tertinggal.

Surya Center for Learning Excellence (SCLE) didirikan dengan tujuan berperan dalam memajukan kapasitas manusia sebagai pembangun peradaban melalui pembelajaran. SCLE didayagunakan sebagai penggerak program-program pelatihan, pengembangan ketrampilan, dan IPTEK terdepan.

Rekam jejak megah dalam penulisan gagasan dan keterlibatan di lapangan memang terasa kurang gemilang lantaran Yohanes tak menjadi pemangku kebijakan. Walau demikian, sejak 2009 dia mulai malar bekerjasama bersama pemangku kebijakan daerah yang dianggap tertinggal.

Kerjasama mewujud dengan pengembangan matematika gasing, supaya anak-anak daerah tersebut dapat menekuni matematika dengan gembira. Hasilnya, anak yang dianggap bodoh mampu menguasasi matematika kelas 1-6 sekolah dasar (SD) dalam waktu 6 bulan.

Kerjasama ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil peneliti berkelas sebagai cara Yohanes menarik pandangan dunia terhadap Indonesia bahwa negeri ini ada yang keberadaannya ikutserta memperkaya—bukan hanya meramaikan—khazanah peradaban manusia.

Dalam disertasinya yang berjudul Sederhana ke Kompleks, Yohanes menurutkan sistem-sistem kompleks yang ada di alam semesta ini mempunyai aturan-aturan sederhana—bukan sepele dan remeh. Oleh sebab itu tugas cerdik-cendekia sekarang adalah mencari aturan-aturan sederhana ini sehingga dapat dilakukan prediksi dan dapat memanfaatkan hasil prediksi tersebut untuk membangun peradaban manusia.

“Jika kita melihat suatu masalah atau keadaan sedemikian kompleksnya, ini bukan berati masalah itu tidak terpecahkan, tetapi karena kita belum menemukan pola atau aturan sederhana yang menyebabkan sistem kompleks ini terjadi,” ujar laki yang melakukan proklamasi revolusi cinta dengan Christina pada 15 Januari 1989.

Perjalanan keluarga dan rumah tangga kedua Yohanes dan Christina yang datar-datar saja tak istimewa. Perjalanan keduanya semakin datar seiring kehadiran tiga buah hati: Chrisanthy Rebecca Surya, Marie Felicia Surya, dan Marcia Ann Surya. Yohanes bisa menjadi kepala keluarga yang patut dianut, suami yang keren untuk Christina, serta bapak yang hebat buat buah hati mereka. Demikian halnya dengan Christina, yang bisa memerankan diri sebagai kepala rumah tangga sekaligus istri dan ibu yang menakjubkan. Alhasil, keluarga dan rumah tangga keduanya pun tak istimewa.

Yohanes Surya adalah fisikawan merakyat, yang terus berusaha membuat fisika lekat dengan keseharian rakyat. Ketika khalayak jamak menganggap bahwa fisika adalah perkara yang rumit, sulit, dan hanya untuk kalangan elit, Yohanes menepisnya dengan semena-mena membawanya ke tengah kawula alit.

Yohanes Surya hanya berusaha menyederhanakan dan membuat fisika sebagai bagian yang tak terasingkan dari tengah pergaulan keseharian. Langkah yang selaras seperti dilakukan oleh Richard Phillips Feynman dan Paul DeHart Hurd dari Amerika Serikat kemudian Stephen William Hawking dan Brian Harold May dari Britania Raya. Sama sekali bukan perkara istimewa karena tak menarik sebagai bahan perbincangan.