— The Quantum Man Richard Phillips Feynman
Richard Phillips Feynman merupakan sosok iseng sejak dalam kandungan.
Keisengan laki yang berada di Bumi sejak 11 Mei 1918 terus menyerta jiwa hingga
dia pindah ke alam baka pada 15 Februari 1988. Keperluan pindah alam lantaran
Feynman dibutuhkan untuk ngisenin
Newton dan Leibniz biar tidak cekcok terus.
Atas dasar keisengan pula Feynman memilih identitas sebagai fisikawan
sembari iseng-iseng mengelaborasi hal lain yang juga menawan terutama kaum puan.
Sebagai fisikawan, Feynman mendapat apresiasi mengesankan berupa Nobel Fisika
pada edisi 1965. Sebagai laki, dirinya berhasil mengiris hati beberapa puan
yang dinikahi.
Sebagai peraih nobel, nasib Feynman persis seperti tiga kimiawan pemenang
nobel kimia 2016, hadiahnya harus rela dibagi bertiga. Kala itu Feynman berbagi
dengan Julian Schwinger dan Sin-Itiro Tomonaga. Tapi tetap lumayanlah, daripada
enggak sama sekali.
Sebagai manusia berjenis kelamin laki, wajah ganteng Feynman membikin
banyak kaum laki merasa cemburu padanya. Barangkali atas dasar kecemburuan pada
tingkat kegantengan inilah yang membikin foto Einstein dengan pose yang nggak banget lebih banyak diumbar
alih-alih foto si ganteng nan iseng Feynman.
Tak cukup Einstein, juga ditambah serta foto Hawking yang posenya nggak banget. Sebuah usaha yang berhasil
membuat fisika lekat dengan wajah nggak
banget meski fisikawan ganteng bejibun
sebenarnya, seperti Paul Adrien Maurice Dirac dan Brian Harold May. Fisikawanti
yang cantik juga banyak, cuma wanita sulit dimengerti.
Feynman sendiri ketika masih kecil biasa dipanggil dengan sapaan Dick.
Dick, alias Feynman pas masih menjadi
dedek gemesz unyu-unyu menggemaskan, memiliki sebuah laboratorium di rumahnya
yang biasa digunakan untuk bermain saat kesepian karena belum pacaran.
Di sana Dick dengan mencoba menemukan apa saja: main lampu dan membikin
sekring, membikin alarm penyelinap di kamarnya (karena tak mau tidurnya
diganggu), hingga membikin sistem koil dengan pemantik api yang dilengkapi gas
argon.
Bikinan terakhirnya ini sempat membikin dia hampir mendapat marah dari
ibunya. Mulanya dia memainkan sistem koil bikinan sendiri. Saat sedang larut
dalam permainan percikan api berwarna ungu, ujug-ujug
apinya mencelat ke arah kertas hingga
membakar kertas tersebut.
Karena sudah larut, Feynman tak mau acara mainnya dirisak kertas yang
terbakar. Tanpa merasa berdosa, dia membuang saja kertas terbakar itu ke tempat
sampah di dekatnya. Sayang dia lupa kalau di tempat sampah itu terdapat
seonggok koran bekas. Akhlaknya jelas tak patut ditiru, seperti Jessica Sooyoun
Jung [제시카 정].
Saling sulut api yang terjadi kemudian dengan segera merisak acara mainnya.
Kamar Feynman segera penuh dengan asap hasil dari saling sulut antara kertas
buangan—saat itu dia belum
menjadi aktivis rokok—dan seonggok koran bekas yang segera dipadamkan.
Supaya tak dimarahi ibunya, dia segera menutup pintu kamarnya biar ibu
menyangka anaknya ini sedang bobok cakep.
Pengalaman yang hampir membuatnya dijerat dakwaan berupa pengurangan uang
jajan ini tak membikinnya kapok. Tetap saja dia suka main di kamar. Pengalaman
itu malah memberinya gagasan bahwa kalau terjadi peristiwa tak diinginkan yang
menyebalkan, segera tutup pintu supaya ibu tak tahu dan mengira buah hati
sedang bobok cakep.
Merasa bosan bermain api, Dick ganti bermain radio dengan membawa radio tua
dan rongsok yang sudah rusak ke dalam kamarnya untuk diutak-atik. Tak jelas
darimana dia mendapatkan radio ini. Yang jelas radio ini berhasil dia perbaiki
dan mempromosikan namanya sebagai tukang reparasi radio berusia muda berwajah
tampan.
Sebagai tukang reparasi radio yang masih berusia muda, Dick kerap mendapat
permintaan dari pelanggan dadakan.
Permintaan ini tentunya win win solution.
Dick sedang kesengsem bingitz bermain
utak-atik radio sementara pelanggan suka dengan kaum muda karena biasanya mau
dibayar murah.
Win win solution tersebut menambah jam terbang Dick sebagai tukang
reparasi radio. Jam terbang yang melatihkan kepekaan rasa padanya. Hingga
akhirnya dia bisa tahu letak kerusakan radio tanpa menyentuhnya. Cuma memakai feeling doang, seperti orang pacaran.
Teman-teman Dick di sekolah lebih memilih meyebutnya sebagai ‘Mad Genious’ ketimbang ‘Most Intelligent’. Dick memang pintar
dan mece seperti kelakuan kaum Jin (Genie seperti judul lagunya Girls’
Generation [소녀시대]). Kelakuan
yang membikin Allah memilih mendahulukan jin daripada manusia kalau dituturkan
bersama dalam Alquran terkait kepintaran dan ke-mece-an.
Keisengan Dick didasari hasrat kuatnya untuk dapat memecahkan teka-teki.
Dia memang tak pacaran saat remaja karena sadar bahwa teka-teki paling rumit
adalah puan. Dia sudah bisa menyadari fenomena yang baru diungkapkan Hawking
sesudah gagal dalam pacaran dan gagal dalam pernikahan beberapa dekade
setelahnya.
Sebagai jalan awal memecahkan teka-teki ini, Dick pun tertarik pada fisika,
bahkan sebelum fisika banyak diminati puan. Dick menyadari sepenuhnya bahwa
kalau dia berhubungan dengan puan, pasti dia disalahkan. Dick mengerti bahwa
dirinya dilahirkan sebagai cowok dan cowok selalu salah sejak awal diciptakan,
walau kesalahan Adam nuruti Hawa ada tepatnya
juga.
Meskipun demikian, Dick rada-rada mirip puan dengan rajin mencari-cari
kesalahan. Sayang memang Dick tak tertarik hukum, kalau tertarik hukum tentulah
dia rajin mencari-cari kesalahan untuk menambah uang jajan. Sayang juga dia
laki, kalau puan tentulah kerajinannya ini bisa menjadi sarana untuk
menang-menangan. Sehingga kebiasaan Dick mencari-cari kesalahan hanya sekedar
untuk membetulkan.
Dick perlahan sadar kalau kebiasaan isengnya membuka peluang pengurangan
uang jajan dari ibunya. Untuk itu dia memilih menghabiskan liburan musim panas
saat sweet seventeen dengan bekerja di rumah makan. Berada di rumah makan saat
summer holiday tak enak dirasa bagi
laki yang masih sendiri. Untuk itu, dia memilih bekerja di dapur saja biar
menghindari melihat orang sedang pacaran mesra.
Di dapur, Dick mendapat jatah harus memotong kacang panjang. Umumnya orang
memotong kacang panjang dengan diletakkan di atas meja lalu menggorokkan pisau
di atas kacang panjangnya untuk digerakkan naik-turun. Dick yang tipikal males dan nggak sabaran, mencari cara lain biar bisa cepat.
Cara lain didapatkannya dengan men-jejer lima bilah pisau secara pararel
(seperti baris-berbaris) di atas baskom kuwung penampung. Pisau tersebut
menghadap atas biar kacang panjangnya tinggal dipegang dua buah sisi ekstrimnya
dan digerakkan sekali. Tinggal krees ...
kress... kress... beres jatah memotong kacang panjang.
Beres lebih cepat daripada cara yang biasa dipakai orang. Sayangnya cara
lain ini tak segera diberitahukan Dick pada juragan. Mungkin dia terlalu asik
memainkan prosesnya dan gembira menikmati hasilnya hingga penemuannya tak
sempat dilaporkan.
Alhasil, dari kelupaan melaporkan penemuan ini, dia sempat kaget saat
juragan melakukan inspeksi mendadak ke dapur. Merasa belum memberi tahu cara
yang tak tercantum dalam job description, Dick segera panik. Kepanikan ini
membikinnya tak hati-hati. Jadilah penemuan yang sempat membahagiakan malah
melukai jari tangannya sendiri.
Kepanikan ini yang membuatnya lupa menyingkirkan tangannya dari baskom
penampung yang sudah tak kuwung. Hasilnya, kacang panjang yang sudah teriris
dan terkumpul di dalam baskom menjadi merah terkena percikan darah. Dick pun
malah kena marah.
Tak hanya sekali itu saja Dick kena marah gara-gara ‘penemuan’-nya. Dia
hanya beruntung tidak hidup di lingkungan basyar
tanpa insan dan naas seperti banyak terdapat di beragam tempat pada zaman kekinian dan kedisinian ini.
Meski rajin mendapat seruan amarah, Dick tidak kapok. Dick malah kesengsem
dengan proses dan hasil ‘penemuan’-nya yang memberikan jalan iseng berikutnya. Sebagai
pemuas hasrat keisengan berikutnya, Dick memilih MIT (Massachusset Institute
Technology) sebagai medan pelampiasan.
Di MIT keisengannya semakin menjadi-jadi. Tinggal sekamar dengan dua
pelajar tingkat akhir saat Dick masih tingkat awal, dia iseng nguping obrolan dua teman sekamarnya
ini. Dick tak peduli nguping itu
tindakan tidak terpuji karena terpuji atau tercela hanyalah pandangan manusia
‘satu meter’ yang sudah puas saat mendapatkan pengetahuan baru sebagai kesimpulan
tak terbantahkan.
Sialnya, tindakan tak terpuji Dick ini tak disertai sikapnya untuk terus
hati-hati. Setelah beberapa kali nguping
obrolan seputar mata kuliah fisika teori, Dick mendengar dua teman sekamarnya
ini mengobrolkan kesulitan mereka memecahkan soal. Dengan tanpa merasa berdosa,
Dick nyeletuk, “Kok nggak menggunakan
persamaan Baronallai saja bro?”
Tentu saja dua teman sekamarnya bingung. “Maksud loe....?” gitu tandas
mereka.
Dick yang merasa iba pada dua kakak tingkatnya ini kemudian menjelaskan
maksud celetukan barusan. Dua teman sekamarnya ini terkesan dengan kelihaian
Dick menyelesaikan soal rumit bagi mereka dengan cara sangat gampang. Sebagai
imbalannya, Dick diingatkan kalau yang dimaksud adalah Bernoulli bukan Baronelli.
Wajar Dick salah istilah. Dia hanya mendapatkan dari kebiasaan nguping yang
ditindaklanjuti dengan mencari tahu sendiri tanpa bisa mendapat kawan sepadan
untuk mengobrolkan. Walakin sejak saat itu Dick mendapat kesempatan untuk
terlibat obrolan dengan dua teman sekamarnya.
Keisengan tanpa rasa berdosa kembali dilakukan Dick. Kali ini dia pura-pura
sebagai orang bisu ketika hendak membeli susu. Dia menyebutkan kata susu di
bibirnya tanpa menyuarakan pita suaranya. Penjual pun merasa bingung.
Tak mau keisengannya berantakan, Dick lalu mengarang isyarat untuk susu
dengan memeragakan gerakan tangan seperti sedang meremas memeras susu. Penjual
malah merasa bingung. Beruntung di tengah manuver
keisengan, ada seorang laki membeli susu.
Tanpa lama-lama, Dick kemudian menunjuk susu yang dibeli laki itu. Jadilah
penjual susu segera memahami maksud Dick dan mengambilkan susu untuknya. Setelah
susu diberikan padanya, dengan nada biasa saja Dick nyeletuk, “Terima kasih
banyak pak.” Penjual susu baru saja menyadari kalau dia baru saja ditipu. Hanya
saja dia tak marah, yang penting dagangan laku.
Sesudah menyelesaikan segala keisengan harian di MIT, Dick melanjutkan ke
fakultas pasca sarjana di Princeton. Suatu kali sesudah makan malam, ada
pengumuman tentang kedatangan profesor psikologi yang akan mbacot tentang hipnotis. Rencananya akan ada demonstrasi hipnotis,
jadi diperlukan sukarelawan untuk dihipnotis.
Dick yang selalu ingin tahu perkara yang tidak dimengertinya langsung
semangat. Sayang waktu Dick menghadiri acara itu, dia duduk di ujung belakang
karena telat. Ruangan itu dipenuhi oleh sekitar 200 orang, padahal hanya
diminta tiga orang sukarelawan.
Dick yang khawatir tidak terlihat karena duduk di belakang langsung
siap-siap berteriak sekencang mungkin. Sewaktu Dr. Eisenhart, dekan pasca
sarjana di Princeton, bertanya, “Jadi, saya ingin bertanya apakah ada yang
berminat menjadi sukarelawan…”
Dick langsung mengacungkan tangan dan loncat dari bangkunya sambil
berteriak sekeraskerasnya karena takut tidak terdengar, “SAYAAA…!!!” Suaranya
bergaung di seluruh aula karena ternyata tidak ada orang lain yang mengacungkan
tangan dan mengajukan diri untuk jadi sukarelawan! Modiyar kueeee....
Rasa ingin tahunya ini bukan cuma pada persoalan fisika dan psikologi saja.
Di ruang makan, Dick selalu duduk bersama kelompok orang yang berbeda setiap
pekannya. Satu pekan dengan para filosof, minggu berikutnya dengan para penggila
matematika, lalu jalan-jalan ke meja pelajar yang menekuni biologi. Semua ini
dilakoni karena dia selalu ingin tahu obrolan masing-masing kelompok.
Dick lalu diajak untuk ikut kuliah fisiologi sambil ikut mengerjakan tugas
dan laporan seperti pelajar lainnya. Sewaktu dia menjelaskan catatannya di
kelas biologi, dia sering ditertawakan seluruh kelas karena salah menyebut
istilah biologi. Misalnya blastomere
disebut blastophere.
Belum lagi sewaktu ada yang presentasi tentang impuls pada syaraf. Waktu itu
kucing dijadikan contoh. Ada bermacam nama otot yang tidak dimengerti oleh
Dick, jadi dia pergi ke perpustakaan untuk mencari tahu tentang letak otot-otot
itu di badan kucing.
Saat sedang mencari tahu di perpustakaan, dengan lugu Dick bertanya ke
petugas perpustakaan tentang peta kucing. Pustakawan itu sih mengerti kalau
yang dimaksudkan sebenarnya bagan binatang, tapi kejadian itu begitu lucu
sampai tersebar desas-desus tentang seorang pelajar biologi yang sangat bodoh
yang mencari ‘peta kucing’.
Dick tak pandang dimensi ruang dan waktu saat melakukan keisengan. Saat
sedang bekerja di Los Alamos, Dick sempat membaca artikel tentang anjing
pelacak. Dia terkesan sekali dengan kemampuan penciuman anjing yang sangat
hebat itu. Langsung saja dia melakukan percobaan dengan bininya.
Sejumlah botol minuman berkarbonasi dikumpulkan tanpa disentuhnya, lalu
sang bini diminta mengambil salah satu dan memegangnya beberapa saat. Dick
sendiri keluar ruangan supaya dia tidak melihat botol mana yang dipegang oleh
bini.
Begitu dia masuk dan mencoba menebak yang mana, dia langsung tahu dengan
menggunakan cara fisika! Botol yang sudah dipegang bininya suhunya pasti
berbeda, baunya juga jadi berbeda, lebih lembab dan lebih hangat.
Dick menganggap percobaan itu terlalu mudah. Jadi dicobanya lagi dengan
buku di rak buku yang lama tidak disentuh-sentuh. Bininya memilih salah satu
buku dan membukanya sebentar, lalu mengembalikan lagi ke rak.
Sewaktu Dick masuk dan mencoba menebak, dia langsung tahu dari kelembaban
dan bau yang berbeda pada buku yang sudah dipegang. Buku yang sudah lama tidak
dipegang baunya kering. Dia berhasil mengetahui rahasia anjing pelacak! Jadi
hati-hati kalau menyisipkan sesuatu ke dalam buku biarpun buku itu kelihatannya
lama tak pernah lagi dibaca.
Rasa ingin tahu, penasaran, dan keberanian yang dilengkapi keisengan ini
menjadi modal utama Feynman saat bekerja sama dengan para ahli fisika top kala
itu. Suatu kali Niels Bohr berkunjung dan mengajaknya ngobrol tentang cara
membuat bom yang lebih efisien.
Gagasan-gagasan Bohr yang waktu itu didewakan dibahas semua. Dick dengan
santai mengutarakan pendapatnya. Jika ada gagasan yang menurutnya jelek, dia
langsung mengungkapkannya tanpa takut dan segan.
Karena keterusterangannya Dick selalu jadi orang pertama yang diajak untuk
diskusi oleh Bohr. Orang lain selalu menjawab: Ya, ya, Dr. Bohr. Semua begitu
kecuali Dick yang berani menjawab: Tidak, itu tak akan jalan, tidak efisien… gini aja lho bro...
Niels Bohr sangat terkesan dengan keterusterangannya ini. Saat Bohr
mendapatkan kemapanan, kehadiran tipikal mbedhul
dan mbeling seperti Dick adalah satu
oase di tengah gurun gersang akan keterusterangan.
Di Los Alamos, semua berkas penting tentang perkembangan pembuatan bom
selalu disimpan dengan rapi dalam lemari brankas yang dikunci dan digembok.
Dick selalu merasa kunci itu masih kurang aman. Dia lalu membuktikannya dengan
cara membongkar satu per satu semua brankas di sana.
Semua laporan yang dibutuhkannya diambil sendiri dari brankas yang dikunci.
Sesudah selesai, dia mengembalikan laporan itu kepada yang punya. Sudah pasti
orangnya langsung bingung karena tidak pernah meminjamkan berkas itu ke siapa
pun.
Dengan tenang Dick mengakui dia mengambilnya sendiri dari brankas dengan
cara membongkar kuncinya. Sudah cakep, iseng, tekun, terus terang pula, pasti
bukan laki idaman kaum Hawa karena puan bosan dengan kesempurnaan.
Sejak itu kalau ada orang yang hilang atau pergi padahal ada berkas penting
di lemarinya, Dick yang bisa dengan gampang membongkar kunci kombinasi brankas
segera mendapat panggilan para pelanggan.
Kelihaian ini dipraktikkannya juga setiap kali berkunjung ke Oak Ridge.
Sampai-sampai semua orang di sana tidak mengizinkan Dick untuk mendekati lemari
brankasnya karena keisengan Dick sudah begitu dikenal.
Sekali waktu keisengannya membongkar brankas mencapai puncaknya. Dia
membongkar tiga brankas yang berisi semua rahasia bom atom. Ternyata ketiga
brankas yang berjejeran itu mempunyai nomor kombinasi yang sama. Otak isengnya
mendorongnya untuk meninggalkan catatan di ketiga brankas yang dibongkarnya
itu.
Di brankas kedua dia meninggalkan catatan pertama: “Aku pinjam dokumen No.
LA4312 – Feynman, si tukang bongkar lemari besi.” Di brankas pertama dia
menulis catatan lain: “Yang ini tidak lebih susah membukanya – Si Sok Tahu.”
Lalu pada brankas ketiga: “Jika kombinasinya sama, yang satu tidak lebih susah
dari yang lain – Orang yang Sama.”
Malam harinya sesudah makan malam, dia bertemu Freddy de Hoffman, orang
yang brankasnya baru saja dia utak-utik. Sewaktu de Hoffman hendak kembali ke
kantornya, Dick mengikutinya untuk menikmati hasil keisengannya itu. Saat de
Hoffman mulai bekerja, dia membuka lemari yang ditinggali catatan yang ketiga.
Wajah de Hoffman langsung pias begitu melihat kertas kuning menyala dengan
tulisan krayon warna merah. Tangannya yang gemetar mengambil kertas itu dan
langsung menduga-duga siapa yang sudah membongkar lemarinya, “Orang yang Sama!
Pasti orang yang mencoba masuk ke Gedung Omega!” tukasnya.
Waktu itu memang sedang marak kasus Gedung Omega yang belum bisa terungkap
dengan jelas dan laras. Dengan kebingungan de Hoffman bertanya ke Dick apa yang
harus dilakukan. Dick cuma mengusulkan untuk memeriksa berkasnya untuk mencari
apa ada yang hilang.
Kemudian lemari yang lain juga diperiksa. Di lemari yang pertama dia
menemukan catatan kedua yang ditandatangani ‘Si Sok Tahu’. Muka De Hoffman
makin pias saat Dick berusaha menahan agar tak tertawa keras.
Begitu de Hoffman hendak membuka lemari kedua, Dick pelan-pelan menyelinap
ke pintu, karena takut dimarahi habis-habisan. Catatan pertama pun ditemukan.
Dan benar saja! De Hoffman langsung lari mengejar Dick. Tapi bukan karena
marah. Justru dia merangkulnya karena sangat lega begitu mengetahui bahwa
rahasia bom atom belum bocor: cuma keisengan Dick Feynman!
Petualangannya tidak berhenti di situ saja. Dick yang punya prinsip ‘Everything is Interesting’ ini terus
saja bersemangat menelusuri semua bidang yang sebelumnya tidak dia mengerti.
Wajar kalau kisah cinta dengan istri-istri tak semuanya bisa abadi.
Dick berhasil memecahkan tulisan kuno bangsa Maya (hieroglif kuno),
trik-trik pesulap terkenal James ‘The
Amazing’ Randi, melukis berbagai potret, menjadi pemain bongo yang hebat,
dan menguasai geografi berbagai tempat di dunia hanya dengan cara mengoleksi
perangko.
Semua kelihaian itu semula tidak dimilikinya. Dick mempelajarinya karena iseng
dan penasaran. Dick tidak bisa menggambar, jadi dia mencoba coret-coret di atas
kertas. Dick tidak mengerti musik, jadi dia asal memukul gendang. Dia selalu
memikirkan perkara maupun peristiwa yang males
dipikirin oleh orang lain.
Gagasan Dick selalu sederhana (bukan sepele atau remeh) dan unik. Berbagai
eksperimennya selalu disebut simple to
the point experiment. Sampai-sampai dia dijadikan icon oleh perusahaan komputer terkenal dalam satu iklannya: Think Different.
Semuanya dikerjakannya dengan satu syarat: bisa dikerjakan sambil
main-main. Satu kalimat yang selalu diucapkannya, “What do you care what other people think?” Belakangan ditiru oleh
Paris Whitney Hilton dalam membangun ke-ratu-annya.
Dick selalu menyampaikan pesan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan
rasa gembira. Jika berkutat dengan masalah fisika, atau masalah apa pun, tak
perlu memikirkan hasil yang bisa didapatkan. Kosok balinya, fisika itu dianggap
sebagai mainan yang bisa dijadikan sarana untuk berpetualang. Dengan begini,
kreativitas bisa mengalir lancar dan tanpa beban.
Satu lagi resepnya untuk belajar fisika: pelajari sendiri tanpa harus
terikat dengan aturan-aturan yang sudah ada di buku-buku pedoman. Dengan
mempelajarinya sendiri, kita jadi mengerti konsepnya. Kita pun tidak mudah
lupa. Asik ‘kan? You Think.... RUMANGSAMU gampang no??? Mas pelanggaran
akhlak massss....