Risalah Kasidah



— bayang bayang satu sisi restoe boemi


Berkali-kali dunia unjuk rasa di negeriku Indonesia dibuldoser dengan pandangan tertentu. Para pelaku buldoser itu berlaku seolah-olah Mûsâ bin Amram [مُوسَى atau Moses] menghujat Fir’aun [فرعون atau Pharaoh] era Mûsâ. Meskipun mereka belum tentu seperti Mûsâ, dan yang dihujat belum tentu seperti Fir’aun.

Tentu dengan menggunakan cara-cara semacam itu sulit untuk membangun keharmonisan lingkungan. Biasanya, para pelaku buldoser ini adalah manusia yang memiliki sikap fanatik terhadap pandangannya sendiri, sehingga manusia yang berbeda apalagi berlawanan dengannya disebut dengan ungkapan tak mengenakkan.

Seringkali manusia seperti itu begitu membenci mereka yang disebut dengan ungkapan tak mengenakkan rasa tersebut. Tak jarang kebencian dilampiaskan dengan tindakan merusak. Rasa sama sebagai manusia telah luntur tergusur oleh lekatnya pandangan yang terlalu diyakini kebenarannya.

Dhani Ahmad Prasetyo (kemudian Ahmad Dhani Prasetyo ...just because...), telah banyak mengalami sendiri rasanya mendapat perlakuan oleh para pelaku buldoser itu. Laki kelahiran Jakarta, 26 Mei 1972 yang dibesarkan di Surabaya sejak berumur 2 tahun ini juga akrab dengan berbagai fitnah yang dialamatkan pada dirinya selalu.

Sejauh yang saya rasa, Dhani adalah seorang muslim [مسلم]. Saya tidak tahu menahu dan tidak perlu mencari tahu seberapa besar kadar kualitas ke-muslim-an Dhani. Dalam buku mulia al-Quran [القرآن الكريم] disebutkan:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
[القرآن الكريم سورة البقرة : ٢٠٨]

Kata كَافَّةً mungkin memiliki banyak penafsiran. Dhani, dengan kapasitasnya sebagai seniman yang memiliki perhatian pada kata, tentu memiliki penafsiran tersendiri tentang kata tersebut. Seniman hanyalah sebutan bagi manusia yang tidak serta merta berkelindan dengan kadar ke-muslim-an.

Tak sedikit catatan memperlihatkan bahwa banyak seniman menggemari tasawwuf [التصوف]. Tasawwuf dipandang sebagai jalan yang mengantarkan ketenangan pada ruang rasa. Walau begitu, banyak juga dari ummat Islām [الإسلام‎‎] sendiri yang antipati terhadap tasawwuf karena dianggap sebagai ajaran sesat. Bahkan sampai memendam benci pada tasawwuf.

Begitu juga seni, banyak kaum agamawan yang memendam rasa antipati pada seni. Seni dianggap sebagai jalan yang menyesatkan dan melanggar aturan agama. Meski tak sedikit juga kaum agamawan yang menggemari seni, seperti Turaichan Adjhuri pada seni lukis dan Habib Luthfi pada seni musik.

Seni merupakan unjuk rasa manusia yang dituangkan dalam kreasi dengan bentuk apa saja, termasuk balapan dan sepak bola. Dhu-al-Nun Abu al-Faid Thawban ibn Ibrahim al-Misri [ذو النون أبوالفيض ثوبان بن إبراهيم المصري‎‎], menuturkan bahwa seni merupakan suara kebenaran yang bisa mengantarkan kepada Yang Maha Lebih Benar.

Seni menjadi pemantik semangat untuk mendekat pada Ilahi-Rabbi dengan mengosongkan ruang rasa dari rasa dhemen-sengit (takhalli). Ruang rasa yang tak lagi terisi oleh dhemen-sengit kemudian dibiasakan dalam mementaskan kesan yang disimpan (tachalli) untuk menjadi jalan terserap menjadi Satu dengan Penguasa-Pelantan bumi-langit (tajalli).

Barangkali karena Dhani adalah seniman yang turut tertarik pada tasawwuf, maka buldoser yang dialamatkan padanya menjadi berlipat. Buldoser yang diterimanya semakin melipat seiring perilakunya yang kerap memancing ragam macam selisih pendapat. Hanya saja, Dhani tetaplah Dhani, dengan segala pelanggaran akhlak yang diperbuat, karya yang dihasilkan banyak tercatat.

Dhani seakan ditakdirkan lahir sebagai seniman. Mamanya yang berdarah Jerman, Joyce Theresia Pamela Kohler, sangat menggandrungi musik-musik bergizi tinggi, baik Indonesia, Nusantara, maupun planet Bumi. Begitu juga papanya yang berdarah Garut, Eddy Abdul Manaf bin Rustra Sastraatmaja.

Kegandrungan tersebut membuat Dhani sudah akrab dengan seni musik sejak dalam kandungan. Joyce, sang mama, kerap memperdengarkan musik-musik yang digemarinya pada Dhani saat sang buah hati masih berada di dalam rahimnya. Kebiasaan ini terus berlanjut tanpa pernah berhenti.

Setelah lahir, Joyce juga rajin mengajak putra pertama baginya ini ke toko kaset dan membelikan kaset kesukaan Dhani. Dengan keadaan perekonomian keluarga yang tak bisa disebut mewah, Dhani pun cukup dibelikan kaset-kaset bajakan yang berharga murah. Dari sinilah Dhani mulai akrab dengan karya seni dalam bentuk musik.

Setelah lahir, Joyce juga rajin mengajak putra pertama baginya ini ke toko kaset dan membelikan kaset kesukaan Dhani. Dengan keadaan perekonomian keluarga yang tak bisa disebut mewah, Dhani pun cukup dibelikan kaset-kaset bajakan yang berharga murah. Dari sinilah Dhani mulai akrab dengan karya seni dalam bentuk musik.

Di perlintasan masa balita menuju anak-anak, Dhani dibelikan keyboard oleh papanya. Selain itu, kedua orangtuanya juga telaten mendorong Deni—sapaan dari tetangga waktu itu—untuk menekuni dunia musik dengan mendaftarkan cah mbeling ini ke les musik. Mereka berharap suatu saat Dhani memiliki keunggulan dalam musik.

Keharmonisan orangtua Dhani dalam ikatan keluarga dan rumah tangga saat itu memberi berkah tersendiri bagi perkembangan Dhani. Dhani ditumbuhkembangkan keadaan yang membuatnya merasakan cinta yang bukan cinta manusia biasa.

Pada usia 12 tahun, Dhani mulai cinta mati pada Queen, grup band legendaris asal Britania. Dia sangat menggandrungi lead vocalist dan keyboardist Queen, Farrokh Bulsara (Freddie Mercury). Kegandrungan yang merasuk jiwa dan tak pernah sirna hingga saat ini. Hingga saat ini, Dhani rajin memperingati haul legenda Queen yang berpindah dimensi saat Dhani mulai berkarier di dunia musik.

Dhani juga sangat menggandrungi Francis Albert Sinatra (Frank Sinatra) dan Howard Andrew Williams (Andy Williams). Dari dua musisi legendaris ini dirinya bisa mengenal dan kemudian menggandrungi pemusik lainnya. Frank Sinatra dan Andy Williams membawa Dhani pada pemusik lain seperti Anthony Dominick Benedetto (Tony Bennet), William John Evans (Bill Evans), dan Sarah Lois Vaughan. Belakangan dari titik ini pulalah Dhani mengenal pianist lainnya seperti Keith Jarret dan Armando Anthony Corea (Chick Corea).

Kemauan pribadi dan harapan orangtuanya diperkuat dengan lingkungan keluarganya. Saudara sepupu Dhani juga menggandrungi musik. Dari sepupu-sepupunya Dhani berkenalan dengan pemusik rock selain Queen, seperti The Rolling Stones dan Yes. Lingkungan pergaulan di luar keluarga pun mendukung jalan panjang Dhani menekuni musik. Ketika masih SD, Dhani beruntung memiliki sahabat yang menggemari Van Halen dan Led Zeppelin.

Panah takdir utama Dhani hingga hari terakhir di dunia seakan memang di dunia musik. Setelah dari lingkungan keluarga dan persahabatan saat SD mendapatkan pengetahuan luas serta dalam tentang musik rock—yang menjadi genre paling digandrunginya—saat SMP rekam jejak ini terus berlanjut.

Dhani beruntung berjumpa dan bersahabat dengan orang-orang yang menggemari musik. Kali ini pergaulan di SMP lebih banyak mengenalkan musik pop padanya. Mulai dari Madonna Louise Veronica Ciccone, a-Ha, Spandau Ballet, hingga Michael Joseph Jackson. Lebih beruntung lagi, gedung SMP Dhani saat itu, SMPN 06 Surabaya, terletak dekat dengan toko kaset.

Di toko kaset tersebut, pembeli bisa njajal seluruh kasetnya sebelum membeli. Hal ini memberikan kesempatan pada Dhani untuk mencicipi musik-musik lain yang belum dia kenal. Selain itu juga menjadi benih-benih kebiasaannya ketika membeli kaset, selalu mencoba seluruh isinya. Toko kaset ini memberikan berkah tersendiri, pasalnya dari sinilah dia mulai mengenal Michael Franks, Dian Pramana Putra, Indra Lesmana, Chaka Khan, Kenneth Clark Loggins (Kenny Loggins), Gino Vanneli, dan sederet musisi top lainnya.

Ketika SMP juga Dhani mulai berkenalan pada musik fusion seperti Casiopea, Uzeb, dan Spyro Gyra. Pada masa itu, bersama sahabat eratnya, Andra Junaidi Ramadhan (Darjoen) serta Erwin Prasetya (Erwin), dan Setyawan Juniarso Abipraja (Wawan)—yang sama-sama tertarik dengan musik—kemudian rajin mempraktikkan bersama dengan bermain band.

Keempat remaja tersebut kemudian sepakat membentuk grup band yang diberi nama ‘Mol’ pada 1986. Nama ‘Mol’ diambil dari nama guru seni musik mereka, Pak Mul. Belakangan nama ‘Mol’ diubah menjadi DEWA setahun kemudian, yang merupakan akronim dari nama sapaan mereka.

Sayang, ketika SMA, Wawan justru memilih hengkang ketika Dewa njajal musik jazz. Hal ini lantaran Erwin sangat kesengsem dengan jazz, sementara Dhani dan Andra tak masalah sekaligus ingin mencoba warna beda. Empat sahabat ini pun berpisah sejenak. Walau lebih sering memainkan musik jazz, Dhani tetap berkenalan dengan musik lainnya. Melalui sahabatnya, dia berkenalan dengan Patrick Bruce Metheny (Pat Matheny), dan langsung menjadi penggemar berat Pat Matheny.

Pada masa itu juga Dhani dan Andra mulai menjalin ikatan persahabatan cinta yang tulus. Kebetulan keduanya adalah teman sebangku. Sementara Erwin dan Wawan satu kelas di kelas yang berbeda dengan Dhani dan Andra. Saat sedang males mengikuti pembelajaran, Dhani dan Andra kerap ngobrolin musik secara teknis.

Perjumpaan perdana keduanya sebenarnya berlangsung dalam suasana panas. Andra kerap bilang, “Sopo arek iki?” (Jawa: siapa anak ini?), ketika Dhani lewat di depannya. Bagi Andra, Dhani saat itu tampak sombong. Namun belakangan Andra mengerti bahwa Dhani bukanlah sombong melainkan arogan.

Musik tak pernah berhenti menggempur Dhani. Roes, sahabat Dhani ketika SMA, mengenalkan lebih dalam pada Miles Dewey Davis III (Miles Davis), Michael Leonard Brecker, Randolph Denard Ornette Coleman, dan beberapa nama lainnya. Dhani juga bersahabat dengan penggemar Metallica, Anthrax, dan Megadeth.

Di penghujung masa SMA, Dhani yang menjumpai Ari sedang nongkrong sendiri dulu di jalan, segera mengajak Ari bergabung dengan grup band Dhani dan kawan-kawan. Sebenarnya Ari lebih dulu mengajak Dhani bergabung bandnya, OutSider, ketika mereka masih kelas satu SMA. Sayang Dhani menampik ajakan ini.

Dua tahun berikutnya, keadaan menjadi kosok bali. Ganti Dhani yang mengajak Ari, dan Ari pun mau. Sejak pertemuan mereka di SMA, Dhani dan Ari memang mulai menjalin interaksi intim. Ari menjadi orang terdekat Dhani selain Andra dan Maia. Kebetulan Dhani dan Ari memiliki kebiasaan membaca buku dan mengobrolkan perkara yang terkesan kekanak-kanakan hingga saat ini.

Walau demikian, baru belakangan Dhani dan Ari bisa bersama mengibarkan bendera band yang sama. Ari adalah orang yang mengenalkan Dhani pada Bon Jovi dan Warrant serta musik easy rock. Perkenalan ini membikin Dhani bisa dengan mudah menggubah karya remeh berjudul Kangen—yang ironisnya bisa nge-hits terus.

Dhani sejak awal sudah cinta mati pada Queen. Sementara Ari mulai jatuh hati dengan musik setelah mendengarkan Bohemian Rhapsody, karya agung tanpa mendung dari Queen. Walau demikian, justru bukan Queen yang menjadi titik temu jitu Dhani dan Ari dalam musik. Dhani yang sedang berselera pada fusion dan jazz harus beradaptasi dengan Ari yang sedang berselera easy rock. Hasilnya, mereka berdua sepakat mengkhatamkan Toto dan Chicago.

Sejak saat itu Dhani dan Ari bergabung bersama dalam satu grup band. Bersama mereka, ada juga Andra dan Erwin serta Wawan yang kembali ‘pulang’. Kelima laki yang baru saja melepas masa remaja mereka ini kemudian berupaya menapaki tangga di dunia musik. Mereka mengibarkan bendera DEWA, yang oleh Ari, diusulkan ditambahi angka ‘19’ sebagai penanda saat itu mereka rata-rata berusia 19 tahun.

Dhani masih rajin mendalami musik sesudah dikenal sebagai bagian dari DEWA19. Perjumpaannya dengan Think Morrison memiliki peran penting yang memperkenalkannya pada Kayak, Alan Person Project, dan ELP. Interaksi intimnya dengan Virdy Megananda (Bebi) dan Gabriel Bimo Sulaksono (Bimo) yang mengenalkan padanya lebih jauh dengan The Beatles. Bebi merupakan salah satu orang yang sanggup membuat Dhani diam dalam beberapa perkara.

Semua pengalaman berinteraksi tersebut membikin Dhani memiliki selera musik beragam. Ragam langgam dari jazz hingga rock, dari musik sebagai karya seni hingga musik sebagai barang industri, terus menerus dia tekuni. Dhani bisa larut menikmati karya Sergei Vasilievich Rachmaninoff dan Joseph Maurice Ravel, sesudah bergaul dengan pemain orchestra ketika rekaman string untuk album-album DEWA19.

Dhani juga menggemari musik R&B ketika musik fusion mulai memudar di era 1990-an, yang membikinnya gandrung pada TLC dan Faith Renée Evans. Hingga kini, Dhani pun bisa tenggelam dalam menikmati karya Sonny John Moore (Skrillex) yang hadir menjadi lokomotiv generasi baru electronic dance music.

Kegandrungan Dhani didukung dengan keberuntungannya bisa menguasai beragam alat musik, terutama keyboard dan guitar. Penguasaan ini sangat bagus baginya. Pasalnya, seorang yang bisa menguasai dua alat musik tersebut memiliki modal berharga untuk menghasilkan ragam langgam. Langgam yang digubah oleh pemusik yang bisa menguasai keyboard dan guitar cenderung lebih kaya nuansa rasa ketimbang alat lainnya. Penguasaan tersebut juga memudahkannya untuk bisa mengerti musik Steven Siro Vai (Steve Vai), David Howell Evans (The Edge), Brian Harold May (Brian May Queen), serta musik elektronic ala The Chemical Brothers.

Penguasaan terhadap alat musik turut didukung dengan kegemarannya membaca buku apapun dan terlibat obrolan dengan siapapun. Kegemaran ini memperkaya ragam kosa kata untuk dijadikan lirik dalam langgam yang digubahnya. Dhani tak ragu menggunakan kosa kata tak populer tapi memiliki nilai luhur, seperti menggunakan kata ‘kuldesak’ dan ‘kirana’.

Dhani juga biasa saja memadukan kata ‘laskar’ yang biasa berkonotasi negatif dengan ‘cinta’ yang biasa berkonotasi positif. Tanpa merasa menistakan Sang Pencipta, Dhani santai saja mendayagunakan kata ‘Tuhan’ berpadu dengan kata ‘seksi’ saat menggubah langgam paling narsis.

Dhani tak canggung menyuntikkan gagasan lawas ke dalam langgam yang digubah. Dengan enjoy dia menyuntikkan gagasan mengenai surat al-Fatihah pada Kuldesak maupun surat al-Fiil pada Persembahan dari Surga. Begitu juga penafsiran terhadap surat al-Fajr pada Laskar Cinta, hasil unjuk rasa Rabi’ah al-Adawiyah pada Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada (solo berduet bersama Chrismansyah Rahadi a.k.a Chrisye) dan Jika Cinta Allah (solo dengan nama Abu al-Ghazali), dan hasil unjuk rasa Mbah Lemah Abang dalam Dimensi versi aransir The Rock.

Selain menggubah langgam berat, Dhani juga piawai menggubah langgam ringan yang mudah dicerna oleh generasi kekinian dan kedisinian. Gubahan seperti ini biasanya diusahakan bukan rilisan dari DEWA19, yang sudah memiliki warna paten. Misalnya dalam langgam Dokter Cinta yang dirilis melalui Dewi Dewi, Munajat Cinta melalui The Rock, Selir Hati melalui T.R.I.A.D, hingga Rindu Merindu bersama MahaDewa19.

Walau rekam jejak Dhani dalam berkarya musik diapresiasi banyak pihak, dia memiliki kelemahan tersendiri dalam penggubahan langgam. Dhani terbiasa menggubah langgam tentang ‘cinta’ dalam arti luas dan dalam. Kelemahan tersebut membuatnya tak terbiasa menggubah langgam seperti Titiek Puspa dalam Apanya Dong maupun Meliana Cessy Goeslaw (Melly Goeslaw) dalam I Just Wanna Say I Love You. Ketidakbiasaan ini membuat Dhani sempat rela menggelontorkan uang Rp 5 juta untuk membeli hak penggunaan susunan kata “Neng Neng Nong Neng” dari peserta audisi Indonesian Idol.

Dhani juga cenderung pemalas dalam memperkenalkan karyanya. Dengan potensi luar biasa yang dimiliki, Dhani justru menggiring DEWA19 secara perlahan ketika merilis karya, irit popularitas kira-kira meskipun banyak yang menganggap Popularitas adalah Tuhan. Begitu juga dengan brand lain yang melibatkannya. Dengan ungkapan lain, Dhani memiliki modal sebanyak 10 namun dia hanya mendayagunakan 4 saja.

Wajar Elfonda Mekel (Once) merasa sayang sekali kalau Dhani tiba-tiba undur diri dari musik. Bagi Once, pemusik seperti Dhani hanya bisa lahir 30 tahun sekali dan tidak di setiap tempat. Andra menyebut bolo sebangkunya tersebut sebagai sosok genius. Lebih dari itu, Ari malah kerap menyebut Dhani the one and only saat berada di depan umum.

Meski demikian, pengalaman Dhani dalam bermusik tetap layak diapresiasi. Pengalaman yang terasah dengan keikutsertaannya dalam ngerumati DEWA19. Bersama Harun Nurasyid, temannya Wawan drummer pertama DEWA19, yang mengucurkan Rp 10 juta untuk modal awal DEWA19 mentas, Dhani juga turut ikut memerankan diri sebagai produser dalam album perdana DEWA19, DEWA19.

Kebiasaan menjadi produser sebuah album terus dilakukan Dhani bersama DEWA19. Bersama Putra Jaya Husin, Dhani memproduseri dua album DEWA19 selanjutnya, Format Masa Depan dan Terbaik Terbaik. Semenjak album Pandawa Lima hingga DEWA19 dinyatakan berhenti berunjuk rasa melalui karya baru mereka, praktis Dhani menjadi main producer DEWA19.

Lebih dari itu, Dhani juga memproduseri album orang lain di luar DEWA19. Reza Artamevia Adriana Eka Suci (Reza), menjadi orang pertama yang digarap Dhani. Reza mulai menekuni karier di dunia tarik suara sejak masih belia. Puan kelahiran Jakarta 29 Mei 1975 ini mulanya diikutsertakan sebagai pemain tambahan DEWA19 baik dalam penggarapan album maupun dalam tur konser.

Selanjutnya keikutsertaan Reza dalam perekaman Terbaik Terbaik membikin Dhani bablas melirik. Dhani terpikat dengan suara Reza yang memiliki warna tersendiri. Dhani kemudian tertarik untuk memproduseri Reza dan mengorbitkannya sebagai penyanyi solo. Melalui label Aquarius Musikindo yang kala itu menaungi DEWA19, Dhani berhasil merampungkan perekaman album perdana Reza yang dimulai sejak pertengahan 1995.

Album Keajaiban yang dirilis pada Juni 1997 langsung melejitkan nama Reza ke jajaran atas blantika musik Indonesia. Tak kapok, Dhani kembali memproduseri album kedua Reza. Album Keabadian yang dirilis pada Mei 2000 dengan label Aquarius Musikindo ini, berhasil menahbiskan Reza sebagai penyanyi solo top di Indonesia.

Hal ini membikin Reza dilirik penyanyi asal Jepang, Masaki Ueda, yang mengajaknya berkolaborasi. Bersamanya, Reza merilis album Amazing pada Juli 2000. Membawa label AMS Records, Dhani bertandem dengan Chika Ueda sebagai produser. Setelah itu, Dhani tak lagi memproduseri album Reza lantaran sang penyanyi sudah bisa memproduseri albumnya sendiri.

Tak hanya penyanyi ‘mentah’ yang dia ‘mentaskan’, Dhani juga memproduseri penyanyi yang sudah lebih dulu berkibar. Denada Elizabeth Anggia Ayu Tambunan (Denada) turut merasakan sentuhan Dhani sebagai produser dalam album pop ketiganya. Di album Awal Baru yang dirilis dengan label Sony Music Entertainment Indonesia pada tahun 2000, Dhani bertandem dengan Jan Djuhana sebagai produser.

Pengalaman Dhani menjadi produser terus diasah dengan lagi-lagi memproduseri album penyanyi puan. Theresia Ebenna Ezeria Pardede (Tere), menjadi penyanyi sesudah Reza yang berhasil Dhani orbitkan. Dengan merilis album Awal yang Indah pada Oktober 2002 melalui label Warner Music Indonesia, Tere memulai perjalanannya sebagai penyanyi.

Dhani juga merasakan pengalaman mementaskan grup band baru. Bersama Ahmad Band yang dibentuk saat DEWA19 sedang dirisak kuldesak, Dhani berhasil merilis sebuah album ISO yang menghentak khalayak sejenak. Dhani kemudian menggandeng Andra untuk berduet dengan brand Ahmad Dhani & Andra Ramadhan.

Brand Ahmad Dhani & Andra Ramadhan sebenarnya hanyalah cara Dhani mengakali situasi yang dihadapi. Pasalnya Ahmad Band yang dibentuk sebagai proyek sampingan terlanjur tidak kondusif seiring perubahan formasi. Baik DEWA19 dan Ahmad Band, hanya menyisakan Dhani dan Andra.

Melalui brand ini, Dhani mengakali situasi yang dihadapi dengan mendayagunakan Once serta Setyo Nugroho (Tyo). Selain menggubah langgam untuk dilantunkan Once seorangan, Dhani membawa Once terlibat dalam grup dengan satu tujuan utama: biar Andra mau Once mengisi posisi yang mulai tak kondusif seiring kaburnya Ari.

Bersama brand Ahmad Dhani & Andra Ramadhan, dia akhirnya bisa merilis satu buah extended play berjudul Kuldesak. Selain menambah jam terbang sebagai produser, pengalaman ini juga sekaligus sebagai ajang percobaan studio miliknya, Rumahku Studio.

Tak ketinggalan, istri pertama pun, Maia Estianty berhasil Dhani pentaskan. Melihat Maia yang memiliki kemampuan bagus dalam menggubah langgam dan memainkan alat musik, Dhani merasa Maia bisa menjadi pemusik. Pada saat hampir bersamaan, Pinkan Ratnasari Mambo mendatangi Dhani, meminta agar Dhani me-‘Reza’-kan Pinkan. Jadilah Pinkan dan Maia berduet dalam duo Ratu, yang namanya diadaptasi dari grup band paling digandrungi Dhani, Queen.

Selain istrinya, pacar Dhani saat itu pun turut digarap. Agnes Monica Muljoto, yang melintang terang sebagai penyanyi anak-anak, kemudian digarap Dhani untuk terjun ke ranah penyanyi cah gedhe. Dengan berkeroyokan bersama banyak orang, salah satunya Melly Goeslaw, Agnes berhasil merilis album And the Story Goes. Album yang dirilis dengan label Aquarius Musikindo pada 08 Oktober 2003 ini menjadi langkah awal karier Agnes sebagai penyanyi top. Keikutsertaan Dhani memproduseri Agnes juga berkelindan dengan keikutsertaannya menyumbangkan suara. Melalui Cinta Mati, Dhani urun suara dengan Agnes.

Urun suara dengan penyanyi lain kembali dilakukan Dhani bersama Chrismansyah Rahadi (Chrisye). Bersama Chrisye, keduanya melantunkan tembang Jika Surga dan Neraka. Tembang yang dirilis dalam album Senyawa (Juni 2004 label Musica Studio's) memuat paduan kata dari pemikiran Rabi’ah al-Adawiyah serta menggunakan alunan nada yang dibeli Dhani dari Stephen Simmonds seharga Rp 20 juta advance royalty.

Alunan nada yang dibeli Dhani berasal dari tembang Tears Never Dry (album Alone tahun 1997) tersebut menjadi debut Dhani membeli copyright orang lain untuk diaransir kembali. Untuk aransir tembang lawas milik sendiri sendiri sudah pernah dilakukan sebelumnya. Interupsi yang dirilis bersama Ahmad Band, diaransir ulang menjadi Juara Sejati yang dirilis bersama DEWA19 untuk memenuhi pesanan RCTI.

Pada tahun 2004 juga Dhani memproduseri live album grup band paling dia sayangi, DEWA19. Melalui serangkaian konser, salah satunya di Kabupaten Kudus, Dhani memproduseri live album DEWA19 yang dirilis dua kali. Pertama dirilis pada tahun 2004 dengan judul Atas Nama Cinta I dan kedua pada tahun 2006 dengan judul Atas Nama Cinta II. Keduanya dirilis dengan label Aquarius Musikindo.

Selain memberi pengalaman dalam menyusun rancangan, menggubah tembang, memproduseri album, semua ini juga memberi pengalaman Dhani dalam bekerja sama dengan liyan, baik kerja sama perseorangan maupun kerja sama dengan perusahaan. Pengalaman tersebut membuat Dhani, yang memang dibekali beragam selera musik, bisa beradaptasi dengan liyan.

Andra mengakui kelihaian Dhani dalam beradaptasi dan ngemong orang. Menurut Andra, Dhani memiliki kepedulian dan kesetiakawanan yang luar biasa, yang pada titik tertentu sikap ini melahirkan perubahan yang sejenak mendapatkan penolakan. Andra memberi contoh pada masa perlintasan perubahan lead vocalist DEWA19.

Saat itu Dhani menemukan Once ketika Ari masih kabur. Oleh Dhani, Once diusulkan menjadi lead vocalist DEWA19. Semula Andra menolak usulan ini. Dhani yang keukeuh hendak memberdayakan Once untuk DEWA19 kemudian menggubah langgam tunggal berjudul Anggun.

Anggun semula digubah Dhani hanya demi meyakinkan Andra bahwa Once bisa. Namun kemudian bablas lantaran bisa dilempar ke tengah percaturan musik melalui album kompilasi 10 Fresh Hits Nah! (1999). Kesetiakawanan Dhani tercermin ketika Andra sudah menerima Once sebagai lead vocalist DEWA19. Dhani masih getol merayu Ari untuk tak undur diri dari DEWA19.

Interaksi intim yang terbina lama antara Dhani dan Ari membikin Dhani tak rela Ari meninggalkan DEWA19. Ari bahkan mengatakan ketika Once sudah pasti menjadi lead vocalist DEWA19, Dhani berencana mendayagunakan duet Once-Ari sebagai co-vocalist di DEWA19. Walau hal ini tak pernah terwujud lantaran Ari tahu diri bahwa dia harus segera keluar dari ‘keruhnya satu sisi dunia’ sebagai prioritas utama.

Sebagai sahabatnya, Dhani kemudian menggubah lagu untuk Ari. Lagu berjudul Rahasia Perempuan digubah Dhani untuk Ari yang dirilis dalam album Keseimbangan (02 Februari 2003 label Aquarius Musikindo). Belakangan Dhani melantunkan kembali lagu ini bersama The Rock, serta Ari melantunkan kembali dengan bertandem bersama Once.

Tak kalah penting, adalah tentang bongkar-pasang punggawa DEWA19. Walau di DEWA19 Dhani tak bisa memutuskan sendiri, ada kalanya dia langsung memutuskan tanpa rembugan. Misalnya ketika memutuskan DEWA19 berhenti pada tahun 1998, keputusan tersebut diambil di depan rekan-rekannya saat Ari ditemani kakaknya minta undur diri seusai mereka pentas di Solo.

Semua pembelajaran yang dilakoni turut mengasah instuisinya dalam melihat bakat dan memasarkan karya. Selain itu, pembelajaran ini juga memberinya ‘ketaktulusan’. Pasalnya sesudah jerih payah memproduseri, menggubah, dan melakukan beragam hal lainnya, Dhani tak mendapat imbuhan bayaran dalam bentuk advance royalty.

Dhani memang mendapat kompensasi materi, namun hanya diterima saat mengerjakan album saja tanpa mendapat lagi saat brand yang digarapnya mentas. Walau namanya tak mati, tapi Dhani tak mau dia rugi secara materi. Dari ‘ketaktulusan’ inilah mulai tercetus gagasan untuk ber-‘solo’ karier yang more than solo career as fine art musician.

Selain dari pembelajaran yang beragam, Dhani juga melihat fluktuasi selera musik yang sedang beredar saat itu. Pada masa fluktuasi selera, Dhani melihat selera musik masyarakat Indonesia juga mengalami penurunan. Karya musik yang laku tak selalu berkelindan dengan kualitas lagu. Bahkan ada musik yang kacangan justru merajai pasaran sedangkan musik fenomenal ndelosor di pasaran.

Tahu diri keadaan seperti ini, Dhani mulai tak lagi ngoyo menggarap DEWA19. Menurutnya, sia-sia jika DEWA19 digarap sepenuhnya dalam keadaan fluktuasi selera seperti ini. Dhani lalu memilih untuk mengecer karyanya kepada beberapa orang maupun grup. Pilihan tersebut diambilnya agar tetap bisa mendapatkan penghasilan tanpa mengorbankan kualitas yang telah melekat kuat pada DEWA19.

Dhani memang bisa dan biasa bertingkah polah semaunya saat sendiri, namun ketika berkelindan dengan DEWA19, dia biasa berpikir luas dan dalam. Sesudah merilis album Republik Cinta pada 01 Januari 2006, yang kemudian menjadi album studio terakhir DEWA19, seluruh punggawa DEWA19 ngecer dengan proyek solonya.

Dhani fokus pada pembentukan manajemen musisi dan membentuk grup band baru, Andra mewujudkan hasrat lama untuk berkarier solo, dan Once segera merekam Dealova yang dirilis solo. Sementara itu, Tyo sedang memulihkan cedera kakinya, serta Yuke pun melampiaskan hasratnya dalam berunjuk rasa di luar DEWA19.

Selain sibuk mengurusi kariernya, Dhani dan Yuke juga sedang sibuk mengurus masalah keluarga saat itu. Sementara Dhani mengurusi proses pereceraian resmi dengan Maia Estianty, Yuke mengurus proses perceraian resmi dengan Namara Surtikanti (Kikan). Sama-sama melibatkan musikus papan atas, perceraian Yuke dan Kikan seakan tertutupi oleh hebohnya perceraian Dhani dan Maia yang dimulai dari manuver menggelinjang dari Maia.

Seperti judul tembang Queen yang dirilis ketika DEWA19 sedang bergerilya mendapatkan perusahaan rekaman, The Show Must Go On (14 Oktober 1991 album Innuendo), Dhani tetap melanjutkan DEWA19, ‘solo’ kariernya, sembari mengurus jalan panjang untuk tidak bercinta lagi dengan Maia. Meski mendirikan manajemen sendiri, dirinya tak serta merta undur diri dari panggung.

Manajemen musisi yang dibentuk Dhani kemudian diberi nama Republik Cinta Management (RCM). Kata ‘cinta’ sudah pasti Dhani masukkan sebagai nama manajemen musisinya ini. Dhani adalah tipikal orang yang yakin bahwa nama adalah salah satu bentuk penyampaian harapan. Nama yang diberikan menjadi harapan yang sangat kuat lantaran sejak awal sudah melekat. Pandangan ini membikinnya selalu memberi nama yang bagus untuk anak-anaknya, tak peduli trendy atau tak.

Walau demikian, Dhani tak mau repot-repot melengkapi kata ‘cinta’ yang hendak dia pakai sebagai nama manajemen musisinya. Republik Cinta, yang sebelumnya menjadi nama album DEWA19, di-comot sebagai nama manajemen musisi miliknya. Nama ini sendiri digubah olehnya dan cocok dengan kenyataan bahwa di dalam manajemen musisinya terdapat keragaman ala ‘republik’.

Jadilah manajemen musisi milik Dhani ini bernama Republik Cinta Management (RCM) yang diresmikan pada 13 Maret 2007. Nama ini juga ikut serta terinspirasi dari Kenduri Cinta, satu pagelaran rutin yang diadakan atas prakarsa Muhammad Ainun Najib (Cak Nun). Bukan semata sama-sama menggandrungi Queen, Dhani pun sangat menggandrungi Cak Nun. Ari biasa menjadi bolo Dhani saat nyambangi Cak Nun.

RCM yang memusatkan kegiatannya di Jl. Pinang Emas III No. E1-E2 Pondok Indah, Jakarta Selatan, 12310, menjadi bentuk usaha yang menyatukan tiga bagian utama: manajemen penghibur, perekaman, dan agen penghibur. Ini adalah salah satu cara jitu untuk tetap bisa ‘jualan’ tanpa membikin DEWA19 cemar. Belakangan, sekolah musik dan café pun menjadi lahan garapan RCM, lantaran Dhani memandang bahwa wiraswasta di ranah entertainment bersifat fluktuatif, sedangkan di ranah sekolah musik dan café bisa agak stabil.

Melalui RCM, Dhani menghentak khalayak dengan beragam nama baru yang dia hadirkan. Ada nama baru dengan muka lama seperti The Rock dan Mulan Jameela. Ada nama baru yang benar-benar muka baru seperti Dewi Dewi. Sempat juga muka lama yang sudah mentas ke jajaran papan atas diajak bergabung, seperti Dewi Perssik. Semuanya diikat kontrak sehingga Dhani bisa turut mendapatkan fee ketika musisi yang dia rumati mentas.

RCM berorientasi pada industri pasar. Wajar jika kemudian pemusik yang tergabung di dalamnya hanya mengeluarkan beberapa karya baru berpadu dengan karya lama yang didaur ulang. Keberhasilan RCM tak ditelisik dari kualitas musik, namun lakunya musik sebagai ‘barang dagangan di pasaran’. Bagi Dhani, mubazir jika sebuah album digarap ngoyo seperti dulu. Hal ini ia tampilkan dengan kentara pada beberapa albumnya sesudah RCM dibentuk.

DEWA19 misalnya, sesudah RCM dibentuk hanya menghasilkan dua lagu tunggal pada tahun 2007, Dewi dan Mati Aku Mati. Tahun 2008, DEWA19 hanya menghasilkan sebuah lagu tunggal berjudul Puan Paling Cantik di Negeriku Indonesia hingga akhirnya tahun 2009, DEWA19 merilis sebuah lagu tunggal bercita rasa fenomenal, Bukan Cinta Manusia Biasa yang tercatat sebagai karya perpisahan sebelum diumumkan berhenti.

Dhani tidak ngoyo menggarap DEWA19 seperti biasa dilakukan sejak awal hingga 2006 lantaran kalau dia terus ngoyo menggarap DEWA19, artinya melawan arus. Kalau dia harus mengikuti arus, artinya DEWA19 harus dicemari dengan karya kelas kacangan. Untuk itulah dengan berat hati Dhani memutuskan menggarap RCM untuk menyesuaikan diri dengan keadaan industri tanpa mencemari grup band kesayangannya.

Terbentuknya RCM juga memberi dampak pada musisi yang tergabung. Dengan demikian, mereka tak perlu repot-repot mencari manajer dan materi untuk digarap menjadi album. Walau mereka juga harus rela terikat kesepakatan yang ditandatangi dalam kontraknya. Musisi yang tergabung dengan RCM merilis lagu daur ulang dari Dhani ketika musikus tersebut tak sanggup menggarap sendiri materi dalam albumnya.

Sebagai pemusik, Dhani memang luar biasa istimewa. Jarang ada pemusik bisa melakukan seperti yang dilakukan olehnya. Dia bisa menjadi penulis lirik yang apik maupun sesuai pasaran, menggubah alunan nada megah maupun kacangan, bekerja sama dengan liyan, maupun mempromosikan brand baru. Di luar itu semua, sikap mengesankan dari Dhani ialah kebiasaannya mengapresiasi.

Dhani bisa mengapresiasi ragam macam tanpa terikat dengan dhemen-sengit walau saat ditampilkan jarang dilihat orang. Apresiasi yang diberikan terbilang proporsional sehingga bisa menempatkan pujian maupun kritikan pada tempat yang tepat. Dhani tak segan menggelorakan bahwa dirinya terpengaruh oleh beberapa perkara maupun peristiwa yang dihadapinya. Misalnya Queen yang terpampang jelas dalam Kosong hingga FPI (Front Pembela Islām) yang turut memengaruhi langgam Laskar Cinta.

Sepanjang menjalani kesehariannya, Dhani yang memadukan ‘memuja logika kritis, memelihara mistis’ ini seakan hanya berjalan di atas pagelaran Pelantan saja. Dia memang tipikal pekerja keras, walakin dia selalu juga menyatakan kalau tak pernah berusaha yang hasilnya seperti yang didapatkannya.

Kepada Ilahi-Rabbi, Dhani selalu berserah. Kepada kata-kata nyinyir yang dialamatkan padanya, Dhani selalu terserah. Dhani hanya berusaha untuk tak lelah mengayuh secara terus-menerus. Mengayuh... mengayuh... mengayuh perjalanan... “You say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race. Meski pada saat tertentu dia bisa lelah juga seperti lantun Queen dalam langgam I Want to Break Free, yang merupakan langgam pertama yang dia gilai.